Duka di Balik Perjuangan Pemadaman Kebakaran Gunung Slamet

Harinto Setiyadi, anggota Linmas Inti Kabupaten Banyumas ini retak tulang. Ia cidera kaki kanan tergelincir ketika memadamkan kebakaran Gunung Slamet

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 23 Sep 2019, 01:00 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2019, 01:00 WIB
Kebakaran Gunung Slamet di Purbalingga, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Perhutani/Muhamad Ridlo)
Kebakaran Gunung Slamet di Purbalingga, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Perhutani/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banyumas - Kebakaran Gunung Slamet merembet dari wilayah Kabupaten Brebes ke Banyumas, pada Kamis (19/9/2019). Secepat itu pula api merembet hingga tiga hari kemudian, mencapai kawasan Baturraden.

Barangkali, ada sebagian masyarakat yang menganggap penanganan kebakaran Gunung Slamet ini lamban. Tak salah memang. Tetapi, harus pula diakui pemadaman kebakaran di pegunungan jauh berbeda dari pemadaman api konvensional.

Tim pemadam gabungan berhadapan dengan vegetasi yang begitu kering dan mudah terbakar. Belum lagi jarak tempuh yang mencapai 10 jam perjalanan dari posko induk.

Lokasi kebakaran Gunung Slamet juga berada di lereng atau jurang yang begitu sulit dijangkau relawan. Tiupan angin kencang yang sewaktu-waktu berubah bisa saja membahayakan relawan yang tengah berjuang memadamkan api yang terus mengganas.

Itu makanya, relawan yang dipilih untuk memadamkan api adalah relawan yang tangguh, baik fisik maupun mental. Satu hal yang mutlak dipenuhi, ia juga mesti relawan yang berpengalaman.

Toh, nasib buruk bisa saja menimpa siapa saja, meski sudah dengan persiapan matang dan peralatan memadai. Apalagi, relawan hanya bermodal tekad dan teknik. Untuk memadamkan api, misalnya, mereka menggunakan potongan ranting atau alat apa saja yang ditemui di lapangan.

Jumat, 20 September 2019, Posko menerima kabar ada satu anggota Tim 2 yang jatuh ke jurang. Beruntung, ia masih selamat.

Namun, diduga relawan bernama Harinto Setiyadi, anggota Linmas Inti Kabupaten Banyumas ini retak tulang. Ia cedera kaki kanan tergelincir ketika memadamkan kebakaran Gunung Slamet.

Relawan Kelelahan Bertarung dengan Api

Pemadaman kebakaran Gunung Slamet di Purbalingga (13/9/2019) dilakukan dengan peralatan seadanya yang ditemui di lapangan. (Foto: Liputan6.com/Perhutani/Muhamad Ridlo)
Pemadaman kebakaran Gunung Slamet di Purbalingga (13/9/2019) dilakukan dengan peralatan seadanya yang ditemui di lapangan. (Foto: Liputan6.com/Perhutani/Muhamad Ridlo)

Tim ketiga pun diberangkatkan. Sebanyak 41 personel yang terdiri dari TNI, Polri, Banser, PMI, Jaga Baya, Linmas Inti dan UPL Unsoed menambah kekuatan tim pemadam, sekaligus mengevakuasi korban.

"Korban dibawa ke RS DKT untuk perawatan," ucap Sugito, Manajer Bisnis Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Banyumas Timur, Minggu.

Saat itu, tim 1 berada di pos 4 jalur baturraden lama, melaporkan telah melihat titik api pada 400 meter arah barat laut spesifik koordinat 7⁰15’48,75” LS dan 109⁰11’17,58” BT petak 58D-12, RPH Karanggandul, BKPH Gunung Slamet Barat.

Penambahan kekuatan terus dilakukan, dengan pemberangkatan tim 4. Mereka berbekal logistik untuk tiga hari serupa dengan tim-tim sebelumnya. Tim keempat ini bertugas untuk menggantikan anggota tim sebelumnya yang kelelahan usai berjibaku menjinakkan api kebakaran Gunung Slamet.

Namun, hingga Minggu, 22 September 2019, kebakaran Gunung Slamet belum bisa dipadamkan. Tim 5 diberangkatkan.

Tim ini bertugas untuk mengantar logistik ke tim 4, dan mengevakuasi anggota tim yang kelelahan. Itu berarti, secara total, sejak Kamis, sebanyak lima tim telah diberangkatkan ke lereng Gunung Slamet yang terbakar di ketinggian di atas 2.000 mdpl.

Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas, Ariono Purwanto mengatakan, tim gabungan terdiri dari TNI, Polri dan relawan dari berbagai unsur lintas instansi dan masyarakat.

Kondisi Terakhir Kebakaran Gunung Slamet

Kebakaran Gunung Slamet di ketinggian 3.000 mdpl. (Foto: Liputan6.com/BPBD Banyumas/Muhamad Ridlo)
Kebakaran Gunung Slamet di ketinggian 3.000 mdpl. (Foto: Liputan6.com/BPBD Banyumas/Muhamad Ridlo)

Kata dia, langkah ini dilakukan untuk memastikan kondisi terakhir kebakaran Gunung Slamet dan melakukan upaya pemadaman jika api kembali membesar.

"Itu ada laporan tadi malam, itu memang sudah mengecil. Tetapi, kalau ada angin besar ditakutkan membara lagi," ucap Ariono.

Dia mengungkapkan, berdasar laporan tim pendahulu yang diberangkatkan pada Jumat, titik api di Gunung Slamet pada Sabtu sore sudah mengecil, namun belum padam. Karenanya, butuh langkah antisipasi untuk memastikan pemadaman kebakaran Gunung Slamet.

Menurut dia, pemadaman api di Gunung Slamet tidak bisa dilakukan relawan secara massal. Pasalnya, lokasi kebakaran berada di ketinggian sekitar 2.500 mdpl. Hanya relawan dan petugas yang berpengalaman yang direkomendasikan untuk mengikuti operasi ini.

"Kita melakukan banyak hal, di antaranya dengan pembuatan sekat bakar. Kemudian memadamkan api yang masih menyala," ujarnya.

Ia juga mengaku belum mendapat laporan berapa luas area yang terbakar beserta perkiraan kerugiannya.

Dia mengemukan, selain kendala jarak, relawan juga akan berhadapan dengan cuaca ekstrem, suhu dingin, dan medan yang berat. Komunikasi dengan tim di lapangan juga sulit lantaran sudah masuk ke kawasan blank spot selular maupun radio, meski sudah dibantu dengan pemantul sinyal (repeater) RAPI.

Data sementara dari Perhutani, areal terbakar meliputi Petak 58D-10, 58D-11 dan 58D-12 seluas 15 hektare dengan kerugian Rp 112.500.000.

Minggu, Tim 4 melaporkan api sudah memasuki parit atau sekat bakar yang dibuat oleh tim 3 sudah pada pukul 13.00 WIB. "Sempat padam kemarin, tapi tadi pagi jam 9 nyala lagi," ucap Sugito.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya