Liputan6.com, Aceh Barat - Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Aceh Barat mengeluarkan imbauan berisi larangan merayakan malam pergantian tahun Masehi. Alasan yang dipertimbangkan karena bertentangan dengan budaya dan kearifan lokal di Aceh.
Dalam lembar imbauan yang diterima Liputan6.com, Rabu, 19 Desember 2018 malam, terdapat beberapa poin yang tidak boleh dilakukan masyarakat pada malam pergantian tahun Masehi 2019, seperti menjual dan membakar petasan, meniup terompet, dan menggelar acara seperti karaoke, festival, dan sebagainya.
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, masyarakat yang beragama Islam tidak ikut merayakan Natal yang diperingati pada 25 Desember nanti. Dalam lembar imbauan ditandatangani oleh Bupati Aceh Barat, kapolres, dandim, kejari, ketua pengadilan, majelis permusyawaratan ulama (MPU), serta majelias adat aceh (MAA) itu, masyarakat yang beragama Islam diimbau untuk beribadah daripada ikut merayakan malam tahun baru.
Menurut Bupati Aceh Barat, Ramli, imbauan yang sudah disebarluaskan itu dimaksudkan agar kaum muslimin di Aceh Barat tidak terjerumus oleh budaya yang bukan produk Islam. Saat ini, ucap dia, razia penjual mercon dan kembang api getol dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan pada malam pergantian tahun nanti.
"Ini untuk menerapkan syariat Islam secara lebih baik dan menyeluruh, khususnya kepada umat Islam. Bagi umat nonmuslim, juga harus menghargai umat muslim. Sehingga toleransi antarumat beragama akan semakin lebih baik dan harmonis," kata Ramli saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 19 Desember 2018 malam.
Seruan yang sama dikeluarkan oleh Forkopimda Pemerintah Kota Banda Aceh. Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman, mengatakan pemerintah ingin melewati malam pergantian tahun Masehi 2019 dengan zero perayaan malam tahun baru. Alasannya, sama seperti yang berlaku di Kabupaten Aceh Barat.
Â
Â
Kontra Larangan
Sementara itu, seorang warga setempat, Desti (28), menilai imbauan Forkopimda Kabupaten Aceh Barat dan Banda Aceh itu berlebihan dan hanya akan mendistorsi suasana toleransi antarumat beragama, serta seolah mendiskreditkan kelompok tertentu.
Bagi Desti, selama tahun baru dirayakan tanpa anasir ideologis dan cenderung menjadi ajang rekreatif, maka tidak mesti ada imbauan melarang merayakannya. Selain itu, lanjutnya, selama ini mayoritas warga di Aceh menggunakan kalender Masehi sebagai patokan dalam beraktivitas. Hal ini, dianggap tidak logis, ketika merayakan malam pergantian tahun dilarang.
"Apa salahnya merayakan? Hanya sekadar melepas penat ujung tahun, kan. Bagi saya pribadi, saya juga muslim, saya tetap merayakannya, dengan cara saya. Ini kan perihal rekreasi psikis kita yang penuh oleh ribuan kerjaan di kepala kita. Nah, kita ingin melepasnya di akhir tahun, kok tidak boleh? Sekadar ngumpul minum kopi juga tidak boleh?" ujarnya.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement