KM Sinar Bangun Berada di Kaldera Purba yang Meletus 500 Ribu Tahun Lalu

Bangkai KM Sinar Bangun berada di Kaldera Haranggaol, lokasi dasar Danau Toba, Sumatera Utara, yang terdalam.

diperbarui 29 Jun 2018, 17:02 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2018, 17:02 WIB
KM Sinar Bangun tenggelam di Danau Toba
Warga menyaksikan kapal yang digunakan Tim SAR Gabungan untuk mengevakuasi KM Sinar Bangun yang tenggelam di Danau Toba. (Prayugo Utomo/JawaPos.com)

Medan - Bangkai KM Sinar Bangun ditemukan. Namun, hingga kini, tim SAR gabungan masih memikirkan cara bagaimana pengangkatan bangkai kapal dan beberapa korban yang diketahui berada di dasar Danau Toba, Sumatera Utara.

Geolog Gagarin Sembiring menjelaskan, KM Sinar Bangun tenggelam di Kaldera Haranggaol yang meledak 500 ribu tahun lampau. Kaldera Haranggaol menjadi lokasi Danau Toba yang terdalam. Letaknya di sebelah utara Danau Toba.

Menurut beberapa penelitian, Gunung Toba memang mengalami tiga kali erupsi yang cukup besar. Pertama, terjadi sekitar 850 ribu tahun lalu dan menghasilkan Kaldera Porsea. Letusan ini membentuk kawah yang terletak di kawasan Porsea dan Sibaganding, tepatnya di utara Danau Toba.

Letusan kedua terjadi pada 500 ribu tahun silam dan membentuk Kaldera Haranggaol. Selanjutnya, letusan ketiga adalah yang terdahsyat. Terjadi sekitar sekitar 74 ribu tahun silam. Besarnya material yang dimuntahkan menghasilkan Kaldera Toba. Letusan itu pun dikenal sebagai Super Volcano.

Hasil penelitian terakhir yang dilakukan perguruan tinggi di Amerika Serikat, kedalaman Danau Toba mencapai 500 meter hingga lebih. "Posisi dari kecelakaan (KM Sinar Bangun) ini di Kaldera Haranggaol. Itu termasuk yang terdalam," ucap Gagarin, dikutip JawaPos.com, Jumat (29/6/2018).

Baca berita menarik dari JawaPos.com lain di sini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Jasad Korban Butuh Waktu Naik ke Permukaan Danau

KM Sinar Bangun tenggelam di Danau Toba
Keluarga Korban KM Sinar Bangun yang tenggelam di Danau Toba, memanjatkan doa agar proses evakuasi bisa berlangsung cepat. (Prayugo Utomo/JawaPos.com)

Gagarin yang juga Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia Pengurus Daerah Sumut menambahkan, kecelakaan KM Sinar Bangun terjadi bukan karena faktor karakteristik Danau Toba, melainkan karena human error dan meteorologi.

Dengan kedalaman seperti itu, jasad dan bangkai KM Sinar Bangun juga membutuhkan waktu hingga sampai ke dasar, meskipun dalam keadaan tanpa arus. Alhasil, jasad butuh waktu untuk naik ke atas permukaan air.

"Kami enggak bisa berharap itu bisa ditemukan di atas. Ini bisa dijadikan pertimbangan. Kami juga belum pernah melakukan simulasi berapa kecepatan turunnya dan naiknya, sehingga kami tidak bisa perkirakan sekian hari baru di permukaan," ia menerangkan.

"Belum kami bicara hipotesis yang lain, kalau sebenarnya dia (kapal) kebetulan di dasar yang miring belum yang terdalam dan meluncur ke bawah. Serta menyebabkan arus turbidit (turbiditas) serta lumpur di permukaan itu. Mungkin di bawah sudah tercampur lumpur," imbuh Gagarin.

Pencarian KM Sinar Bangun sudah memasuki hari ke-12 setelah dua kali perpanjangan. Jasad korban dan bangkai kapal sudah ditemukan di kedalaman 450 meter. Alat Remotely Operated Vehicle (ROV) atau robot bawah air menunjukkan visual dasar permukaan danau berupa lumpur.

Tim SAR gabungan masih memikirkan cara bagaimana mengangkat bangkai kapal ke permukaan. Apalagi, dugaan mereka banyak jasad yang masih terjebak di dalam kapal.

Para keluarga korban KM Sinar Bangun pun menaruh harapan besar kepada Tim SAR Gabungan yang melakukan evakuasi. Beberapa di antaranya masih menunggu sejak hari pertama. Mereka menunggu kabar baik dari Tim SAR Gabungan.

 

Bangkai KM Sinar Bangun Kemungkinan Tak Diangkat

KM Sinar Bangun tenggelam di Danau Toba
Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Muhammad memperlihatkan gambar jasad diduga penumpang KM Sinar Bangun yang tertangkap oleh ROV atau robot bawah air. (Reyn Gloria/JawaPos.com)

Evakuasi KM Sinar Bangun memasuki hari ke-12. Setelah menemukan objek yang diduga bangkai kapal, jasad, dan sepeda motor, Tim SAR Gabungan masih kebingungan untuk melakukan pengangkatan.

Dari hasil identifikasi alat Remotely Operated Underwater Vehicle (ROV) atau robot bawah air, objek diduga KM Sinar Bangun ada di kedalaman 450 meter. Segala cara sudah dilakukan dan belum menunjukkan hasil signifikan.

"Itu yang menjadi rapat kami hari ini. Kami sudah menemukan target. Tapi ada permasalahan kembali setelah ditemukannya objek untuk pengangkatan. Kami sudah berunding dengan pemkab dan keluarga korban. Jadi ini masih rencana, apakah ini akan dilakukan pengangkatan atau tabur bunga dan mendoakan korban. Ini ada dua opsi," ujar Kepala Kantor SAR Medan, Budiawan, Jumat ini, dikutip JawaPos.com.

Dua pilihan itu akan kembali dirundingkan dengan pemerintah, Basarnas, dan keluarga korban. Itu karena untuk pengangkatan bisa memakan waktu yang cukup lama.

Dalam operasi SAR, ketika objek ditemukan maka akan dilakukan evakuasi. Namun, kedalaman tetap menjadi kendala. Belum ada alat yang bisa masuk ke dalam dan melakukan pengangkatan.

Sama seperti yang dikatakan Kepala Basarnas Marsekal Madya M Syaugi, beberapa waktu lalu. "Kami harus pikir matang-matang soal keselamatan, bagaimana kami bisa menolong objek ini bisa terangkat," tuturnya.

Dalam operasi hari ke-12, tim masih mengandalkan alat ROV dan dua pukat harimau yang di-install ke KMP Sumut I dan Sumut II. "Sekarang target dua aja. Pertama untuk target menemukan korban dan untuk pemantauan dari udara," ulasnya.

Hingga saat ini, baru 27 korban yang dievakuasi. Tiga korban di antaranya meninggal dunia. Sedangkan 164 orang lagi diduga ikut tenggelam bersama kapal. Kasus karamnya KM Sinar Bangun juga menyeret lima orang menjadi tersangka. Satu orang nakhoda dan empat petugas Dishub Samosir, termasuk kepala dinasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya