Liputan6.com, Sigi - Akses pendukung pembelajaran yang sulit di daerah terpencil di perbatasan Kabupaten Sigi dan Poso membuat anak-anak di daerah tersebut mesti melakukan segala cara untuk tetap mengenyam pendidikan kendatipun dengan bersusah payah, terutama pada masa pandemi Covid-19 ini.
Baca Juga
Advertisement
Nolin (15) bersama adiknya menyambut dengan senyum kecil kedatangan para guru ke rumahnya yang bermodel panggung khas rumah dataran tinggi di Desa Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi pada Rabu pagi (22/7/2020).
Pagi itu para guru memberikan 4 lembar soal pelajaran yang harus diisinya, masing-masing pelajaran IPA, matematika, agama, dan Bahasa Inggris. Gurunya mengingatkan, seminggu ke depan soal itu harus diselesaikan.
Kurang dari 10 menit para guru pamit menuju ke rumah siswa lainnya. Tak ada komunikasi intim layaknya guru dan murid. Protokol kesehatan ketat masih diberlakukan. Para guru juga harus cepat-cepat karena rumah antar siswa berjauhan.
Nolin membolak-balikkan buku pelajarannya mencari jawaban tepat untuk soal-soal pelajaran itu. Beberapa bisa dikerjakan, sebagian lagi membuat kening remaja putri itu mengerut kebingungan. Nolin butuh bantuan untuk memahami beberapa soal.
Sekali waktu nolin bilang terpaksa harus pergi sejauh 37 km untuk mendapat bahan ajar lainnya, dari internet. Tapi untuk itu siswa kelas 2 SMPN 16 Sigi itu mengaku harus membebani orangtuanya yang seorang petani. Dia merasa usahanya mendapatkan pendidikan yang baik malah makin susah pada masa pandemi Covid-19. Tak ada internet, tak ada bimbingan lama dari guru. Beban Nolin sebagai anak desa terpencil lengkaplah.
"Setiap bulan saya minta ke orangtua Rp100 ribu untuk beli pulsa internet. Saya pakai belajar di Desa Makmur. Hanya di sana internetnya bagus. Lebih bagus waktu belajar di sekolah, ada guru yang bantu," ceritanya kepada Liputan6.com, Rabu (22/7/2020).
Simak Video menarik lainnya berikut ini:
Kesulitan Mengukur Kemajuan Siswa Daerah Terpencil
Kisah Nolin itu diakui para guru di sekolahnya. Wakasek SMPN 16 Sigi, Bungaria Rapa mengakui pembatasan interaksi guru dan murid selama masa pandemi Covid-19 membuat mereka tidak bisa mengukur pasti kemajuan para peserta didiknya walau dengan memberikan soal di rumah.
"Jujur saja itu masih tidak efektif dengan kondisi di sini yang serba terbatas. Waktu untuk menjelaskan pelajaran ke mereka tidak banyak karena kami harus ke rumah-rumah lain," Bungaria menuturkan di sela aktivitasnya mengantarkan soal ke rumah siswa, Rabu (22/7/2020).
Kendati begitu, Bungaria menilai membagikan soal tetap harus dilakukannya agar siswanya tetap punya bahan belajar.
"Kami memaklumi saja kalau ada soal yang tidak terisi. Makanya penilaian yang kami berikan hanya 'baik dan cukup'. Kami tidak bisa menuntut lebih dengan cara begini," katanya.
Selain Nolin, berdasarkan data SMPN 16 Sigi, ada 300-an siswa-siswi yang bernasib sama. Mereka tersebar di 4 desa terpencil dengan medan sulit. Tercatat lokasi siswa terjauh dari sekolah yang ada di desa Uwenuni, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi itu ada di Dusun Dongi-Dongi, Kabupaten Poso yang berjarak sekitar 25 km dari sekolah.
Advertisement