Liputan6.com, Makassar - Hingga saat ini pihak kepolisian telah memeriksa banyak saksi dalam kasus penganiayaan senior terhadap juniornya yang terjadi di Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar. Dari pemeriksaan itu polisi memastikan bahwa pelakunya hanya satu orang.
Sedikitnya sudah 22 orang saksi yang diperiksa oleh Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Makassar. Para saksi yang diperiksa itu terdiri dari taruna, pengasuh hingga pihak pengajar dari ATKP Makassar.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan saksi-saksi, para Saksi menerangkan bahwa pelaku melakukan tindakan tersebut seorang diri," kata Kasat Reskrim Polrestabes Makassar, Kompol Ujang Darmawan Hadi Saputra kepada Liputan6.com, Kamis (7/2/2019).
Advertisement
Baca Juga
Dari hasil keterangan saksi itu, Ujang memastikan bahwa tidak akan ada tersangka baru dalam kasus ini. "Dan tidak ada tersangka baru," imbuhnya.
Terpisah, ayah Aldama, Daniel Pongkala mengatakan bahwa dirinya tidak percaya jika anaknya dianiaya oleh satu orang seniornya saja. Apalagi, kata Anggota TNI AU berpangkat Pembantu Letnan Dua (Pelda) itu, anak tunggalnya adalah seorang atlet karate.
"Saya yakin lebih dari satu orang yang pukul. Kalau hanya satu orang yang pukul dia kuat, dia atlet karate," kata Daniel, Rabu, 6 Februari 2019 kemarin.
Daniel juga menyebut bahwa sikap taubat seharusnya tidak boleh ada di dunia pendidikan. Ia pun merasa bahwa pengawasan di asrama ATKP oleh pihak kampus itu sangat kurang.
"Sikap seperti itu tidak boleh ada di kampus dan mereka bukan militer, saya rasa pengawasan itu kurang, dan di saat anak saya dipukul kemana pelatihnya dan seandainya ada pengawasan tidak sampai di sini korban anak saya, " jelasnya.
Saksikan video pilihan menarik berikut:
Kronologi Penganiayaan
Sebelumnya, Nyawa Aldama Putra Pangkolan tak tertolong. Taruna Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar, Sulawesi Selatan ini tewas dengan luka lebam di sekujur tubuhnya pada Minggu (3/2/2019) malam.Â
Daniel Pongkala, Ayah Aldama kaget setelah mendapat kabar bahwa putranya sedang dirawat intensif di Rumah Sakit Sayang Rakyat. Ia ditelepon oleh seorang anggota TNI Angkatan Udara yang juga menjadi pengasuh di ATKP Makassar.
“Saya ditelepon jam sebelas malam. Awalnya cuma diberi tahu kalau anak saya jatuh. Saya langsung ke Rumah Sakit, diperjalanan saya pikir mungkin jatuhnya parah sampai harus masuk Rumah Sakit," kata Daniel saat ditemui di rumah duka, Jalan Leo Wattimna, Kompleks TNI AU, Lanud Sultan Hasanuddin, Kabupaten Maros, Selasa (5/2/2019)Â
Setibanya di Rumah Sakit Sayang Rakyat, Daniel langsung dipeluk oleh pengasuh ATKP Makassar yang meneleponnya tadi. Pengasuh itu memberitahukan kalau Aldama telah tiada setelah terjatuh di kamar mandi.
"Saya pun langsung menuju ke kamar jenazah untuk melihat anak saya," ucap Daniel.
Saat melihat jenazah putra tunggalnya itu, Daniel merasa janggal. Ia ragu kalau anaknya meninggal karena terjatuh dari kamar mandi setelah melihat ada banyak luka memar di tubuh anaknya itu.
"Saya periksa semua badannya, ada luka-luka di kepalanya, jidatnya, sama memar di perut dan tangannya. Saya berfikir tidak wajar kematian anak saya. Namun pihak ATKP mengatakan anak saya jatuh di kamar mandi," ungkapnya.
Karena curiga, Daniel pun melaporkan apa yang dialami anaknya itu ke Polisi. Kejanggalan yang dirasakan Daniel semakin kuat setelah ia melihat hasil visum dokter terhadap tubuh anaknya.
"Hasil visum terbukti ada tindakan penganiayaan," ucapnya.
Advertisement
Rusdy Jadi Tersangka
Polisi pun bergerak cepat untuk melakukan penyelidikan dan memeriksa saksi-saksi yang berada di ATKP Makassar. Pihak kampus hingga para senior Aldama di interogasi untuk mengungkap kematian taruna tingkat satu itu.
Benar saja, polisi memastikan bahwa satu orang senior Aldama ternyata telah menganiaya pemuda 19 tahun hingga meregang nyawa.
"Korban meninggal dunia akibat dianiayai oleh seniornya, Muhammad Rusdi alias Rusdi (21) yang merupakan angakatan kedua di ATKP Makassar," ucap Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Wahyu Dwi Ariwibowo, saat konferensi pers di Mapolrestabes Makassar, Selasa (5/2/2019) sore.
Rusdi menganiaya Aldama karena juniornya itu melakukan pelanggaran disiplin. Aldama kedapatan masuk kampus menggunakan sepeda motor tapi tidak menggunakan helm.
"Aldama ijin bermalam diluar dan sewaktu pulang ke kampus, ia mengendarai sepeda motor dan tidak memakai helm. Dan saat itu, dilihat oleh senior-seniornya," terang Wahyu.
Saat itu, Aldama pun langsung dipanggil oleh senior-seniornya dan kemudian diarahkan untuk masuk ke dalam asrama Alfa Barak atau kamar Bravo 6 dengan maksud untuk menghadap. Sesampainya di dalam ruangan, Aldama langsung diperintahkan melakukan sikap sujud taubat.
"Sikap taubatnya itu berupa, kedua kaki dilebarkan, badan membungkuk ke depan dan kepala sebagai tumpuhan ke lantai. Kedua tangan berada di pinggang belakang. Kemudian, sang senior melakukan tindakan fisik," jelas Wahyu.
Setelah Aldama melakukan sikap taubat itu, Rusdi pun mulai menganiaya adik tingkatnya itu, ia beberapa kali memukul dada Aldama, hingga akhirnya Aldama tumbang dan pingsan. Rusdi dan teman-temannya pun panik, Aldama kemudian berusaha diberikan pertolongan pertama.
"Para senior ini panik, mereka berusaha menolong  dengan memberikan nafas buatan dan memberikan minyak kayu putih. Sempat ditolong pihak Poliklinik kemudian dibawa ke RS Sayang Rakyat. Namun nyawa korban tidak terselamatkan," Wahyu menjelaskan.
Dan atas perbuatan Rusdi dijerat dengan pasal 338 KUHP dan atau 351 ayat (3) KUHP. Ia diancam hukuman 7 tahun dan maksimal 15 tahun penjara. Sementara Aldama kini telah dimakamkan di Kompleks TNI AU Maros.