Keris Era Sultan HB VII Terpaksa Dijual Demi Hidupi Seniman Yogyakarta

Keris menjadi barang yang intim bagi masyarakat Jawa. Sehingga mereka akan sangat menjaga benda tersebut dengan sepenuh hati. Namun, pada saat mendesak seperti saat ini, keris era Sultan HB VII pun terpaksa harus dijual.

oleh Yanuar H diperbarui 25 Apr 2020, 09:00 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2020, 09:00 WIB
Keris Era HB VII yang Dijual untuk Seniman
Keris menjadi barang yang intin bagi masyrakat Jawa. Sehingga mereka akan sangat menjaga benda tersebut dengan sepenuh hati. Namun di saat tertentu keris era HB VII ini terpaksa harus dijual. (Wisben / Yanuar H)

Liputan6.com, Yogyakarta Sebulan lebih wabah virus Corona telah membuat para pekerja seni Yogyakarta kehilangan pendapatannya. Sesama seniman, Wisben terpaksa menjual keris kesayangannya untuk membantu sesama.

"Saya jual (keris) untuk beli sembako, buat teman-teman seniman," katanya kepada Liputan6.com.

Pandemi Corona ini menurut Wisben sangat berdampak pada ekonomi pekerja seni Yogyakarta. Ia pun harus menjual salah satu koleksi keris kesayangannya yang dibuat pada era HB VII.

"Iya, terpaksa melakukan ini, jadi sedih," katanya.

Wisben termasuk seniman yang gemar menggalang donasi untuk pemberian sembako semasa pandemi Corona ini. Namun, ia juga terpaksa untuk menjual kerisnya seharga 20-an juta rupiah. 

"Pemberian seseorang yang sudah saya anggap kakak, guru, sahabat. Dapat tahun 1991," katanya.

Wisben menjual benda kesayangannya keris Dapur Jalak yang berkarakter, seperti terlihat dari pamor Wengkon yang ada di tepi bilah.

"Salah satu pamor yang paling susah dibikin. Hanya Mpu yang sudah mahir, baru bisa bikin pamor Wengkon," katanya.

Ia mengaku sulit untuk melepas keris ini karena memiliki kisah tersendiri. Namun, ia terpaksa melakukan demi para pekerja seni Yogyakarta yang butuh bantuan karena wabah ini.

"Wengkon artinya wengku atau membatasi atau melindungi. Diharapkan yang punya keris ini terlindungi dari niat jahat dari luar. Proteksi bahasa kekiniannya," katanya mengingat nasib pekerja seni Yogyakarta.

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Simak video pilihan berikut ini:

Jangan Sampai Krisis Sosial

Keris Era HB VII yang Dijual untuk Seniman
Keris menjadi barang yang intin bagi masyrakat Jawa. Sehingga mereka akan sangat menjaga benda tersebut dengan sepenuh hati. Namun di saat tertentu keris era HB VII ini terpaksa harus dijual. (Wisben / Yanuar H)

Wisben bercerita para pekerja seni Yogyakarta sudah melakukan semua usaha agar dapat bertahan hidup di tengah pandemi Corona ini, mulai menjual aset dan menggunakan uang tabungan demi bertahan hidup.

"Semua job batal dan cancel entah sampai kapan," katanya.

Bahkan, ada salah seorang temannya sampai berusaha meminjam uang di media sosial Rp50 ribu demi bertahan hidup. Melihat kondisi ini, ia terpanggil menjual kerisnya.

"Sangat. Karena enggak menyangka akan seperti ini. Semua cuma menjual aset, bisanya cuma itu," katanya.

Ia dan beberapa seniman Yogyakarta mulai berdonasi untuk membantu pekerja seni Yogyakarta. Ia pun sudah mengajukan permohonan sembako ke Dinas Sosial kabupaten dan kota.

"Surat saya tujukan ke Bupati dan wali kota. Tinggal menunggu di-acc," ucapnya.

Menurutnya jika pekerja seni tidak segera dibantu maka akan berimbas ke sektor lain. Sehingga, perlu aksi cepat untuk menyelamatkan kondisi sosial di Yogyakarta.

"Kalau sampai 2-3 bulan akan ada krisis sosial. Kelaparan, kemiskinan. Mungkin kalau parah bisa penjarahan," katanya. 

Hampir setiap hari ia mengirimkan bantuan sembako kepada pekerja seni Yogyakarta. Tidak hanya di Kota Yogyakarta, tapi juga seluruh pekerja seni di Daerah Istimewa Yogyakarta.  

"Hari ini saya bagi 20 paket sembako ke pemain kethoprak Tobong di Brayut, Cangkringan," katanya.

Terenyuh Tidak Mau Dikasih Bantuan

Keris Era HB VII yang Dijual untuk Seniman
Keris menjadi barang yang intin bagi masyrakat Jawa. Sehingga mereka akan sangat menjaga benda tersebut dengan sepenuh hati. Namun di saat tertentu keris era HB VII ini terpaksa harus dijual. (Wisben / Yanuar H)

Sebagai pekerja seni tentu memiliki sensitivitas yang berbeda. Walaupun membutuhkan bantuan, namun ada salah seorang pekerja seni yang tidak mau menerima bantuan. 

"Lucunya, ada beberapa seniman juga menolak, dikasih sembako, katanya buat yang lebih membutuhkan," kata Wisben.

"Iya. Tapi merasa masih bisa. Karena punya perhiasan. Kebetulan dia penyanyi Campursari," dia menerangkan.

Wisben mengatakan pihaknya sudah membagikan sebagian sembako ke pekerja seni terutama yang sepuh atau lansia. Ia mendapat bantuan dari beberapa seniman lawak yang membantu dengan mengirim dana seperti Marwoto, Haji Hendro plered, Titik Renggani RRI dan beberapa yang tidak mau disebut namanya.

"Ada beberapa dulu anggota Lawak Juneidi cs, Pak Jambul, Ponijo.  Bahkan, ada pemain kethoprak yang sedang sakit strok, Pak Joko Ismoyo," katanya. 

Wisben mengaku Cak Lontong sejak awal ikut berdonasi untuk pekerja seni di Yogyakarta. Cak Lontong memberikan paket Sembako yang berisi beras, gula, minyak, dan telor. 

"Dampaknya sekarang lebih meluas. Awal-awal khusus pelawak. Sekarang sudah ke seniman kethoprak, campursari, MC, tukang set dekor, mantan pelawak yang sudah sepuh," dia menegaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya