Warga Garut Terdampak Reaktivasi Rel Kereta Minta Pemindahan Jalur

Di tengah proses reaktivasi rel kereta api Cibatu-Garut, Jawa Barat, sebagian warga terdampak yang berada di bantaran rel meminta agar jalur reaktivasi diubah untuk menghindari pemukiman penduduk.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 07 Feb 2019, 09:02 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2019, 09:02 WIB
Alimuddin, Sekretaris Paguyuban Masyarakat Bantaran Rel Kereta Api Garut
Alimuddin, Sekretaris Paguyuban Masyarakat Bantaran Rel Kereta Api Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Di tengah proses reaktivasi rel kereta api Cibatu-Garut Kota yang dilakukan pemerintah pusat, Paguyuban Masyarakat Bantaran Rel Kereta Api Garut, Jawa Barat, justru masih mempersoalkan keseriusan Gubernur Jawa Barat untuk menyediakan lahan relokasi bagi mereka.

Alimuddin, Sekretaris Paguyuban Masyarakat Bantaran Rel Kereta Api Garut mengatakan, dalam proses pendataan dan pembayaran sejulah uang kerohiman bagi masyarakat, lembaganya meminta Bupati Garut menjembatani pertemuan warga dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. "Ada dua tuntutan kami yang kami perjuangkan," ujar dia, Senin, 4 Februari 2019.

Menurutnya, secara prinsip masyarakat tidak menolak adanya reaktivasi rel kereta, tetapi warga terdampak meminta kepada Provinsi Jawa Barat untuk memberikan solusi. "Yang saya dengar Pak Gubernur enggan menemui karena kami menolak, intinya kami tidak menolak," kata dia.

Ada dua poin yang akan diperjuangkan saat audiensi dengan orang nomor satu di Provinsi Jawa Barat tersebut, yakni pemindahan jalur reaktivasi rel untuk menjauhi daerah padat penduduk. "Masyarakat bisa meminta negara, sebab itu dijamin di UUD, bahwa masyarakat harus diberi hunian layak," ujar dia.

Kedua, buatkan masterplan atau lahan relokasi bagi warga terdampak, agar mendapatkan ganti rugi yang layak dari pemerintah. "Minimal seperti dibuatkan rumah tapak atau apa, jangan asal bongkar, warga sebenarnya siap mencicil rumah jika disediakan," ujarnya.

Melalui pendekatan birokrasi yang dijembatani Bupati Garut, masyarakat terdampak, ujar dia, berharap ada perhatian serius dari provinsi Jawa Barat . "Secara prinsip kami tidak menolak, namun harus ada solusi yang menyeluruh bagi warga terdampak, mereka telah puluhan tahun menempati bantaran rel," katanya.

Saat disunggung soal status tanah milik PT KAI, ia menegaskan jika tanah yang ditempati puluhan tahun oleh warga terdampak selama ini, merupakan tanah negara yang bisa ditempati dengan mekanisme pengajuan. "Posisi PT KAI dengan kita sama, sama-sama bisa mengajukan pemanfaatan tanah itu, hanya mereka (PT KAI) BUMN, lebih prioritas," katanya.

Cucu Kurniadin, salah satu tokoh warga terdampak reaktivasi rel kereta Garut di sekitar Suci Kaler menambahkan, akibat tidak adanya kejelasan soal tanggung jawab provinsi Jawa Barat, hingga kini masih ada 10 orang pemilik rumah di sekitar Suci yang enggan menandatangani perpindahan. "Intinya mereka meminta kejelasan dulu solusi apa dari pemerintah," kata dia.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Permintaan Warga Sulit Terealisasi

Spanduk penolakan warga terhadap program reaktivasi kereta api oleh pemerintah
Spanduk penolakan warga terhadap program reaktivasi kereta api oleh pemerintah (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Sementara itu, juru bicara PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 2 Bandung, Joni Martinus menyatakan, sesuai dengan intruksi dan penugasan dari pemerintah pusat mengenai proses reaktivasi rel kereta. Lembaganya saat ini tengah fokus melakukan pendataan, termasuk pembayaran uang kerohiman.

"Soal kontruksi rel nanti setelah lahan siap, intinya Alhamdulillah banyak warga yang sudah membongkar sendiri bangunannya," ujar dia.

Menurutnya, permintaan untuk membuat jalur trek baru sulit terwujud, selain bakal menimbulkan pembengkakan anggaran, juga dampak sosial yang ditimbulkan bakal lebih besar bagi masyarakat Garut.

"Kecuali paguyuban itu yang mau biayai silahkan, kita hanya mereaktivasi jalur yang sudah ada dan itu pun di tanah kita sendiri," ujar dia menegaskan.

Proses reaktivasi dengan menghidupkan jalur yang sudah ada, ujar dia, merupakan hasil dari studi kelayakan pemerintah, sehingga dampak yang ditimbulkan hanya berkisar bagi mereka yang selama ini mendiami lahan milik PT KAI. "Sekali lagi mohon masyarakat mendukungnya, apalagi kita pun memberikan bantuan uang kerohiman," kata dia.

Bahkan, sejak kedatangan Presiden Joko Widodo pertengahan bulan lalu, lembaganya memiliki banyak dokumen pendukung seperti video testimoni warga, kemudian harapan warga Garut yang berharap adanya reaktivasi itu segera terwujud. "Intinya sebagian besar justru mendukung, hanya segelintir saja yang menolak," kata dia.

Joni memiliki bukti banyaknya warga terdampak reaktivasi, yang justru mendukung upaya pengaktifan rel tersebut oleh pemerintah. Warga terdampak, lanjut dia, justru sadar telah menempati lahan kereta api sekian puluh tahun tidak pungut biaya. "Kalaupun ada sekelompok orang yang menolak justru kita harus dilihat alasannya apa dulu," ujar dia menegaskan.

Seperti diketahui, reaktivasi jalur kereta api Garut tahap pertama sepanjang 19,8 kilometer dari Cibatu hingga Garut Kota, merupakan reaktivasi pertama yang dilakukan pemerintah di pulau Jawa. Selain menghindari kemacetan lalu lintas yang semakin kentara, juga mampu menghidupkan ekonomi masyarakat terutama sektor pariwisata dan sektor lainnya ekonomi masyarakat.  

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya