Liputan6.com, Yogyakarta - Tak ada lagi keceriaan menghiasi wajah puluhan pedagang kaki lima yang berdagang di kios-kios di sisi selatan Stasiun Tugu Yogyakarta. Kios-kios milik warga di sepanjang Jalan Pasar Kembang (Sarkem) Yogyakarta mulai rata dengan tanah usai dibongkar paksa oleh PT KAI Daerah Operasi (Daop) VI Yogyakarta tanpa mendapat kompensasi.
Ketua Paguyuban PKL Manunggal Karso, Rudi Tri Purnama mengaku sudah berupaya untuk mendapatkan kejelasan nasib mereka. Namun, upaya yang dilakukannya tidak menemui hasil, terutama dari pihak Pemkot Yogyakarta.
Setelah pembongkaran yang ditargetkan selesai para pedagang kehilangan mata pencaharian. Pendapatan yang selama ini menjadi andalan untuk memenuhi kebutuhan keluarga tidak akan segera stabil seperti saat memiliki kios di Sarkem.
Padahal, para pemilik kios itu mengaku selalu membayar retribusi yang naik tiap tahun. Retribusi itu dibayar secara langsung, mulai dari bulanan hingga tahunan. Bagi yang telat membayar, mereka didenda.
"Kita sudah ke Pemkot (Pemerintah Kota) Yogyakarta untuk ketemu Wali Kota pada hari Selasa kemarin. Pak Wali ada tapi diwakilkan kepala dinas. Kepala Dinas Perindustrian katanya akan dipikirkan. Kita tidak butuh pemikiran, kita perlu langkah konkret. Ke mana kita jualan, di mana kita, ini tidak jelas," katanya, Rabu, 5 Juli 2017.
Baca Juga
Advertisement
Sementara itu, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengaku belum bisa mengambil kebijakan terkait nasib puluhan PKL yang digusur oleh PT KAI karena tanah tempat kios berdiri berstatus sultan ground yang diserahkan pengelolaannya pada KAI. Namun, ia mengakui jika pihaknya rutin menarik retribusi kepada para pedagang.
"Mereka minta izin (berdagang), maka ditarik (retribusi) karena dulu di sana dimungkinkan menjadi pasar," kata Heroe.
Usai penggusuran itu, ia berjanji akan berdialog dengan PT KAI. Ia juga menghormati keputusan PT KAI menggusur puluhan kios itu untuk menata kawasan Stasiun Tugu dan menunjang sarana transportasi untuk bandara baru nanti.
"Nanti akan kita bahas. Yang punya kepentingan tak hanya pedagang di sana. Proses harus ditindaklanjuti setelah ini," ucapnya.
Sikap Pemkot Yogya yang dinilai tak berpihak pada rakyat itu dikritik Pimpinan Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Yogyakarta, Antonius Fokki Ardiyanto. Menurut Fokki, penertiban kios puluhan pedagang di Jalan Sarkem itu sangat menyedihkan. Ia juga berpendapat pembongkaran itu mencoreng program kerja 100 hari Wali Kota dan Wakil Wali Kota Yogya.
"Sangat jelas bahwa penggusuran itu terkait adanya rencana pembangunan hotel dan mal, di mana pemodal besar atau korporasi asing yang pasti ikut bermain. Selain itu, kami meyakini bahwa kerja sama antara penguasa, feodal dan pemodal akan sulit dilawan oleh rakyat kecil yang hari ini telah menjadi korban penggusuran tanpa ada ganti rugi," ujarnya.
Fokki meminta Pemkot Yogya segera memberikan solusi dengan memfasilitasi agar para eks pedagang kios Sarkem bisa kembali berjualan. Sebelum tempat relokasi pedagang didapatkan, Wali Kota Yogya diharapkan bisa memberikan jatah hidup selama pedagang belum berjualan.
"Wali kota bisa memberikan bantuan psikologi bagi warga korban penggusuran yang masih syok," ujar Fokki.
Saksikan video menarik di bawah ini: