Kondisi Terkini Bocah Hiperseksual yang Besar di Dolly

Pemkot Surabaya terus berupaya menyembuhkan anak yang mengalami kondisi hiperseksual karena besar di Dolly.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 29 Jan 2018, 18:40 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2018, 18:40 WIB
Ada Kasus Peleceh Seksual, Orangtua Murid TK JIS Berkumpul
Foto: Ilustrasi

Liputan6.com, Surabaya - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Jawa Timur, terus berupaya menyembuhkan anak yang mengalami hiperseksual. Anak perempuan berusia delapan tahun itu merupakan korban dari dampak negatif lingkungan adanya eks-lokalisasi Dolly. Saat ini kondisinya sudah mulai berangsur membaik.

Kepala Dinas Pengendalian Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Kota Surabaya, Nanis Chairani mengatakan, kondisi anak ini masih terus dalam tahap penyembuhan dan pendampingan. Sebab dia sudah cukup lama mengalami kondisi tersebut hiperseksual.

"Untuk menghilangkan itu hiperseksual tidak gampang, dibutuhkan proses, karena kemungkinan sudah berlangsung lama. Kita perlu kerja sama antara rumah sakit, terutama orang tuanya dan para psikolog," tutur Nanis, Senin (29/1/2018).

Menurut Nanis, penyembuhan M harus dilakukan secara berkala, baik dari segi pengobatan (psikiater) maupun kejiwaan (psikolog) si anak.

"Meskipun hal kecil, tetap kita arahkan, seperti nonton film romantis, kita arahkan ke orangtuanya agar dilarang," katanya.

Butuh Peranan Orangtua

Ilustrasi Pelecehan Seksual Anak
Ilustrasi korban pelecehan seksual pada anak. Sumber: Istimewa

Nanis menyampaikan, kondisi korban saat ini sudah mulai berangsur normal dari awal pertama kali ditemukan. Hal ini, tidak lepas dari pengawasan dan pendampingan yang terus dilakukan oleh Pemkot Surabaya.

Korban yang terdampak imbas dari adanya eks lokalisasi Dolly Surabaya, sebelumnya ditemukan mengalami sex addict dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.

"Anak ini yang awalnya lebih sering mengarah ke sana, saat ini kondisinya sudah mulai bisa terkontrol, kita terus arahkan dan beri pemahaman kepada si anak," ucapnya.

Menurutnya, peran serta orangtua juga sangat dibutuhkan untuk tetap dapat ikut mengawasi dan menjaga korban, karena selama tinggal di eks lokalisasi Dolly hanya tinggal bersama neneknya.

Kejadian ini merupakan yang kedua kalinya ditemukan, pasca-penutupan eks lokalisasi Dolly. Sebelumnya, juga ditemukan hal serupa yang menimpa seorang anak berusia sekitar delapan tahun. Tapi, anak itu kini sudah berhasil disembuhkan dan kembali normal.

 

Besar di Dolly

Ilustrasi Pelecehan Seksual Anak
Ilustrasi korban pelecehan seksual pada anak. Sumber: Istimewa

Sebelumnya Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya kembali menemukan anak yang terkena dampak buruk dari lokalisasi Dolly. Anak perempuan berusia 8 tahun itu mengalami hiperseksual atau nafsu seks berlebihan.

Kepala Dinas Pengendalian Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP5A) Kota Surabaya, Nanis Chairani mengungkapkan, kasus ini ditemukan saat Wali Kota Risma memerintahkan jajarannya di tingkat kecamatan dan kelurahan untuk mencari warganya yang mengalami kondisi buruk.

Saat itu, ditemukan keluarga yang menderita tuberkulosis (TBC). Setelah keluarga berhasil didekati, akhirnya si ibu juga bercerita bahwa salah satu anaknya mengalami perilaku seks yang menyimpang.

Anak itu berperilaku seperti orang dewasa. Dalam hal ini, berkaitan dengan perilaku seksual. Nanis mengatakan, perilaku anak tersebut didapatkan saat dia tinggal bersama neneknya di kawasan lokalisasi Dolly.

Saat itu, usianya masih dua tahun. Faktor lingkungan itu yang membuatnya mengalami perilaku hiperseksual. Perilaku anak tersebut diketahui saat ia kembali tinggal bersama ibunya. Bocah itu bahkan mencontohkan perilakunya kepada adik-adiknya.

"Dari pengakuan anak tersebut, ia diajari oleh orang dewasa saat dia tinggal bersama dengan neneknya," tutur Nanis di Kantor Bagian Humas Pemkot Surabaya, Rabu, 17 Januari 2018.

Menurut Nanis, keberadaan lokalisasi memang sangat membahayakan karena dapat merusak otak maupun perilaku anak. Terdeteksinya anak-anak harus segera digali lebih dalam. Diduga, anak-anak berperilaku seperti Mawar masih akan ditemukan.

"Kami kemudian lakukan outreach lebih dalam, dan melakukan koordinasi bersama puskesmas, untuk diberikan pengobatan. Saat ini juga sudah dilakukan pendampingan oleh psikolog," kata Nanis.

Menurut dia, sangat tepat langkah yang diambil Wali Kota Surabaya dengan menutup lokalisasi yang sudah sekian puluh tahun berdiri, walaupun ada pro dan kontra saat penutupan.

"Tujuan utamanya bagaimana supaya anak-anak bisa tumbuh berkembang dengan wajar dan bisa berprestasi, bisa mempunyai masa depan yang cerah untuk bangsa dan negara," Nanis menegaskan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya