Potret Pilu Buruh Kijang Pengangkut Bijih Emas di Gorontalo

Para buruh kijang harus mengangkut berpuluh-puluh kilogram emas dengan upah tak mencapai 1 gram emas pun.

oleh Arfandi Ibrahim diperbarui 09 Jul 2019, 00:00 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2019, 00:00 WIB
Potret Buruh Kijang Pengangkut Stok Emas di Gorontalo
Buruh kijang pengangkut stok emas di Gorontalo bekerja dengan upah yang rendah. (Liputan6.com/Arfandi Ibrahim)

Liputan6.com, Gorontalo - Beginilah potret aktivitas buruh pengangkut bijih emas di Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango (Bonebol), Gorontalo. Orang-orang menyebutnya kijang. Orang yang setiap harinya bekerja sebagai pengangkut bijih emas mentah ini kisahnya memang sangat memilukan.

Pasalnya, demi memenuhi kebutuhan keluarga, mereka harus rela setiap hari bolak-balik mengangkut karung-karung yang berisi stok emas mentah yang cukup berat dengan rata-rata beratnya mencapai 30 hingga 40 kilogram per karung.

Ketika menyambangi lokasi tersebut, Kamis, 4 Juli 2019, Liputan6.com melihat, tak hanya itu beban berat yang diangkut, tetapi para buruh kijang ini juga harus menempuk perjalanan yang cukup jauh untuk mencapai tempat pengolahan emas. Para buruh kijang ini rela menempuh perjalanan 7 sampai 8 kilometer dengan melewati hutan dan medan yang cukup ekstrem.

Meski mengakut stok berpuluh-puluh kilogram emas, ternyata upah buruh kijang ini tak sepadan dengan pekerjaan yang mereka lakoni selama ini. Upahnya per karung tidak mencapai harga 1 gram emas. Mereka hanya dihargai Rp 22 ribu setiap mengangkut satu karung.

 

Pasrah pada Nasib

Potret Buruh Kijang Pengangkut Stok Emas di Gorontalo
Buruh kijang pengangkut stok emas di Gorontalo bekerja dengan upah yang rendah. (Liputan6.com/Arfandi Ibrahim)

Salah seorang buruh kijang, mengatakan bahwa pekerjaan ini memang sudah lama digeluti semenjak tambang rakyat di Kecamatan Suwawa itu dibuka.

"Mau bagaimana lagi, demi menghidupi keluarga pekerjaan ini memang sudah bertahun-tahun kami kerjakan," ujar bapak dengan dua orang anak ini.

Ia menambahkan, setiap harinya dia hanya bisa mengangkut 3 sampai 4 karung per hari karena kondisinya yang sudah tua.

"Medan yang berat dan bahaya di tengah hutan sudah biasa bagi saya. Setiap harinya saat ini saya hanya bisa mengangkut paling banyak 4 karung dan itu hanya habis untuk kebutuhan sehari-hari," tambahnya.

Meski diberikan upah rendah, para buruh tetap melakoni pekerjaan itu. Bagi mereka rezeki memang sudah diatur oleh yang Maha Kuasa.

"Kondisi yang sudah tua begini mau kerja di mana lagi, tetap kami bertahan di sini. Meski berat dan berbahaya bagi, kami tetap tekun bekerja demi menyekolahkan anak kami," dia menandaskan.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya