Liputan6.com, Cilacap - Brekecek pathak jahan telah lama menjadi hidangan istimewa masyarakat Cilacap saat Lebaran. Olahan berbahan dasar kepala ikan laut ini menawarkan cita rasa gurih pedas dengan kuah kental kuning kemerahan.
Mengutip dari laman Pariwisata Indonesia, nama brekecek pathak jahan berasal dari Bahasa Jawa. Kata brekecek merupakan gabungan dari brek (dijatuhkan) dan kecek (dicampur).
Advertisement
Hal ini merujuk pada teknik memasak dengan menceburkan ikan ke dalam bumbu. Sementara pathak jahan berarti kepala ikan jahan, jenis ikan laut yang menjadi bahan utamanya.
Advertisement
Baca Juga
Masyarakat Cilacap percaya, penggunaan bagian kepala ikan memberikan kaldu lebih gurih dan tekstur unik saat disantap. Hidangan ini mengandalkan kesegaran ikan jahan sebagai kunci rasa.
Bumbu halus terdiri dari bawang merah, bawang putih, ketumbar, merica, kemiri, kunyit, jahe, serta cabai merah dan rawit. Bumbu ditumis hingga harum sebelum ditambahkan air dan kepala ikan.
Proses dimulai dengan menumis bumbu halus hingga matang. Air dimasukkan sedikit demi sedikit hingga terbentuk kuah kental.
Kepala ikan segar langsung dicelupkan tanpa digoreng terlebih dahulu, memastikan kaldu alami tercampur sempurna. Daun salam, lengkuas, serai, daun jeruk, dan asam jawa atau belimbing wuluh menjadi penyedap alami.
Kuah brekecek pathak jahan memiliki tekstur kental berwarna kuning kemerahan akibat campuran kunyit dan cabai. Rasa gurih dari kaldu ikan berpadu dengan pedas cabai dan segar asam jawa.
Hidangan ini disajikan panas dengan nasi putih, sering dilengkapi sayuran pendamping. Keunikan utamanya terletak pada cara menyantap.
Penikmat biasanya menyedot bagian kepala ikan untuk menikmati sumsum dan daging lembut di sekitar tulang. Brekecek pathak jahan baru diakui secara resmi sebagai makanan khas Cilacap pada 2014 melalui Surat Keputusan Bupati Nomor 556/501/18.
Selain ikan jahan, brekecek juga bisa dibuat dari ikan laut lain seperti lumadang atau abangan. Bagian badan ikan yang tidak digunakan sering diolah menjadi ikan asin jambal roti. Beberapa versi modern bahkan memakai udang, cumi, atau daging ayam sebagai alternatif.
Penulis: Ade Yofi Faidzun