Liputan6.com, Jambi- Effendi, seorang warga Desa Telago Limo di Kecamatan Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, telah mengubur masa lalunya. Ia yang dulu bekerja menjadi pembalak liar, kini beralih menjadi peternak lebah madu.
Masa kelam sebagai pembalak liar tak hanya dilalui Effendi sendiri. Bahkan, sebagian penduduk di desanya terpaksa harus menafkahi keluarga dengan hasil menebang kayu secara liar di hutan.
Advertisement
Baca Juga
"Mencari kayu membuat kami harus selalu berhadapan dengan hukum, banyak masalah, dikejar-kejar polisi hutan, tapi hasilnya pas-pasan, malah cenderung kurang," kata Effendi, Senin (27/7/2020).
Menjadi penebang liar yang penuh dengan risiko harus dilalui Effendi. Ia sadar usahanya penuh risiko. Dan seiring berjalannya waktu, ia dan beberapa kawan yang lain mulai menanggalkan profesi sebagai pembalak liar. Kini mereka mendirikan usaha ternak lebah madu.
Berbekal keresahan terhadap cara penghidupan yang tak layak, serta sedikit bermodal nekat, Effendi dan kawan-kawannya mengajukan proposal usaha beternak lebah madu.
Bersama puluhan warga desa, Effendi mendirikan Pokmas Telago Jaya. Ia menjabat sebagai bendahara di Pokmas yang bergerak pada usaha ternak lebah madu. Pokmas tersebut didirikan untuk menggaet bantuan modal usaha.
Gayung bersambut, Badan Restorasi Gambut (BRG) menawarkan Perjanjian Kerja Sama Swakelola tahun 2019. Program ini ditujukan untuk merevitalisasi lahan gambut bagi peningkatan ekonomi masyarakat. Effendi dan kawannya pun mengajukan proposal supaya mendapat dana hibah.
Pemberian dana hibah ini merupakan bagian dari upaya restorasi lahan gambut dengan menempatkan petani atau masyarakat desa sebagai mitra utama. Pemberian bantuan berlangsung menjadi dua gelombang.
Pada pencairan dana gelombang pertama, Effendi dan kawan-kawannya membeli 11 kotak bibit lebah madu. Mereka pun senang bukan main. Bibit-bibit lebah itu dibawa pulang ke kampung mereka di Desa Telago Limo.
"Tapi usaha kami gagal total, lebah-lebahnya mati karena sedikit sekali sumber makanan alami yang tersedia di sekitar desa kami," kata Effendi.
Kegagalan pertama ini membuat sebagian anggota Pokmas mundur. Namun, tak sedikit pula yang belum jera. Pada saat pencairan dana gelombang kedua, sisa anggota yang masih bertahan kembali membeli bibit 11 kotak lebah madu.
"Kami pindah dan menempatkan kotak-kotak lebah di Desa Rantau Karya, jaraknya jauh mencapai 120 km dari desa kami," kata Effendi.
Lokasi baru ini dipilih karena berada dekat dengan hutan tanaman industri akasia milik sebuah perusahaan swasta. Berbekal belajar autodidak maupun mengikuti pelatihan khusus, mereka semakin mengerti cara beternak madu.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Panen 10 Ton Madu
Lokasi yang tepat, asupan makanan yang melimpah, membuat populasi lebah bertambah dan produksi madu pun meningkat. Pelan tapi pasti, Effendi dan anggotanya bisa menambah kotak lebah mereka, dari 11 menjadi 31.
Kemudian dari 31 menjadi 217 kotak baru untuk sarang koloni lebah. Mereka juga mengurus 4.000 kotak lebah milik masyarakat yang dititipkan di delapan lokasi, dengan sistem bagi hasil 25 persen.
Usaha ternak lebah madu pun semakin membuahkan hasil. Pokmas Telago Jaya bisa memanen sampai 10 ton madu setiap kali panen. Pada musim hujan bisa panen dua kali sebulan, dan pada musim kemarau mereka bisa panen antara tiga sampai empat kali sebulan.
"Minat orang pada peternakan lebah tinggi sekali, apalagi dengan potensi kenaikan pendapatan bisa sampai empat kali lipat," katanya.
Menurut Effendi, usaha ternak lebah madu ini tak bisa dimiliki oleh orang-orang kelas menengah ke bawah karena membutuhkan modal minimal Rp2,5 juta per kotak.
Effendi berharap Badan Restorasi Gambut kembali menggelontorkan dana hibah bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Hal itu supaya peternak lainnya juga bisa ikut mencicipi manisnya bisnis ternak lebah madu.
"Kami optimistis itu akan berhasil, sebab sekarang kami sudah punya banyak pengalaman, kami siap berbagi pengalaman kepada peternak baru," kata Effendi.
Advertisement