Menjaga Tradisi dengan Mencintai Alat Musik Tradisional Serune Kalee

Sebagai pengrajin alat musik tradisional, karyanya tidak hanya serune kalee. Ada juga rapai, rebana, tambo, serta geundrang.

oleh Rino Abonita diperbarui 14 Jun 2019, 09:00 WIB
Diterbitkan 14 Jun 2019, 09:00 WIB
Menjaga Tradisi dengan Serune Kalee
Menjaga Tradisi dengan Serune Kalee (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Aceh - Jari-jemarinya bergerak bergantian mengatur notasi sementara mulutnya tak henti meniup. Kali itu, nada yang dimainkannya adalah 'Bungong Jeumpa'. Bunyinya mengalun khas musik tradisional.

Samsuddin (60) namanya. Peniup serune kalee, sekaligus pemilik usaha alat musik tradisional di Tanah Pasie Karam.

Saat ditemui Liputan6.com, Kamis (13/6/2019), Samsuddin awalnya sedang duduk mengaso di kios miliknya. Hanya bertelanjang dada dan mengenakan kacamata bergaya metropolis jenis cateyes.

Sebagai pengrajin alat musik tradisional, karyanya tidak hanya serune kalee. Ada juga rapai, rebana, tambo, serta geundrang.

Semua yang disebut terakhir itu adalah alat musik pukul. Berbahan dasar kayu dilapisi kulit kambing yang berfungsi untuk memancarkan suara.

Ragam instrumen tersebut dibuat dengan bantuan tiga orang anaknya. Tempat sehari-hari Samsuddin dan anaknya bekerja adalah panglong kecil di samping rumah yang diberi nama 'Kembar Usaha'.

"Semua alat, alat bubut, kecuali mesin pemotong saya rakit sendiri," tutur Samsuddin, kepada Liputan6.com, Kamis siang (13/6/2019) usai menunjukkan kemahirannya memainkan serune kalee.

Usahanya itu sudah dipupuk sejak tahun 1995. Kecintaannya terhadap musik tradisional telah mendorongnya terjun ke dunianya saat ini.

Bermula Kecintaan

Menjaga Tradisi dengan Serune Kalee
Menjaga Tradisi dengan Serune Kalee (Liputan6.com/Rino Abonita)

Awal Tahun 1990-an, Samsuddin adalah seorang peniup serune kalee di Sanggar Pocut Baren Meulaboh. Belakangan, terbesit niatnya untuk mendirikan sanggar sendiri.

Tidak memiliki alat musik yang lengkap sempat menghambat keinginannya. Di satu sisi, mimpinya memiliki sanggar sendiri kian menggebu-gebu.

Samsuddin memutar otak. Serune kalee yang berbahan dasar kayu diganti dengan bambu, sementara untuk bahan utama alat musik pukul diganti dengan kayu pohon enau (Arenga pinnata) dan tripleks.

"Saat itu, saya juga ada buat tempat mengaji. Agar anak-anak murid betah, saya manfaatkan. Rapai untuk laki-laki, rebana untuk perempuan," ujar Samsuddin yang mengaku bisa membuat alat musik tradisional secara autodidak.

Usaha pembuatan alat musik tradisional miliknya perlahan berkembang. Tidak sedikit sanggar kesenian yang memesan alat musik buatannya.

Kualitas bahan alat musik buatannya bukan sembarang. Semua dipilih dari kayu terbaik yang keawetannya sudah terakui.

"Mahoni, merbau, dan nangka. Baik untuk serune kalee dan lainnya," jelas dia.

Sebelum dibubut, kayu-kayu tersebut direndam terlebih dahulu. 10 hari paling sebentar, setahun paling lama.

"Semakin lama, semakin bagus," katanya.

Menjemur Kulit Kambing

Menjaga Tradisi dengan Serune Kalee
Menjaga Tradisi dengan Serune Kalee (Liputan6.com/Rino Abonita)

Pada saat yang sama, Samsuddin akan menjemur kulit kambing-kulit kambing miliknya yang nanti akan dijadikan sebagai bam.

Setelah dijemur, kulit-kulit tersebut disimpan di tempat penyimpanan khusus.

Lama waktu pengerjaan tergantung kebutuhan. Lazimnya, dia bisa menyelesaikan 30 buah alat musik siap pakai dalam tempo sepuluh hari.

"Rebana selusin Rp5 juta, geundrang per buah Rp1,5 juta, rapai Rp6,5 juta, bisa Rp5,5 juta, atau, Rp4,5 juta. Kalau tambo per buah Rp1,5 juta, sama seperti serune kalee," sebutnya.

Para pembeli rata-rata berasal dari Kabupaten Aceh Barat. Namun, tidak sedikit pula berasal dari luar daerah.

"Belum lama ini, ada orang Cina pesan. Rapai 500 buah. Serune kalee 48 buah. Mungkin dibawa ke luar negeri," akuan Samsuddin, seraya mengatakan bahwa dia satu-satunya pembuat alat musik tradisional di wilayah tersebut. 

Menjuarai Perhelatan Budaya

Menjaga Tradisi dengan Serune Kalee
Menjaga Tradisi dengan Serune Kalee (Liputan6.com/Rino Abonita)

Sebagai peniup serune kalee, kepiawaian Samsuddin sudah terakui. Selain memenangkan berbagai ajang budaya, ia pernah mendapat kehormatan menguji kemampuan di depan Soeharto, saat presiden ke-2 itu melawat ke Aceh pada 90an silam.

Sebagai catatan, serune kalee adalah alat musik tradisional Aceh. Alat musik tiup sejenis terompet berstruktur klarinet dan masuk dalam klasifikasi aerofon atau instrumen yang memiliki sumber bunyi dari hembusan udara pada rongganya.

Suara serune kalee terdengar seperti bansuri. Suling India yang sering dipakai oleh pawang ular kobra di negeri Bollywood tersebut.

Alat musik satu ini biasa dimainkan sebagai instrumen utama. Diiringi rapai, geundrang, dan sejumlah instrumen tradisional lainnya.

Serune kalee berasal dari dua kata, yakni 'serune' berarti serunai, dan 'kalee', yang merupakan nama sebuah desa di Laweung, Kabupaten Pidie. Penamaan ini dikaitkan dengan daerah di mana alat musik tersebut berasal.

Sebagai alat musik tradisional, serune kalee tergolong sakral. Hanya dimainkan pada acara tertentu, seperti pernikahan, penyambutan tamu, atau acara kebudayaan.

Suara serune kalee memberi getaran magis. Menjadi jembatan yang membuat para pendengarnya seolah terbawa ke alam lain.

Demikian Samsuddin, bertahan dengan usahanya di Desa Leuhan, Lorong Putroe Ijo, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat. Demi menjaga tradisi, adat, dan budaya Serambi Makkah di tengah gempuran alat musik modern.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya