Liputan6.com, Palembang - Pembunuhan ME (24), calon pendeta yang meninggal dunia di kawasan Camp 3 Dusun Sungai Baung, Desa Bukit Batu, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), pada hari Selasa (26/3/2019) menoreh luka bagi para rekan seprofesinya.
Sebelum tewas di tangan Nang (20) dan Hendrik (18), ME baru saja wisuda usai lulus di Sekolah Tinggi Teologi Injili Palembang (STIIP). Sekolah ini berada di komplek Gereja Kristen Injil Indonesia (GKII) di Jalan Urip Sumoharjo Palembang.
Advertisement
Baca Juga
Ketua GKII Palembang Pendeta Trisno Kurnia mengatakan, mereka marah saat mengetahui salah satu alumni STIIP menjadi korban pembunuhan pada hari Senin (25/3/2019).
“Secara manusiawi, kami marah dengan perbuatan yang sangat biadab ini. Tapi kami belajar memaafkan, namun hukuman harus tetap ditegakkan,” ujarnya kepada Liputan6.com, sebelum Konferensi Pers di Mapolda Sumsel, Jumat (29/3/2019).
Meskipun sudah memberikan maaf, namun dia mengharapkan kedua tersangka bisa dituntut hukuman semaksimal mungkin. Pihak GKII Palembang juga menyerahkan sepenuhnya kepada aparat hukum.
Dia pun mewakili pimpinan pusat gereja kristen, mengucapkan terima kasih kepada Polda Sumsel dan jajarannya. Karena dengan cepat mengungkap kasus pembunuhan calon pendeta tersebut.
Sosok ME sendiri di matanya, merupakan mahasiswa yang setia menjalankan tugas. Calon pendeta asal Kabupaten Nia Selatan, Sumatera Utara (Sumut) ini, tidak pernah mengeluh ditugaskan di mana saja.
“Status ME (saat terjadi pembunuhan) masih dalam rangka ikatan dinas. Itu diatur oleh pihak kampus dan gereja,” katanya.
ME sendiri baru saja menyandang gelar Strata-1 (S1) bidang Teologi Injil pada bulan Agustus 2018. Calon pendeta ini bahkan sudah mendapatkan surat tugas selama dua tahun, untuk mengabdi sebagai pendeta di daerah.
Jenasah Korban Dipulangkan
Lady, jemaat Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA) Palembang juga cukup mengenal sosok ME. Calon pendeta ini dikenal sebagai pribadi yang ramah dan sangat dekat dengan jemaatnya.
“Dia sering mengajak para jemaat bernyanyi bersama. ME pernah praktek sebagai calon pendeta di GKP Palembang selama enam bulan, jadi saya benar-benar tahu dia,” katanya.
Saat mendengar ME menjadi korban pembunuhan sadis, Lady langsung menangis dan tidak nafsu makan dan gelisah tidur. Dia teringat kenangan bersama calon pendeta yang diakuinya mempunyai paras cantik.
Lady juga mengenal sosok adiknya yang juga sedang mengenyam pendidikan di STIIP. Sang adik ikut mengiringi jenasah ME yang dibawa pulang ke kampung halamannya.
“Perjalanan adiknya membawa jenasah ME cukup lama. Pada hari Kamis (28/3/2019) sekitar pukul 18.00 WIB, jenasahnya sudah sampai di Nias Selatan dan sudah dimakamkan,”ucapnya.
Advertisement