Liputan6.com, Sorong - Perjalanan menuju Kota Sorong, Kabupaten Sorong hingga Kabupaten Tambrauw, yang berjarak sekitar 156 km ternyata melewati tiga negara sekaligus. Ketiga negara itu merupakan sebutan bagi wilayah yang berbeda-beda.
Ada Tembok Berlin di Kota Sorong, selanjutnya Kampung Swiss di Kabupaten Sorong dan terakhir Tanjakan Spanyol di Kabupatan Tambrauw. Ketiga negara itu hanya bisa melalui jalur darat yang memerlukan waktu sekitar 15 jam untuk sekali pulang-pergi.
Perhentian terdekat di Kota Sorong adalah Tembok Berlin. Berbeda dengan Tembok Berlin di tempat aslinya yang hanya menyisakan puing, tembok di Kota Sorong itu masih berdiri kokoh yang terbentang sekitar 500 meter di sepanjang Pantai Kalasur yang berdekatan dengan Pelabuhan Laut Sorong.
Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Malamoi, Silas Kalami menerangkan ada kaitan tak langsung antara Tembok Berlin Jerman dan Tembok Berlin Sorong. Yaitu, Tembok Berlin di Kota Sorong dibangun bersamaan runtuhnya Tembok Berlin di Jerman pada 1990.
"Pemerintah dan masyarakat di Kota Sorong akhirnya menamai tembok itu dengan sebutan Tembok Berlin," kata Silas kepada Liputan6.com, Kamis, 1 Juni 2017.
Tembok Berlin di Kota Sorong terletak di Jalan Yos Sudarso, salah satu jalan protokol di Kota Sorong. Tembok Berlin sering menjadi tempat berkumpulnya warga, terutama pada sore dan malam hari. Dari tempat itu, warga bisa menikmati bentangan Pantai Kalasur dan indahnya matahari terbenam sekaligus.
Baca Juga
Banyak pasangan muda atau kelompok anak muda senang duduk-duduk di sepanjang tembok itu. Ada juga pegawai atau karyawan kantoran yang sengaja datang untuk melepas penat dari rutinitas kantornya.
Di halaman Tembok Berlin juga berjajar pedagang makanan kaki lima dengan harga murah meriah, mulai dari bakso hingga ikan bakar. Jika haus, pedagang juga menjajakan minuman ringan hingga kelapa muda di tenda-tenda.
Namun, nasib Tembok Berlin Sorong bakal senasib dengan saudaranya di Jerman. Pasalnya, Wali Kota Sorong sedang membongkar sebagian tembok itu untuk dibuat pembangunan tol laut.
"Pantainya sedang direklamasi. Pasti Tembok Berlin di Sorong akan runtuh juga," kata Silas.
Walaupun terdapat pro kontra atas reklamasi Pantai Kalasur, menurut Silas, harus tetap ada pembangunan di Kota Sorong untuk menuju Sorong sebagai kota megapolitan. "Apalagi Pemerintah Kota Sorong ingin mengubah Sorong sebagai Singapura-nya Papua," ucapnya.
Kampung Swiss
Perhentian selanjutnya adalah Kampung Siwis yang terletak di Kabupaten Sorong. Posisinya di tengah-tengah antara Kota Sorong dan Kabupaten Tambrauw. Kebanyakan masyarakat setempat memplesetkan Kampung Siwis dengan sebutan Kampung Swiss.
"Entah apa ceritanya, masyarakat menyebutnya langsung dengan Swiss. Mungkin ucapan Swiss lebih mudah dibandingkan Siwis," kata Silas.
Siwis merupakan bahasa Suku Moi. Biasanya daerah Siwis dipakai untuk nama tempat di pesisir pantai. Tapi, Kampung Siwis saat ini berada di daratan.
"Kampung Siwis terletak di Lembah Kalaso, tepatnya di belakang Gunung Kalaso," jelasnya.
Lain lagi dengan julukan Tanjakan Spanyol yang berada di Kabupaten Tambrauw. Tanjakan ini menjadi jalur tersulit bagi pengendara untuk tembus ke Kampung Fef atau jalur trans Papua Barat yang menghubungkan Kota Sorong hingga Kabupaten Manokwari.
Kecuraman Tanjakan Spanyol mencapai 90 derajat. Walaupun kebanyakan sopir kendaraan jalur Trans Papua Barat menyebutkan tidak terlalu curam, jangan coba-coba menembus tanjakan itu jika hujan mulai turun di sekitar Tanjakan Spanyol.
"Tanjakan Spanyol yang paling kita waspadai jika hujan turun. Sudah banyak korban di tanjakan itu yang jatuh ke jurang," kata Sabri, sopir jalur trans Papua Barat yang mengaku sudah 15 tahun melewati jalur tersebut.
Julukan Tanjakan Spanyol diberikan oleh masyarakat sekitar terinspirasi dari kemenangan Spanyol melawan Belanda dalam Piala Dunia 2010. Saat itu, Spanyol menaklukkan Belanda dengan skor 1-0.
Di saat bersamaan, banyak kendaraan dan penumpang yang terjebak hujan di tanjakan itu, sehingga tidak dapat tembus tanjakan tersebut. Sopir dan para penumpang yang menantikan pertandingan akbar itu terpaksa kelewatan pertandingan Spanyol versus Belanda.
"Dengan kemenangan Spanyol, maka masyarakat dan sopir yang tertahan di tanjakan itu langsung menamai Tanjakan Spanyol. Entah karena kemenangannya ataupun karena luapan emosi kemarahan yang tak bisa menonton siaran Piala Dunia 2010," kata Kepala Kampung Fef, Sefnat Yembra.
Tanjakan Spanyol juga terkenal dengan tempat untuk pemberhentian sopir dan penumpang kendaraan jalur Trans Papua Barat. Mereka berhenti entah sekedar untuk makan ataupun turun dari kendaraan roda empat, setelah menempuh perjalanan 100-an KM, sebelum akhirnya singgah di Kampung Fef di Kabupaten Tambrauw.
Advertisement