Makna Selamatan Puser Bumi di Puncak Gunung Tidar

Satu gunungan besar yang diberi nama gunungan "umbul donga" berisi tempelan-tempelan kertas berupa permohonan dan harapan para peserta kepada Tuhan YME.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Mar 2019, 22:02 WIB
Diterbitkan 24 Mar 2019, 22:02 WIB
Puncak Gunung Bromo
Wisatawan dan anggota suku Tengger mendaki Gunung Bromo saat Festival Yadnya Kasada di Probolinggo, Jawa Timur (10/7). Warga Tengger melakukan ritual lempar hasil bumi sebagai wujud syukur pada Sang Hyang Widi. (AFP Photo/Juni Kriswanto)

Liputan6.com, Magelang - Ratusan warga Kota dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah menggelar selamatan puser bumi di puncak Gunung Tidar, untuk merawat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia di tengah perbedaan yang meruncing menjelang Pemilu 2019.

Dalam doa bersama yang dihadiri Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito, dan Bupati Magelang Zainal Arifin tersebut juga dibawa puluhan nasi tumpeng beserta ingkung dan dua gunungan kecil yang berisi sayuran.

Selain itu, satu gunungan besar yang diberi nama gunungan "umbul donga" berisi tempelan-tempelan kertas berupa permohonan dan harapan para peserta kepada Tuhan YME.

Kegiatan tersebut diawali dengan mengucurkan air kendi di pakuning bumi yang berada di puncak Gunung Tidar yang dilakukan Gubernur Jateng bersama Wali Kota dan Bupati Magelang.

Sebelum dilakukan doa bersama, beberapa perempuan membawa obor menuju gunungan "umbul donga" kemudian membakar gunungan tersebut. Saat gunungan terbakar belasan penari topeng ireng mengelilinginya.

Koordinator kegiatan, Arianto, mengatakan acara itu berkonsep kenduri dengan doa bersama warga desa diakhiri dengan makan bersama.

Ia tidak sepakat jika kenduri itu disebut sebagai upaya politis terkait dengan pelaksanaan pilpres maupun pileg mendatang. Oleh karena itu, katanya, warga yang hadir dilarang membawa atribut partai maupun salah satu pasangan calon presiden.

"Kami tidak ingin terjebak pada arus politik praktis. Tidak ada atribut partai maupun paslon presiden, yang ada adalah atribut kebudayaan, pakaian-pakaian adat Jawa, representasi dari laku politik berbangsa yang mengedepankan kebudayaan," katanya dilansir Antara.

Ganjar Pranowo mengatakan masyarakat berkumpul di pakuning bumi di Magelang itu untuk berdoa bersama agar persatuan dan kesatuan tetap terjaga.

"Kita berkumpul meskipun berbeda kulit tetap saudara, berbeda golongan tetap saudara, berbeda partai tetap saudara, rezeki berbeda juga tetap saudara," katanya.

Ia menuturkan bangsa Indonesia akan melaksanakan acara lima tahunan berupa pesta demokrasi untuk memilih wakil rakyat dan memilih presiden.

Oleh karena itu, ia mengajak semua kalangan masyarakat untuk menjaga persatuan dan persaudaraan.

"Mari kita berdoa mudah-mudahan Indonesia nanti mendapat pemimpin yang amanah yang dapat mengerti kemauan rakyat dan hidupnya juga merakyat, hatinya baik dan bersih, dan cita-citanya memakmurkan rakyatnya," katanya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya