Liputan6.com, Gunungkidul - Tanggal 10 September merupakan Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia. Ironisnya, dalam sehari dua warga di Kabupaten Gunungkidul mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri.
Tarmorejo (80) warga Padukuhan Ngloro, Kalurahan Ngloro, Kepanewon Saptosari nekat gantung diri lantaran mengalami sakit stroke menahun yang tak kunjung sembuh.
Advertisement
Sementara satu korban bunuh diri lainnya adalah Gito, seorang pria berusia 55 tahun warga Padukuhan Bulurejo, Kalurahan Tambakromo, Kepanewon, Ponjong. Dia nekat gantung diri diduga karena dipicu penyakit lambung dan darah tinggi.
Advertisement
Baca Juga
Kapolsek Saptosari AKP Awal Mursiyanto membenarkan adanya kejadian tersebut. Korban ditemukan dalam keadaan meninggal dunia pukul 05.15 WIB di bawah tampungan air. Korban ditemukan dalam keadaan tergantung menggunakan sebuah tali kain.
“Memang sudah mengalami stroke dan hipertensi sejak lama, dan tidak ditemukan tanda tanda kekerasan,” kata Awal.
Kapolsek Ponjong Kompol Sudono saat dihubungi wartawan juga membenarkan bahwa di wilayahnya terjadi peristiwa seorang warga bunuh diri dengan cara gantung diri.
Korban yang diketahui bernama Gito (55) ditemukan tewas bunuh diri di kamar mandi balai Padukuhan Bulurejo, Kalurahan Tambakromo. Peristiwa tersebut diketahui pukul 07.00 saat anak korban mencarinya untuk diajak sarapan bersama.
“Korban menggunakan selendang yang di talikan di atap kamar mandi," dia menjelaskan.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Pencegahan Bunuh Diri
Mendapatkan informasi tersebut, jajaran Polsek Ponjong kemudian menuju TKP bersama tim medis. Setelah pemeriksaan, tidak ditemukan adanya tanda-tanda penganiayaan di tubuh korban.
"Murni bunuh diri, korban mempunyai riwayat penyakit lambung dan darah tinggi. Jenazah telah diserahkan kepada pihak keluarga untuk dimakamkan," ucapnya.
Terpisah, Psikiater di RSUD Wonosari, dr Ida Rochmawati menjelaskan, bunuh diri merupakan perkara rumit. terlebih, ini merupakan irisan dari faktor risiko genetik, psikologis, sosial dan budaya serta faktor risiko lainnya. Terkadang juga berkaitan dengan pengalaman traumatik dan kehilangan yang pernah terjadi.
"Kasus-kasus bunuh diri menunjukan peristiwa dengan berbagai macam motif, berawal dari sebab-akibat yang unik (tidak bisa digeneralisir), bersifat kompleks, dan beragam situasi," Ida menjelaskan.
Menurutnya, perilaku bunuh diri bersifat universal, alias tidak mengenal batasan sehingga memengaruhi semua orang. Jutaan orang yang terpengaruh oleh perilaku bunuh diri setiap tahun memiliki cara pandang yang spesifik dan suara yang unik.
Heterogenitas ini menjadi tantangan bagi semua pihak untuk berperan dalam pencegahan bunuh diri. Tantangan ini dapat diatasi dengan mengadopsi pendekatan menyatukan pemahaman dan langkah di berbagai jenjang guna pencegahan bunuh diri.
"Dibutuhkan keluarga, teman, rekan kerja, anggota masyarakat, pendidik, pemimpin agama, profesional perawatan kesehatan, politisi dan pemerintah untuk pencegahannya," ucapnya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, tiap pihak dapat bekerja sama dalam mencegah perilaku bunuh diri. Dengan pendekatan multidisipliner kepada seluruh anggota masyarakat musti bekerja kolaboratif dan terkoordinasi.
Advertisement
KONTAK BANTUAN
Bunuh diri bukan jawaban apalagi solusi dari semua permasalahan hidup yang seringkali menghimpit. Bila Anda, teman, saudara, atau keluarga yang Anda kenal sedang mengalami masa sulit, dilanda depresi dan merasakan dorongan untuk bunuh diri, sangat disarankan menghubungi dokter kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan (Puskesmas atau Rumah Sakit) terdekat.
Bisa juga mengunduh aplikasi Sahabatku: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.tldigital.sahabatku
Atau hubungi Call Center 24 jam Halo Kemenkes 1500-567 yang melayani berbagai pengaduan, permintaan, dan saran masyarakat.
Anda juga bisa mengirim pesan singkat ke 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat surat elektronik (surel) kontak@kemkes.go.id.