Kisah Ovnia Menungggu Dua Adiknya yang Terserang Gizi Buruk

Hampir tiga minggu Ovnia tidak bersekolah. Hal ini lantaran ikut menjaga adiknya yang tengah dirawat karena menderita gizi buruk.

oleh Katharina Janur diperbarui 18 Jan 2018, 10:32 WIB
Diterbitkan 18 Jan 2018, 10:32 WIB
Wabah Campak dan Gizi Buruk di Asmat
Wabah Campak dan Gizi Buruk di Asmat. (Liputan6.com/Katharina Janur)

Liputan6.com, Asmat - Ovnia Syuru, siswa kelas 3 SD Inpres Syuru, Agats, Kabupaten Asmat menjaga dua adiknya, Mario Syuru, 2 tahun dan Barnabas Syuru, 3 tahun yang sedang terlelap di aula Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Agats yang disulap menjadi ruang bangsal anak pasien gizi buruk.

Ovnia dengan sabar membalut tubuh adiknya, Mario berbobot 5,7 kilogram dengan kain lusuh yang warna birunya hampir pudar.

Secara bergantian, Ovnia sibuk melihat kedua adiknya yang sengaja ditempatkan bersebelahan, agar memudahkan penjagaan oleh dirinya dan sang mama. Ovnia terus berjaga. Ia takut, tiba-tiba sang adik terbangun dan menangis.

"Keduanya adik saya. Kata mama, adik kena gizi buruk dan harus dirawat di rumah sakit," kata Ovnia yang mengaku sudah tidak bersekolah 3 minggu karena harus berada di rumah sakit bersama sang mama.

Yohana, 35 tahun, ibu kedua anak pasien gizi buruk tersebut mengaku makanan yang diasupnya setiap hari tak menentu. Meskipun, ada ikan dan protein lain yang dimakan oleh anak-anaknya.

Yohana yang memiliki delapan anak menambahkan, anak lelakinya, Mario dan Barnabas tak mendapatkan imunisasi lengkap. "Kami tak mengetahui imunisasi atau vaksin dan sejenisnya harus dilakukan seperti apa," kata Yohana polos.

Tak hanya Barnabas dan Mario, pasien gizi buruk lainnya adalah Yohanis 4 tahun dan Fabinus 3 tahun. Keduanya adalah adik dan kakak dari Distrik Atsj, Asmat, yang ditempuh dengan jarak 2 jam perjalanan lewat sungai.

"Keduanya telah dirawat sejak 4 hari lalu. Tak hanya kedua anaknya, tetapi sang ibu juga dirawat bersamaan karena menderita TB Paru," kata Dokter Lidwina Elisabeth, salah satu dokter spesialis anak di RSUD Agats, Rabu, 17 Januari 2018.

Menurut Lidwina, pasien yang dibawa dari distrik-distrik hingga ke RSUD Agats, rata-rata mengalami muntah, demam, dan buang air selama berminggu-minggu. Setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan, kebanyakan pasien anak terserang gizi buruk.

Saat ini, RSUD Agats, Asmat, merawat 13 pasien campak dan 9 orang pasien gizi buruk yang mengakibatkan daya tahan tubuh menurun, sehingga mudah terserang virus. "Saat ini, kita lebih fokus pada pemenuhan gizi," kata Dokter Ludwina.

Maria Octovina Daujen Bir, balita berumur 1,6 tahun yang telah enam hari dirawat di rumah sakit tersebut, berat badannya akhirnya naik menjadi 7,6 kilogram, dari sebelumnya 6 kilogram. Maria terpaksa dirujuk dari Kampung Warse, Distrik Jeci yang ditempuh selama 2 jam menggunakan perahu cepat.

Bala Bantuan Dokter dan Tim Medis

Wabah Campak dan Gizi Buruk di Asmat
Dokter Spesialis anak, Letkol CKM Rachmanto, salah satu dokter perbantuan dari RSPAD Gatot Subroto yang akan membantu pasien wabah campak dan gizi buruk di Asmat. (Liputan6.com/Katharina Janur)

RSUD Agats saat ini mendapat tambahan dokter spesialis anak, Letkol CKM Rachmanto dan Dokter Dana dari RSPAD Gatot Soebroto Jakarta yang tergabung dalam Satgas Kesehatan TNI KLB Asmat dengan masa tugas selama 10 hari.

Pagi tadi, 20 dokter TNI bersama para medis, memulai pengobatannya di 19 distrik. Sebanyak delapan tim disebar. Satu tim beranggotakan 3-4 dokter bersama tim medis lainnya.

Para dokter akan menjangkau warga yang tinggal di sejumlah kampung yang terkena wabah campak. Tim dokter juga melakukan tiga tugas pokok yakni imunisasi, pengobatan, dan pendampingan warga dalam pemahaman hidup sehat, serta pembagian sembako, untuk memenuhi asupan gizi anak-anak.

Para dokter akan bertugas selama 10 hari ke depan. Jika dalam 10 hari itu belum ada perubahan dari para pasien campak dan gizi buruk, maka akan dilakukan perkembangan dan penambahan waktu, sesuai dengan kondisi di lapangan.

Danrem 174/AWT, Brigjen TNI Asep Budi Gunawan menyebutkan selain tim medis, bantuan obat-obatan dan bahan makanan juga telah tiba pagi tadi sebanyak 10 ton beras dari Mabes TNI.

"Beberapa ton bantuan lainnya masih menumpuk di Timika, karena transportasinya sulit. Kami juga akan mendapatkan perbantuan 30 dokter dari pusat penanganan krisis nasional Kementerian Kesehatan," jelas Asep.

Wabah Penyakit Lain

Wabah Campak dan Gizi Buruk di Asmat
Wabah Campak dan Gizi Buruk di Asmat. (Liputan6.com/Katharina Janur)

Dokter spesialis anak, Ludwina Elisabeth menuturkan kasus gizi buruk di RSUD Agats setiap bulannya mencapai sekitar 50 kasus.

"Peningkatan kasus terjadi pada akhir Agustus 2017, sebelum ditetapkan sebagai kejadian luar biasa," jelasnya.

Data dari rumah sakit setempat menyebutkan penyakit lain yang ditemukan selain gizi buruk dan campak adalah anemia, malaria, TBC dan radang paru-paru.

Pusat Kesehatan TNI AD bahkan memberikan perbantuan dua dokter spesialis anak dari RSPAD Gatot Subroto Jakarta, yakni Letkol CKM Rachmanto dan dokter Dana. Keduanya akan bertugas selama 10 hari di RSUD Agats, Kabupaten Asmat.

Masa tugas kedua dokter yang tergabung dalam Satgas Kesehatan TNI KLB Asmat akan diperpanjang, sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

"Kita komprehensif melakukan terapi dengan fasilitas yang ada, karena tidak hanya gizi buruk yang ditemukan," kata Rachmanto, kepada sejumlah wartawan di RSUD Agats, Kabupaten Asmat, Rabu, 17 Januari 2018.

Dokter Rachmanto menambahkan penyakit gizi buruk bukan sebuah penyakit seperti batuk pilek yang mudah untuk diobati, tetapi gizi buruk harus dilakukan secara bertahap. Apalagi banyak kisah yang menceritakan demografis Asmat yang sulit dan pola hidup sehat masyarakatnya masih minim.

"Jika saya tanya langsung, banyak anak dan balita yang belum melakukan imunisasi secara lengkap. Ini dikarenakan lokasi puskesmas dan tempat tinggal warga berjauhan," ucapnya.

Tak sampai di situ, terkadang, petugas medis yang melakukan imunisasi singgah di satu kampung, tapi banyak warganya yang tidak ada di tempat.

"Mungkin saja masyarakatnya lagi masuk ke dalam hutan mencari makan. Yang saya pahami saat ini, vaksinnya ada, tetapi sasarannya yang sulit. Pemda harus mencari solusi, jika ditemukan kasus seperti ini," jelasnya.

Dokter Dana bahkan menyebutkan vaksin yang tersedia di Asmat dapat dinyatakan lengkap dan tidak rusak. "Jadi tidak benar jika dikatakan vaksin atau fasilitas lainnya rusak," katanya.

Pihaknya akan terus membantu RSUD Agats untuk menemukan solusi permasalahan yang terjadi. Karena jika sudah terjadi gizi buruk, maka dengan mudah terkena infeksi karena kekebalan tubuh menurun.

"Kami akan duduk bersama, mencari data permasalahannya dimana dan sumbang saran penanganannya seperti apa," tuturnya.

Kendala Warga Mendapatkan Fasilitas Kesehatan

Campak di Asmat
Kondisi kesehatan di Asmat masih di bawah standar, angkanya berkisar 40 persen dan imunisasi belum menjangkau setiap anak yang terdapat di kampung.

Wabah campak Asmat ditetapkan sebagai KLB oleh Kementerian Kesehatan pada awal September lalu. Dengan segala keterbatasan yang ada, Pemkab Asmat terus melakukan pemulihan dampak wabah campak yang menyebar di 19 dari 23 distrik di Kabupaten Asmat.

"Tim kesehatan awal turun di Distrik Fayit dan Suator serta kampung sekitarnya. Ternyata wabahnya meluas," kata Bupati Asmat, Elisa Kambu.

Dirinya mengaku wabah campak merupakan akumulasi kelalaiannya dan instansi terkait, serta kesadaran masyarakat yang tidak membawa bayi atau anaknya, untuk mendapatkan imunisasi.

"Masyarakat kita banyak yang tidak maju datang. Apalagi usai imunisasi, suhu badan anak menjadi panas," kata Elisa.

Ditambah lagi, pengaruh masyarakat yang tidak memiliki penghasilan yang tetap, berpindah tempat, hingga membawa serta kelurganya mencari makan di dalam hutan.

"Kadang kala, saat bapak mencari makan di dalam hutan, istri dan anak-anak juga ikut masuk ke dalam hutan. Berhari-hari, berminggu-minggu dan saat ada pelaksanaan imunisasi, anak-anak dan balita itu tak ada di kampung," jelas Elisa.

Dirinya juga mengakui banyaknya petugas kesehatan yang belum maksimal melaksanakan tugasnya, termasuk letak geografis dari puskesmas ke satu titik perkampungan, membutuhkan banyak biaya dan harus didukung oleh alam.

"Jika air sungai surut, maka petugas tak bisa jalan ke kampung. Termasuk jika air sungai naik dan arus kencang, petugas juga tidak bisa jalan. Ini semua berpengaruh, sehingga capaian imunisasi anak di Asmat dibawah standar," Elisa menambahkan.

Pencegahan Wabah Campak di Asmat

Wabah Campak dan Gizi Buruk di Asmat
Akses obat, mkanan tambahan dan tim medis ke sejumlah distrik di Kabupaten Asmat dilakukan lewat jalur sungai. (Liputan6.com/Katharina Janur)

Pemerintah Kabupaten Asmat kini berupaya melakukan sejumlah terobosan untuk menanggulangi wabah Asmat ini agar tak lagi terjadi.

Jangka pendeknya adalah upaya penanganan kasus, pencegahan, mendata langsung imunisasi balita dan anak di sekolah-sekolah, terutama bagi anak usia sekolah di bawah 14 tahun wajib diimunisasi dan melakukan pendampingan pola hidup sehat.

Bupati Asmat, Elisa Kambu akan menyediakan sembako untuk pemulihan pasien campak dan gizi buruk. Setiap satu distrik akan disediakan 200-250 paket sembako.

"Sembako akan diberikan kepada orang tua dalam proses pemulihan kesehatan anak-anak campak dan gizi buruk," jelas Elisa.

Untuk jangka panjangnya, imunisasi akan dilakukan setiap kali Bupati Elisa melakukan kunjungan kerja ke kampung-kampung. Sebab pada saat kunjungan itu, semua warga pasti berkumpul dan pada saat itulah dilakukan imunisasi supaya capaian imunisasi tercapai.

"Setiap tiga minggu, saya akan melakukan turun kampung dan menyisir imunisasi disana, termasuk melakukan pendataan warga dan e-KTP," ujarnya.

Data dari Dinas Kesehatan setempat, sepanjang September 2017- Januari 2018, pasien wabah campak dan gizi buruk menyebabkan 67 anak dan balita meninggal dunia. Sementara sampai saat ini, 5.255 anak dan balita telah terlayani vaksinasi campak.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya