Warga Desa Wani II Belajar Mitigasi untuk Desa Tangguh Bencana

Potensi gempa bumi dan tsunami di Pesisir Donggala masih sangat tinggi.

oleh Heri Susanto diperbarui 20 Jul 2020, 23:11 WIB
Diterbitkan 20 Jul 2020, 21:00 WIB
simulasi pengurangan risiko bencana di desa Wani II Donggala
Warga memukul kentongan sebagai peringatan untuk waspada gempa dan tsunami. adegan itu bagian dari simulasi pengurangan risiko bencana di desa Wani II Donggala, yang digelar warga bersama Yayasan Arkom Indonesia, Sabtu (18/7/2020). (Foto: Liputan6.com/ Heri Susanto).

Liputan6.com, Donggala - Potensi gempa dan tsunami di Pesisir Donggala yang tinggi membuat upaya mitigas jadi kebutuhan warga pascabencana yang melanda pada 28 September 2018. Pada Sabtu pagi (18/7/2020) upaya itu dimulai di Desa Wani II di fasilitasi Yayasan Arkom Indonesia bersama BPBD.

Diskenariokan, gempa berkekuatan Magnitudo 7,4 mengguncang Kabupaten Donggala selama 30 detik saat warga Desa Wani II sedang beraktifitas. Nelayan, anak-anak, dan ibu rumah tangga mencari perlindungan karena panik. Bersamaan dengan itu Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) desa mulai mengambil perannya.  

Suara kentongan yang dipukul dengan gesa riuh, memperingatkan warga untuk mencari perlindungan sementara sebelum mengarahkankan ke titik-titik kumpul di masing-masing dusun untuk memudahkan evakuasi ke lokasi aman. Benar saja, BMKG memperingatkan gempa itu berpotensi tsunami.

Usai terjangan tsunami didapati 1 korban jiwa, 1 luka berat, 1 luka sedang, dan 1 ringan. Beruntung, peringatan dini dan evakuasi sebagian besar warga desa Wani II lebih dulu dilakukan dengan sigap. Korbanpun bisa diminimalisasi.

Itulah skenario bencana dan upaya pengurangan risiko yang diperankan warga desa Wani II. Betapapun hanya sebuah skenario, bagi warga, simulasi itu mengingatkan mereka pada bencana nyata yang terjadi pada 28 September, 2018. Wani II waktu itu luluh lantak karena gempa dan tsunami, 500 rumah rusak parah, puluhan orang tak selamat nyawanya. Di desa itu warga awam mitigasi yang baik untuk bencana besar waktu itu.  

“Waktu itu (28 September 2018) simulasi seperti tadi belum ada. Hanya orang-orang mencari keluarganya yang terdengar. Jadi hari ini sangat penting bagi kami supaya warga siap, supaya korban tidak lagi berjatuhan jika bencana terjadi,” kenang Arsyad Hadi, Kades Wani II saat memberi sambutan kegiatan simulasi kesiapsiagaan bencana di desanya, Sabtu (18/7/2020).

simulasi pengurangan risiko bencana di desa Wani II Donggala
seorang bocah memerankan korban bencana yang akan ditandu oleh tim FPRB desa Wani II dalam simulasi pengurangan risiko bencana, yang digelar warga bersama Yayasan Arkom Indonesia, Sabtu (18/7/2020). (Foto: Liputan6.com/ Heri Susanto).

Simak video pilihan berikut ini:

Berbasis Komunitas

lokasi pembangunan gedung evakuasi warga di desa Wani II Donggala
Warga, Petugas BPBD, dan Yayasan Arkom Indonesia di lokasi yang rencananya akan di dibangun gedung evakuasi warga di desa Wani II Donggala. (Foto: Liputan6.com/ Heri Susanto).

Pengalaman menghadapi gempa dan tsunami itu pula yang menurut Koordinator Yayasan Arsitek Komunitas (Arkom) Indonesia, Yuli Kusworo, telah menyadarkan warga pentingnya kegotongroyongan dalam pengurangan dampak bencana yang bisa saja berulang.

“Selama kami mendampingi, warga memilih mitigasi untuk gempa dan tsunami. Itu berdasar pengalaman warga yang didiskusikan bersama. Sehingga skenario bencana itu yang dipraktikkan warga sebagai bekal mereka menjadi desa tangguh bencana,” kata Yuli di lapangan desa Wani II usai simulasi.

Model simulasi serupa rencananya juga akan diberikan kepada warga di desa-desa dan kelurahan di pesisir yang jadi dampingan Arkom.

Desa Wani II di Kecamatan Tanantovea, Donggala sendiri dalam kajian BPBD setempat sebagian kawasannya masuk zona merah rawan bencana, potensi jatuhnya korban jika terjadi bencana disebut besar sebab disekitar pesisirnya jumlah penduduk padat, apalagi ada pelabuhan antarprovinsi di sana.

Olehnya penguatan kapasitas komunitas masyarakat tentang mitigasi perlu terus dilakukan selain panataan kawasan.

“Wani II jadi perhatian kami, ada patahan dan kepadatan penduduk di pesisir. Zona merah kami tetapkan 50 meter dari bibir pantai sesuai keinginan warga. Tapi itu tidak cukup. Masyarakat juga harus kuat kapasitas mitigasinya,” Sekretaris BPBD Donggala, Mursid Sanduan mengingatkan.

Selain kesiapsiagaan dengan simulasi, rencananya upaya mitigasi bencana di desa itu juga diwujudkan dengan pembangunan gedung evakuasi yang jadi tujuan berlindung warga jika bencana melanda.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya