Liputan6.com, Bandung - Peraturan Menteri (PM) Perhubungan No 108 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek sebagai pengganti PM No 26 tahun 2017 mulai berlaku 1 November.
Setidaknya terdapat sembilan peraturan substansi yang direvisi, dua di antaranya dinilai sangat urgen dan menjadi sebab permasalahan yang timbul antara angkutan online dan konvensional selama ini, yakni soal kuota dan tarif.
Direktur Angkutan dan Multimoda Kementerian Perhubungan Cucu Mulyana mengatakan, penetapan kuota dan tarif setelah dikeluarkannya PM 108 diputuskan gubernur setiap daerah.
Advertisement
Baca Juga
"Formula kuotanya sudah kita lampirkan untuk jadi acuan bagi daerah atau gubernur melakukan perhitungan masalah kuota tersebut," kata Cucu usai memimpin sosialisasi PM 108 di Kantor Dinas Perhubungan Jawa Barat, Kamis 2 November 2017.
Namun dia mengingatkan, sebelum gubernur menetapkan kuota, sebaiknya terlebih dulu dilakukan pembahasan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
"Apabila di sini ada lembaga penelitian yang berasal dari perguruan tinggi untuk mencari formula kuota silakan saja," ujarnya.
Sedangkan untuk tarif, Cucu menjelaskan, aturan dalam PM tetap memberlakukan tarif atas dan tarif bawah. Hal itu dilakukan untuk melindungi pengguna jasa.
"Serta jangan sampai pendapatan pemilik di bawah upah minimum provinsi sehingga ketika penghasilan berkurang layanan jadi tidak maksimal," jelasnya.
Dia menambahkan, sebelum kuota dan tarif diputuskan, aparatur daerah terlebih dulu menetapkan wilayah operasi bagi angkutan online. Sementara masa penyesuaian sejak berlakunya PM 108 yaitu tiga bulan.
Simak video pilihan berikut ini:
Penetapan Tarif dan Kuota Transportasi Online
Kepala Dishub Jabar Dedi Taufik menambahkan, pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan Forum Discussion Group (FGD) dengan para pemangku kebijakan untuk menentukan kuota dan tarif.
"Di dalam PM sudah ada perhitungannya termasuk pertimbangan luas wilayah, jumlah penduduk akan jadi konsern perhitungan," ujarnya.
"Kami berharap diusulkan kota/kabupaten. Nanti diajukan walikota dan bupati ke gubernur dalam penentuan kuota ini," Dedi menambahkan.
Sementara salah satu perwakilan pengendara transportasi online, Himpunan Driver Bandung Raya (HDBR) menilai aturan baru sudah berusaha mengakomodasi pengendara online dan konvensional. Namun, terdapat hal-hal yang memberatkan para pengendara online.
"Secara aturan yang jadi keberatan kita manakala keputusan yang dianulir Mahkamah Agung coba dimasukkan kembali ke peraturan yang baru ini Pasal yang dianulir seperti argo, pembatasan area dan sebagainya masih belum menampung aspirasi kita," ujar Wakil Ketua HDBR Andrian Mulyaputra.
Dia berharap pemerintah lebih bijak dalam mennjembatani persoalan yang terjadi di lapangan. "Kita terima tapi harus ada yang diperbaiki lagi," Adrian menandaskan.
Advertisement