Kisah Bayi Penawar Duka Kakek Nenek Keluarga Korban Tragedi Danau Toba

Bayi tersebut menjadi satu-satunya anggota keluarga yang selamat dalam tenggelamnya KM Sinar Bangun di perairan Danau Toba.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Jul 2018, 12:02 WIB
Diterbitkan 04 Jul 2018, 12:02 WIB
banner  riwayat kecelakaan di Danau Toba
banner riwayat kecelakaan di Danau Toba (Liputan6.com/Triyasni)

Liputan6.com, Simalungun - Cuaca di sekitaran Pelabuhan Tigaras, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, tempat lokasi karamnya KM Sinar Bangun itu cerah pada Selasa, 3 Juli 2018. Danau Toba tetap menampilkan keindahannya.

Keluarga per keluarga, bahkan dalam kelompok besar, meramaikan perbukitan di sekitarnya. Mengisi kursi-kursi plastik yang telah disiapkan di bawah tenda.

Tumpukan bunga dalam kemasan kantong plastik kecil berjajaran di meja. Ada juga dalam bentuk rangkaian, ikatan sejumlah tangkai. Bunga ini untuk ditabur di perairan Danau Toba.

Di sudut lain, sejumlah buku Yasin disediakan. Sajadah dibentangkan di atas tikar, juga ada tempat berwudu, persiapan untuk menunaikan salat Gaib.

Dikutip dari Antara, Pemerintah Kabupaten Simalungun yang punya hajatan. Ritual keagamaan, Islam dan Kristen, memanjatkan doa untuk ketenangan arwah dan ketabahan bagi keluarga yang ditinggalkan.

Di tengah keluarga korban Alif Septian asik mengisap jari tangannya di mulut dalam gendongan. Lebih suka dari kompeng. Ketika dilepas, dimasukkan lagi. Dilepas lagi, kedua tangannya bereaksi. Seakan protes.

Tingkah lucu bayi yang masih berusia menjelang 7 bulan itu menjadi perhatian dan membuat gemas orang yang melihatnya. Gemas yang diwarnai haru mendalam atas nasib yang menimpa kedua orangtuanya, khususnya kakek dan neneknya, Muhammad Saleh (51) dan Muntia (50).

Ayah Alif, Donni Septian (28), dan ibundanya Airinsyah (29), dua dari 164 penumpang KM Sinar Bangun 6 yang belum ditemukan saat tenggelam di perairan Danau Toba, Senin, 18 Juni 2018, pukul 17.10 WIB.

Duka Saleh dan Muntia makin mendalam karena adik Donni, Juriko (23) bersama istrinya Suyeni (21), dan anaknya Riki Dirgantara (3) turut dalam musibah memilukan itu. Dua bersaudara itu sedang pergi berlibur merayakan Lebaran 2018 ke Kabupaten Samosir, bersama kerabatnya berjumlah enam orang.

Malang, KM Sinar Bangun 6 yang ditumpangi dari Pelabuhan Simanindo Samosir menuju Pelabuhan Tiga Ras Simalungun terbalik dan tenggelam menjelang 1 mil dari tujuan. Pemerintah melalui Basarnas dan instansi lainnya dengan peralatan berteknologi tinggi bergabung melakukan upaya pencarian dan pertolongan.

Sampai hari ke-14 yang menjadi akhir pencarian di Danau Toba, mereka belum ditemukan. Bukan mereka saja, ada 158 penumpang lainnya yang bernasib sama.

Atas kuasa Allah, ada 18 penumpang yang selamat. Begitu pula nakhoda dan dua anak kapal tersebut. Tiga penumpang lainnya ditemukan telah meninggal.

 

 

 

 

Sempat Tak Percaya

KM Sinar Bangun tenggelam di Danau Toba
Keluarga Korban KM Sinar Bangun yang tenggelam di Danau Toba, memanjatkan doa agar proses evakuasi bisa berlangsung cepat. (Prayugo Utomo/JawaPos.com)

Pasangan suami istri, warga Huta (Kampung) Manik Huluan, Nagori (Desa) Sait Buttu Saribu, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara itu, syok.

Mereka awalnya tidak mampu menerima kenyataan pahit yang menyedihkan itu, bahkan mempertanyakan ketetapan yang telah terjadi pada anaknya dan diri mereka kepada Allah.

Garis keturunan mereka nyaris habis. "Hanya tinggal si Alif ini," sebutnya lirih.

Mereka juga mengaku sering menitikkan air mata saat memandang cucunya yang sedang tidur pulas, terharu dengan ketidakrewelannya dan nasibnya kelak.

Saleh mengaku masih merasakan adanya beban berat bila Alif nantinya menanyakan keberadaan orang tuanya dan reaksi dari cucu semata wayangnya itu. Sekarang ini, Alif menjadi penghibur duka. Entah bagaimana perasaannya kelak ketika sudah besar.

Syukur, dalam kesedihan itu, sanak keluarga dan tetangga memberikan semangat dan penghiburan, mengingatkan akan kuasa Allah yang telah menjalankan takdir atas diri hamba-Nya.

Harapan baru juga datang, saat Bupati Simalungun J.R. Saragih berkunjung ke rumah dan berjanji memberikan bantuan biaya untuk Alif sebesar Rp 1 juta setiap bulan dari anggaran pemerintah.

"Alif menjadi anak Pemkab Simalungun, dan biaya tetap berjalan selama saya menjabat sebagai bupati," kata J.R. Saragih.

Untuk memberikan semangat baru bagi pasangan Saleh dan Muntia, Bupati menyerahkan uang Rp50 juta untuk pembuatan balai pertemuan desa mengabadikan nama Alif.

Tragedi ke-7

Doa Keluarga Korban Kapal Tenggelam di Danau Toba
Keluarga dan warga berdoa untuk penumpang yang hilang dari kecelakaan KM Sinar Bangun di Danau Toba di Pelabuhan Tigaras, Sumut, Indonesia (21/6). Kapal kayu ini memiliki kemampuan mengangkut 43-80 diduga kelebihan penumpang. (AFP Photo/Ivan Damanik)

Tenggelamnya kapal penumpang kayu itu merupakan tragedi bagi Pemerintah, keluarga korban, dan elemen masyarakat dari Kabupaten Simalungun, Batubara, Kisaran, Labuhan Batu Selatan, Kota Pematangsiantar, Binjai, Aceh Tamiang, dan Pekanbaru Riau.

Anggota keluarga dari daerah-daerah itu terdata sebagai penumpang KM Sinar Bangun yang ingin kembali ke rumah masing-masing usai menikmati liburan di Samosir "Negeri Indah Kepingan Surga".

"Sedikitnya 84 warga kami ada di dalam kapal tersebut," kata Bupati Simalungun.

Pemerintah Kabupaten akan berkoordinasi dengan PT Jasa Raharja, Kementerian Sosial untuk pensegeraan pembayaran klaim asuransi dan dana santunan, termasuk dari pemerintah setempat.

Pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten se-kawasan Danau Toba bertekad membenahi, menata, mengatur, serta menerapkan aturan tegas angkutan air demi keselamatan penumpang, supaya tragedi tidak terulang kembali kejadian yang sama.

Terhitung ada tujuh tragedi tenggelamnya kapal motor di perairan Danau Toba. Pada 1955 meninggal 55 orang, 1986 (empat pelajar), 1987 (23 orang), 1997 (70 orang), 2013 (empat hilang), 2016 (dua luka parah), dan 2018 (tiga meninggal, 164 hilang).

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya