Nanggok Ikan Tapah di Kabut Asap Sambil Mengingat Fungsi Penting Parit

Kemunculan ikan Tapah bisa menjadi indikator baik buruknya ekologis. Kabut asap tahun ini ikut mewarnai tradisi nanggok ikan Tapah.

oleh Aceng Mukaram diperbarui 21 Agu 2018, 07:30 WIB
Diterbitkan 21 Agu 2018, 07:30 WIB
Tradisi Panen Ikan Mas di Ceko
Nelayan memilah ikan mas hasil tangkapan saat panen ikan secara tradisional di kolam Horusicky, dekat kota Veseli nad Luznici, Republik Ceko, 24 Oktober 2017. (AP Photo/Petr David Josek)

Liputan6.com, Pontianak - Pukul 03.00 Wita, Syamhudi sudah bangun. Usai membasuh muka, pria berumur 40 tahun ini membuka jendela rumahnya. Pekatnya kabut asap adalah pemandangan pertama saat ia bangun tidur. 

Sudah tiga pekan ini kabut asap menyelimuti daerah Kalimantan Barat. Malah di Kota Pontianak, kepulan asap bisa ditemui pagi, malam, hingga dini hari. Namun, Syamhudi tetap ke masjid menunaikan salat subuh. Pulang dari masjid, ia menuju parit Nenas.

Lokasinya berada di Kelurahan Siantan Hulu, Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak. Ada tradisi yang biasa dilakukan setiap Agustus atau jelang masuk musim penghujan, yakni tradisi nanggok (memanen) ikan Tapah. Pelaksanaan tradisi kali ini tetap juga dilakukan di tengah kabut asap. 

"Di sini ada tradisi nanggok ikan tapah. Di saat air agak mengering. Tapah, sepat siam, betok, gabus (ruan). Itu nama-nama yang berarti sama," Syamhudi mengawali ceritanya, Senin, 20 Agustus 2018.

Menurutnya, musim kemarau akan menunjukkan siklus ekologi berfungsi baik atau tidak. Korelasi gambut dan parit sangat kental, baik kebijakan maupun terapannya. Parit Nenas merupakan parit penghubung dan sebagai akses terdekat yang terkoneksi dari parit tengah, parit Jawa, dan Sungai Malaya.

Syamhudi menyebutkan, ada pantangan bagi warga yang ikut tradisi nanggok ikan Tapah. Pada saat-saat tertentu, di Parit Nenas musim ikan tapah "ngempas telok". Saat itu, ikan tapah bermunculan dan mudah ditangkap dengan alat tangkap.

"Tapi, tidak boleh menangkap dengan tombak atau senjata tajam lainnya. Kalau dilanggar, ikan tapah seketika menghilang," kata Syamhudi.

Menurut Syamhudi, Parit Nenas adalah daya hidup kota Pontianak. Kota ini berposisi di bawah permukaan air laut.

Parit Nenas dibuka secara swadaya masyarakat pada 1960-an. Tujuannya untuk mempersingkat jalur trasportasi dengan sampan. Awalnya, parit ini berair bening dan endemik ikan tapah. Tentu saja, saat itu air bisa dikonsumsi.

"Korelasi ekologisnya, parit kota terhubung langsung dengan gambut dan Sungai Kapuas. Sehingga saat ada ketidakberesan, maka keseimbangan ekologi akan terganggu. Dan kali ini kabut asap masih menjadi gangguan. Akankah berdampak pada siklus ekologis? Kita lihat nanti," kata Syamhudi.

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

Upacara Sebagai Pengingat

Upacara di Atas Parit
Sebagai pengingat akan pentingnya menjaga parit, gambut dan instrumen ekologi lainnya yang terhubung. (foto: Liputan6.com / Raden AMP)

Syamhudi menuturkan, memperingati HUT ke-73 RI, digelar upacara bendera di Parit Nenas. Kini, banyak warga yang menyebut Bentasan. Di Taman Bentasan inilah pengibaran bendera pertama kali dilakukan pada 2017. 

Pemilihan lokasi ini agar masyarakat tak lupa pentingnya menjaga parit, gambut, dan instrumen ekologi lainnya yang terhubung. Tiang bendera pun tertanam di atas parit yang memiliki kedalaman 4 meter.

Murid SD, SMP, SMA, dan masyarakat sekitar menjadi peserta. Camat Pontianak Utara, Aulia Chandra menjadi inspektur upacara. Semua bermuara pada satu tujuan, menjaga dan merawat parit dan gambut yang ada.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya