Liputan6.com, Aceh - Mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Muzakir Manaf memberikan klarifikasinya mengenai wacana referendum Aceh yang dia sampaikan dalam acara haul wafatnya Hasan Tiro serta buka puasa bersama di salah satu Gedung Amel Banda Aceh, Senin malam, (27/5/2019).
Menurut Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) juga Ketua DPA Partai Aceh (PA) itu, wacana referendum Aceh itu disampaikannya secara spontan dan tidak mewakili keseluruhan rakyat Aceh.
Advertisement
Baca Juga
"Saya melakukan hal tersebut secara spontan. Kebetulan event peringatan haul meninggalnya Tengku Hasan Muhammad di Tiro," ujar Muzakir dalam video yang beredar melalui Twitter, Rabu (12/6/2019).
Muzakir menegaskan bahwa kondisi saat ini, Aceh dalam suasana damai dan tidak ada keinginan rakyat Aceh untuk melakukan referendum.
"Kedua, bahwa saya menyadari rakyat Aceh saat ini cinta damai dan pro-NKRI," dia menegaskan.
Dalam video berdurasi 1 menit 16 detik itu, Muzakir menyampaikan selamat Idul Fitri serta sejumlah harapannya terhadap Aceh.
"Saya berharap Aceh ke depan harus lebih maju membangun proksi Aceh dalam bingkai NKRI. Yang keempat, hal-hal lain yang menurut saya belum sesuai pasca MoU Helsinki akan saya buat suatu sendiri guna menuntaskan semua butir-butir MoU Helsinki ke depan," dia menandaskan.
Wacana Referendum Aceh Mencuat Kembali
Menjelang 14 tahun nota damai tersebut ditandatangani, kata 'referendum' kembali populer di Aceh. Keinginan untuk menentukan nasib sendiri mencuat kembali, ada apa?
Semua berawal saat Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) juga Ketua DPA Partai Aceh (PA), Muzakir Manaf alias Mualem menyampaikan keinginan untuk referendum yang disampaikan dalam acara haul wafatnya Hasan Tiro serta buka puasa bersama di salah satu Gedung Amel Banda Aceh, Senin malam, (27/5/2019).
Eks Wakil Gubernur Aceh periode 2012-2017 itu beralasan, keadilan dan demokrasi di Indonesia tidak jelas arahnya. Ia bahkan menilai Indonesia berada diambang kehancuran.
"...Maaf Pak Pangdam, ke depan, Aceh kita minta referendum saja," ucapnya.
Tidak pelak lagi, pernyataan Mualem disorot banyak pihak. Tidak sedikit yang mendukung eks Panglima GAM pengganti Abdullah Syafi'i itu.
Esk Juru Bicara Partai Aceh (PA), Suadi alias Adi Laweung menyebut, apa yang diutarakan Mualem adalah wajar, mengingat masih banyak subtansi dan amanah dari MoU Helsinki yang belum dijalankan Pemerintah Pusat.
"Karena Indonesia merupakan negara demokrasi, jadi sangat wajar jika ada yang menuntut referendum, apalagi ini juga bagian dari resolusi dari Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UN General Assembly mengenai the right to self-determination," jelas Adi, kepada Liputan6.com, Rabu malam (29/5/2019).
Right to self-determination atau hak menentukan nasib sendiri adalah hak setiap orang untuk secara bebas menentukan kehendaknya sendiri, khususnya dalam hal prinsip mengenai status politik dan kebebasan mengejar kemajuan di bidang ekonomi, sosial, serta budaya.
Eks anggota Biro Penerangan dan Juru Bicara Aceh Merdeka wilayah Pidie itu, mengatakan bahwa keinginan rakyat untuk referendum masih ada sampai saat ini. Mualem telah memantiknya kembali.Â
"Buktinya, begitu Mualem mengutarakan tentang referendum langsung menjadi trending topic dan menjadi bahasan rakyat baik secara langsung maupun di berbagai media sosial," katanya.
Pendapat serupa datang dari Nurdin alias Din Raja Rimba. Mantan kombatan GAM wilayah Aceh Barat itu mengatakan, dirinya mengaku siap mengikuti komando dari Mualem, sang panglima.
"Indonesia masih belum merealisasikan janji-janjinya. Kalau bertele-tele begini, tidak mungkin. Lebih baik referendum. Seperti kata Mualem," ujarnya kepada Liputan6.com, Rabu malam (30/5/2019).
Â
Â
Advertisement