Liputan6.com, Gorontalo - Perkembangan Teknologi penangkap ikan yang kini semakin pesat membuat nelayan makin mudah untuk mendapatkan ikan. Mulai dari alat pendeteksi keberadaan ikan hingga alat tangkap yang kesemuanya menggunakan kecanggihan teknologi.
Namun, lain halnya yang dengan nelayan yang ada di Gorontalo. Tepatnya di Desa Bulango Raya, Kecamatan Tomilito, Kabupaten Gorontalo Utara yang hingga kini masih mengunakan alat manual dan masih sangat tradisional.
Advertisement
Baca Juga
Alat tangkap tersebut bernama "igi" atau dalam istilah nelayan Gorontalo disebut Bubu yang artinya perangkap ikan. Uniknya, selain alatnya masih tradisional, bahan baku alat ini juga mudah didapat. Namun demikian penggunaan alat ini tidak sembarangan, harus menggunakan mantra khusus.
Advertisement
Bahan baku alat tersebut hanyalah sebuah bambu yang dianyam dan dirangkai sedemikian rupa hingga menjadi sebuah perangkap ikan yakni bubu, yang hingga kini masih digunakan oleh sebagian nelayan Gorontalo Utara.
Meski begitu, pembuatan alat tangkap ikan tradisional ini tidak mudah. Karena harus melalui proses yang panjang. Mulai dari cara pengambilan bahan baku hingga ritual-ritual khusus yang harus dilaksanakan.
Seperti halnya mengambil bambu. Bambu diambil di waktu pagi saat matahari terbit. Saat menebang bambu tersebut, seorang harus membacakan salat nabi sembari menebang pohon bambu tersebut.
"Tidak sembarang mengambil bambu ini, karena harus membaca doa, minimal membacakan sholawat nabi saat awal menebang pohon bambu tersebut," tutur Wahab Kadir kepada Liputan6.com, beberapa waktu lalu.
Â
Mantra Khusus
Tak hanya sampai disitu, saat setelah bambu diambil barulah proses pembuatan pun dimulai. Bambu yang diambil tadi kemudian dibelah menjadi beberapa bagian kecil yang kemudian bambu tersebut diraut hingga halus.
Setelah proses perautan selesai, barulah dilanjutkan proses penganyaman dimulai. Bambu yang telah diraut tadi kemudian dianyam sedemikian rupa dengan membentuk pola yang diinginkan hingga bubu tersebut selesai dan siap dipakai.
"Untuk pembuatan terbilang cukup mudah. Akan tapi untuk menggunakan alat ini juga harus melalui ritual khusus dan waktu yang tepat, karena alat ini merupakan perangkap ikan-ikan dasaran yang memiliki kedalaman laut 20-30 meter," kata Wahab.
Menurutnya, perangkap ini tidak mengunakan umpan sama sekali. Namun mengunakan mantra khusus yang membuat ikan itu masuk perangkap itu. Sedangkan untuk mengunakan alat ini ada waktu-waktu tertentu yang menurut mereka itu adalah hari yang baik.
"Pengunaan alat tangkap ini harus pada hari yang baik, penangkap ini tidak mengunakan umpan, namun ada mantra yang kami gunakan, mantra ini merupakan warisan leluhur kami hingga saat ini masih kami gunakan, nah dengan mantra inilah sebagai pemancing ikan masuk dalam bubu," ungkapnya.
Seiring berjalanya waktu, pengunaan bubu dari yang berbahan bambu mulai ditinggalkan, para nelayan mulai mengunakan bubu yang terbut dari pipa paralon yang proses pembuatan dan pemakaian sama dengan bubu mengunakan bambu.
"Kami sudah tidak mengunakan bubu yang berbahan bambu, serakang sudah beralih ke pipa paralon yang proses pengerjaanya sama dengan anyaman mambu. Karena kalau bambu hanya sekitar 4 bulan digunakan pasti mudah rusak, namun kalau mengunakan pipa, itu sampai 2-3 tahun pemakaian. Untuk proses penangkapan ikan tetap sama, mengunakan mantra," Wahab menandaskan.
Â
Simak juga video pilihan berikut ini:
Advertisement