Harga Gabah Turun, Petani Banyumas dan Cilacap Tolak Beras Impor

Tengkulak khawatir Banyumas bakal digelontor beras impor yang niscaya menyebabkan harga jatuh.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 06 Feb 2018, 08:31 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2018, 08:31 WIB
Petani di sejumlah daerah di Banyumas dan Cilacap mulai panen. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Petani di sejumlah daerah di Banyumas dan Cilacap mulai panen. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banyumas - Harga beras dan gabah di Kabupaten Banyumas dan Cilacap, Jawa Tengah, turun menyusul dimulainya panen di sejumlah sentra penghasil padi di kawasan ini.

Rencana pemerintah untuk mengimpor beras ditengarai juga menyebabkan turunnya harga gabah dan beras. Pasalnya, pedagang beras khawatir harga akan anjlok jika beras impor sudah mulai didistribusikan ke pasar-pasar.

Harga gabah kering panen (GKP) sebelumnya mencapai Rp 5.600 per kilogram. Saat ini, GKP turun menjadi Rp 5.300-Rp 5.400 per kilogram. Adapun harga gabah kering giling (GKG) turun dari Rp 6.500 per kilogram menjadi Rp 6.200 per kilogram.

Seorang petani penyewa di Jatilawang, Sarikin, mengatakan turunnya harga gabah ini terjadi sejak akhir Januari atau sekitar sepekan lalu. Bagi dia, turunnya harga ini secara langsung berimbas pada menurunnya keuntungan.

Dari lahan 2.800 meter persegi yang digarap saat ini, Sarikin hanya memperoleh keuntungan Rp 900 ribu. Jika harga makin turun, maka keuntungan semakin berkurang.

"Kami hanya menyewa. Kalau sekarang dengan harga Rp 5.500 saja, keuntungan per sepuluhnya saja kami hanya untung Rp 500 ribu," Sarikin menuturkan, Senin, 5 Februari 2018.

Oleh sebab itu, ia pun menolak beras impor masuk ke Banyumas. Pasalnya, petani sudah mulai panen, sehingga dikhawatirkan menyebabkan harga turun drastis.

"Ya, enggak setuju dengan impor itu. Ya itu pasti merugikan petani kecil. Kami, kan, petani pengecer, bukan petani pemilik lahan," dia menegaskan.

Beras Impor, Niscaya Harga Gabah Jatuh

Petani menjemur padi yang baru dipanen. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Petani menjemur padi yang baru dipanen. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Keluhan juga datang dari petani lainnya, Sarkam, yangmerupakan Ketua Gabungan Kelompok Tani Srijaya Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas. Saat ini, petani mulai sulit menjual gabah dengan harga tinggi.

Pasalnya, tengkulak khawatir Banyumas bakal digelontor beras impor yang niscaya menyebabkan harga jatuh. Sebab itu, tengkulak hanya membeli gabah yang benar-benar berkualitas super.

"Sekarang hanya Rp 5.200 itu pun sudah pilih-pilih orang dan pilih-pilih gabah," ucap Sarkam.

Seiring menurunnya harga gabah, harga beras di pasar tradisional Cilacap dan Banyumas pun mulai turun. Tak main-main, harga beras medium jenis IR 64 mencapai Rp 1.000 per kilogram.

Harga Beras Medium Turun Rp 1.000 per Kilogram

Pedagang beras di Pasar Cinangsi Kecamatan Gandrungmangu. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Pedagang beras di Pasar Cinangsi Kecamatan Gandrungmangu. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Seorang pedagang beras dan hasil pertanian di Pasar Cinangsi, Kabupaten Cilacap, Bariyah, menuturkan harga beras medium turun dari Rp 13 ribu per kilogram menjadi Rp 12 ribu per kilogram, atau turun Rp 1.000 per kilogram.

Adapun harga beras campur atau kualitas biasa, turun dari Rp 12 ribu menjadi Rp 11 ribu per kilogram. Beras campur adalah beras hasil penggilingan padi yang dicampur dengan beras Bulog yang dijual oleh konsumen.

Menurut Bariyah, penurunan harga karena mulai stabilnya pasokan gabah dan beras dari sejumlah wilayah Banyumas dan Cilacap yang mulai panen. Namun, ia menyebut harga saat ini masih tinggi.

Harga normal beras medium di pasaran adalah Rp 8.500 hingga Rp 9.000 per kilogram. Harga beras diperkirakan akan normal jika panen raya telah berlangsung, atau sekitar pertengahan Februari hingga Maret 2018 mendatang.

Adapun kestabilan harga akan dipengaruhi oleh harga pembelian oleh pemerintah pada masa serapan gabah dari petani oleh Badan Urusan Logistik (Bulog).

"Harga stabil nanti kalau pemerintah sudah beli. Berapa Bulog membelinya," Bariyah menjelaskan.

Senada dengan Sarikin, Bariyah pun menolak impor beras. Pasalnya, beras impor yang hanya dikuasai oleh sejumlah pedagang besar dan cenderung merusak harga.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya