Liputan6.com, Purbalingga - Puncak Festival Gunung Slamet, ditandai dengan prosesi pengambilan air di mata air atau Tuk Sikopyah, Sabtu, 28 September 2019. Pengambilan air dilakukan dengan 777 lodong air.
Bagi warga, lodong bukan lah barang baru. Wadah pengangkut air tradisional itu terbuat dari bambu antara dua hingga tiga ruas. Pada masanya, lodong menjadi perkakas penting warga.
Ribuan warga Desa Wisata Serang, Kecamatan Karangreja, Purbalingga berbaur dengan wisatawan mengikuti prosesi itu. Dengan khidmat, mereka mengikuti rangkaian acara tahunan ini.
Advertisement
Baca Juga
Selain membawa lodong bambu yang berisi air, warga juga membawa gunungan sayuran yang berisi wortel, tomat, kopis, kentang dan hasil pertanian lainnya. Tak hanya itu, berbagai miniatur binatang seperti burung dan sapi berukuran besar juga dibawa oleh warga.
Prosesi diawali dengan pembacaan doa di teras Masjid Kaliurip diiringi salawat berlanggam Jawa dan musik rebana.
Usai prosesi doa, rombongan warga lantas berangkat menuju sumber mata air Sikopyah yang berjarak sekitar 2,5 kilometer menyusuri lereng Gunung Slamet.
Wanita mengenakan kain warna hijau serta merah. Adapun pria memakai pakaian serba hitam disertai ikat kepala. Beberapa lainnya, nampak membawa sesaji, sapu lidi dan kendi.
Sesampainya di Tuk Sikopyah, sesepuh masyarakat memimpin doa yang dilanjutkan dengan pengambilan air untuk dimasukkan ke dalam lodong. Ini lah awal pemuncak Festival Gunung Slamet.
Air Tuk Sikopyah Menolak Bala
"Pengambilan air itu dipercaya menjadi upaya untuk mencegah wilayah yang ada di lereng Gunung Slamet dari musibah kekeringan dan paceklik," kata Kepala Desa Serang, Sugito, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu 28 September 2019 malam.
Sugito mengatakan, ritual itu dilakukan secara rutin setiap tahun. Sejak tahun 2015 kegiatan ini dikemas dalam atraksi wisata Festival Gunung Slamet.
Usai pengambilan air, sesepuh masyarakat kembali membacakan doa sebelum rombongan berjalan menuju D’Las Serang untuk kirab. Air dalam lodong itu diterima oleh Bupati Dyah Hayuning Pratiwi, Sekda Wahyu Kontardi, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Setiyadi serta tokoh masyarakat desa.
Air ini kemudian ditampung dalam satu wadah besar dan selanjutnya dibagikan kepada warga serta wisatawan yang hadir. Prosesi pengambilan air Sikopyah rutin dilakukan setiap tahun sebagai perlambang betapa bermanfaatnya mata air bagi masyarakat Desa Serang.
Selain untuk air minum air sikopyah juga untuk mengairi sawah dan ladang warga desa Serang. Setelah prosesi pengambilan air sikpoyah akan dilakukan ruatan, yang kemudian airnya akan di bagikan ke warga desa.
Bagi warga, air dari Tuk Sikopyah amat vital. Air ini adalah sumber kehidupan bagi warga Desa Serang, Kutabawa dan Siwarak.
Advertisement
Muasal Nama Tuk Sikopyah
Bahkan air dari Tuk Sikopyah dialirkan pula hingga wilayah Kabupaten Pemalang. Mata air Sikopyah merupakan salah satu dari tiga mata air terpenting di lereng timur Gunung Slamet. Dua lainnya, yakni mata air panas Guci dan mata air panas Baturaden.
"Dari cerita masyarakat, asal mula nama Sikopyah berasal dari legenda Haji Mustofa yang tinggal di padepokan dukuh Kaji milik Ndara Subali yang suka bertapa di mata air Sikopyah. Mata air itu merupakan tempat mandi dari Haji Mustofa," dia menjelaskan.
Sikopyah sendiri, berasal dari kata kopyah dalam bahasa Jawa yang berarti peci atau di tempat lain disebut songkok atau kupluk. Suatu saat, kopyah Haji Mustofa ketinggalan dan hilang di tempatnya bertapa.
"Maka Haji Mustofa menamakan tempat tersebut sebagai mata air Si Kopyah," dia menerangkan.
Secara turun temurun, masyarakat desa Serang dan sekitarnya menyakini air Sikopyah tersebut sebagai air kehidupan. Ada juga yang meyakini kalau air dari Tuk Sikopyah dapat meningkatkan derajat dan menyembuhkan penyakit kulit.
Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi mengatakan, prosesi pengambilan air dari mata air Sikopyah merupakan tradisi warga desa Serang yang harus dilestarikan. Karena merupakan bagian dari upaya konservasi lingkungan.
"Simbol 777 dalam bahasa Jawa diartikan sebagai Pitulungan yang berarti, air itu membawa pertolongan kepada warga masyarakat Serang dan Purbalingga," ucap Tiwi.
Saksikan video pilihan berikut ini: