Liputan6.com, Jakarta - Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan berkah dan keutamaan. Pada bulan ini, umat Muslim diberi kesempatan untuk memperbanyak amal ibadah.
Tidak hanya menjalankan kewajiban ibadah puasa, ada banyak amalan sunnah yang dapat dilaksanakan selama bulan Ramadhan, salah satunya adalah Iktikaf.
Advertisement
Baca Juga
I'tikaf dilakukan dengan cara berdiam diri di masjid, dengan melakukan amalan-amalan, berdoa, dan merenung, jauh dari gangguan duniawi. I'tikaf menjadi salah satu cara terbaik untuk fokus beribadah di bulan suci ini.
Memahami kapan waktu terbaik untuk memulai I'tikaf adalah hal yang penting, karena I'tikaf bukan hanya sekadar berdiam di masjid, tetapi bagaimana memaksimalkan waktu dengan ibadah yang berkualitas.
Saksikan Video Pilihan ini:
Waktu Terbaik I’tikaf
Dikutip dari laman muhammadiyah.or.id, i’tikaf sangat dianjurkan dilaksanakan setiap waktu di bulan Ramadan, terutama pada sepuluh hari terakhir. Sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah SAW.
“Dari Ibnu Umar r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw selalu beri‘tikaf pada sepuluh hari yang penghabisan di bulan Ramadan.” (Muttafaq ‘Alaih).
Dalam hadis lain disebutkan: “Bahwa Nabi SAW melakukan i’tikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, (beliau melakukannya) sejak datang di Madinah sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat.” (HR. Muslim).
Terkait durasi I’tikaf, di kalangan ulama berbeda pendapat. Al-Hanafiyah berpendapat bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan pada waktu yang sebentar tapi tidak ditentukan batasan lamanya, sedang menurut al-Malikiyah i’tikaf dilaksanakan dalam waktu minimal satu malam satu hari.
Dengan mempertimbangkan dua pendapat ini, Majelis Tarjih menyimpulkan bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan dalam beberapa waktu tertentu, misal dalam waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam dan seterusnya, dan boleh juga dilaksanakan dalam waktu sehari semalam (24 jam).
Advertisement
Tempat I’tikaf
Di dalam QS. Al-Baqarah ayat 187 dijelaskan bahwa i’tikaf dilaksanakan di masjid. Di kalangan para ulama ada pebedaan pendapat tentang masjid yang dapat digunakan untuk pelaksanaan i’tikaf, apakah masjid jami’ atau masjid lainnya.
Sebagian berpendapat bahwa masjid yang dapat dipakai untuk pelaksanaan i’tikaf adalah masjid yang memiliki imam dan muadzin khusus, baik masjid tersebut digunakan untuk pelaksanaan salat lima waktu atau tidak. Hal ini sebagaimana dipegang oleh al-Hanafiyah (ulama Hanafi).
Sedang pendapat yang lain mengatakan bahwa i’tikaf hanya dapat dilaksanakan di masjid yang biasa dipakai untuk melaksanakan sholat jamaah. Pendapat ini dipegang oleh al-Hanabilah (ulama Hambali).
Menurut Majelis Tarjih, masjid yang dapat dipakai untuk melaksanakan i’tikaf sangat diutamakan masjid jami atau masjid yang biasa digunakan untuk melaksanakan sholat Jum’at, dan tidak mengapa i’tikaf dilaksanakan di masjid biasa.
