Liputan6.com, Bandung - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengungkapkan, aktivitas tambang menjadi salah satu faktor menurunnya kualitas sekaligus mempercepat laju kerusakan lingkungan hidup di Jawa Barat.
Adanya pertambangan, tidak hanya mengubah fungsi dan bentang alam, tetapi juga berdampak pada kondisi sosial masyarakat yang hidup di daerah sekitar tambang.
Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat, Meiki W Paendong mengatakan, bentang alam yang berupa kawasan perbukitan berubah fungsi menjadi tambang pasir dan batu andesit. Selain eksploitasi sumber daya alam untuk tambang mineral yang salah satunya dilakukan di kawasan bentang alam karst.
Advertisement
"Kegiatan pertambangan tersebut mencemari air permukaan, hilangnya sumber mata air, udara hingga merusak infrastruktur jalan publik. Aktivitas pertambangan juga banyak menimbulkan tingginya konflik sosial," kata Meiki kepada Liputan6.com, Kamis (2/1/2020).
Meiki menjelaskan, perselisihan antara warga yang bersepakat dan yang tidak soal tambang, menimbulkan pergolakan hubungan interaksi di antara mereka. Dinamika itu lanjut Meiki, bahkan dapat berujung pada kekerasan fisik dan pelanggaran HAM.
Data Walhi mengungkap, sampai saat ini terdapat 437 izin usaha pertambangan (IUP) di Jawa Barat. Dari jumlah tersebut, jenis tambang yang beroperasi adalah galian pasir, batu, kapur, emas, pasir besi, pasir kuarsa, dan tembaga.
Meiki menyebut, ke depan agenda advokasi Walhi Jawa Barat adalah mendesak dan mendorong diberlakukannya moratorium izin usaha pertambangan di kawasan tersebut. Moratorium izin tersebut bertujuan untuk meredam laju kerusakan bentang alam Jawa Barat yang semakin parah.
"Pada masa moratorium, pemerintah daerah agar melakukan audit lingkungan, penegakan hukum terhadap praktik tambang ilegal dan konservasi air tanah," katanya menambahkan.