Liputan6.com, Pekanbaru - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau membentuk panitia khusus (pansus) terkait tingginya harga Pertalite di Bumi Lancang Kuning. Pembentukan pansus ini tengah dibahas dan punya masa kerja selama dua bulan.
"Tengah dibahas di pimpinan dan segera masuk ke Banleg untuk dibahas lagi," kata anggota Komisi III DPRD Riau, Suhardiman Ambi, menjawab demonstrasi yang digelar puluhan mahasiswa dari HMI di DPRD Riau, Rabu (7/2/2018) petang.
Pria dipanggil Datuk ini menyebut harga Pertalite di Riau paling tinggi se-Indonesia. Hal itu juga menjadi keresahan dan selalu dibahas seluruh anggota DPRD yang berkantor di Jalan Jenderal Sudirman itu.
Advertisement
Menurutnya, penetapan pajak tinggi oleh Pemerintah Provinsi Riau membuat harga Pertalite menjadi mahal. Pansus yang dibentuk nantinya berusaha menurunkan pajak untuk menurunkan harga Pertalite.
Baca Juga
"Pansus ini nantinya punya masa kerja selama dua bulan setelah dibentuk," kata Suhardiman.
Tak hanya soal Pertalite, pansus juga akan menyoroti sering hilangnya peredaran Premium di Provinsi Riau, khususnya Kota Pekanbaru.
"Silakan adek-adek mahasiswa kawal kinerja pansus nantinya," ucap Suhardiman.
Mendengar ini, salah satu orator dari HMI Fakultas Hukum Universitas Islam Riau, Angki Meiputra menyatakan akan datang pada April nanti untuk menagih kerja dari pansus yang dibentuk.
"Terhitung dua bulan, berarti pada April nanti kami tagih janji dari dewan," kata Angki.
Kartu Merah
Sebelum menyuarakan persoalan harga Pertalite, puluhan mahasiswa ini menuding adanya kongkalikong antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dan DPRD yang menyebabkan tingginya pajak Pertalite, sehingga harga paling tinggi di Indonesia.
"Riau itu di atasnya minyak dan di bawahnya minyak, kenapa harga Pertalite paling mahal. Kenapa ini bisa terjadi?" tanya Angki.
Sebelum menyorot permasalahan ini, puluhan mahasiswa juga memberikan "kartu merah" kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal itu sebagai bentuk protes dan penolakan mahasiswa terkait rencana impor beras 500 ribu ton.
Selain "kartu merah", mahasiswa juga menyampaikan "salam satu periode" kepada Presiden Jokowi karena dinilai telah gagal mewujudkan program Nawacita yang salah satunya adalah swasembada beras.
"Jokowi telah mengkhianati program Nawacita yang diusungnya sendiri, telah mengkhianati rakyat. Cukup satu periode saja, Jokowi tidak boleh terpilih lagi menjadi presiden," teriak orator tadi.
Advertisement
Stok Beras
Mansur HS, anggota DPRD Riau dari PKS, menyebut rencana impor beras ini juga menjadi kegelisahan pihaknya. Hal ini, menurut dia, bertentangan dengan komitmen pemerintah pada 2017 yang menyatakan tidak ada impor beras pada 2018.
Ia menambahkan, rencana impor beras ini sebagai bukti tidak sinkronnya data dari Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Pertanian. Alhasil, apa yang diproduksi tidak sesuai dengan permintaan di pasar.
"Di Riau sendiri, per tahun membutuhkan 600 ribu ton beras. Namun, Riau hanya bisa memenuhi 32 persen kebutuhan, sisanya diperoleh dari provinsi tetangga," ucap Mansur.
Akan tetapi, Mansur meminta masyarakat Riau tidak khawatir dengan persediaan beras. Tahun ini disebutnya kebutuhan dan stok beras di Riau masih aman.
"Saya sering berkomunikasi dengan Bulog sebagai rekan kerja di komisi, tahun ini masih aman," sebut Mansur.
Usai disambut perwakilan rakyat ini, puluhan mahasiswa membubarkan diri. Begitu juga dengan puluhan polisi dan Satpol PP yang sebelumnya mengawal aksi di depan gerbang DPRD Riau ini.
Saksikan video pilihan berikut ini: