Komunitas Konservasi Sebut Sumbar Kehilangan Puluhan Hektare Hutan dalam 4 Tahun

Bencana alam yang terus terjadi setiap tahun di Sumbar tak dapat dihindari jika hutan terus dihabisi.

oleh Novia Harlina diperbarui 25 Des 2020, 10:15 WIB
Diterbitkan 25 Des 2020, 10:00 WIB
Banjir Bandang Solok Selatan
Penampakan aktivitas tambang emas ilegal di Kawasan Hutan Lindung Sungai Batanghari Kabupaten Solok Selatan. (Dokumentasi BNPB/ Istimewa)

Liputan6.com, Padang - Luas tutupan hutan di Sumatera Barat terus mengalami penurunan. Akibatnya bencana alam seperti tanah longsor, banjir hingga banjir bandang tak dapat dihindari.

Data Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, dalam rentang 2017 hingga 2020 setidaknya 31.367 hektare tutupan hutan hilang di provinsi ini.

KKI Warsi menganalisis, berkurangnya luas tutupan hutan ini disebabkan beberapa faktor, di antaranya pemberian izin baru untuk pertambangan, pembukaan perkebunan, tambang ilegal, belum berkembangnya ekonomi alternatif masyarakat sekitar hutan.

"Kemudian juga disebabkan oleh tambang emas tanpa izin (PETI) di dalam kawasan hutan lindung," kata Direktur KKI Warsi, Rudi Syaf kepada Liputan6.com, Rabu (23/12/2020).

Untuk tambang emas tanpa izin, kata Rudi tersebar di beberapa daerah seperti Kabupaten solok, Solok selatan, dan Dharmasraya.

Pembukaan areal tambang emas tanpa izin di Sumatera Barat pada 2020 mencapai 4.487 hektare, jumlah tersebut meningkat dibanding 2019 seluas 4.169 hektare.

Akibatnya, lanjutnya terjadi kerusakan ekologi dan menyebabkan bencana alam seperti banjir, longsor dan banjir bandang hampir di semua kota dan kabupaten di provinsi ini.

Selain itu, Rudi menyebut dampak lainnya yakni timbulnya konflik satwa karena berkurangnya luas tutupan hutan tersebut, kemudian juga terjadi pencemaran daerah aliran sungai (DAS) akibat tambang emas tanpa izin di DAS Batanghari.

"Berkurangnya luas tutupan hutan juga berdampak memicu perubahan iklim," ujarnya.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Tawaran Solusi dari Warsi

Direktur Bina Usaha Kehutanan Perhutanan Sosial dan Kemiteraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Herudoyo Ciptono, tengah melakukan penanaman bibit pohon di salah satu area petani kelompok tani di Garut, Jawa Barat.
Direktur Bina Usaha Kehutanan Perhutanan Sosial dan Kemiteraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Herudoyo Ciptono, tengah melakukan penanaman bibit pohon di salah satu area petani kelompok tani di Garut, Jawa Barat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Derasnya laju deforestasi tersebut, bukan berarti tak ada solusi yang bisa ditempuh bersama, KKI Warsi upaya konservasi bersama masyarakat didukung oleh dinas kehutanan dan pemerintah daerah, telah menginisiasi banyak inisiatif dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Salah satunya yakni melalui, program perhutanan sosial menjadi pendekatan yang dipilih dalam upaya pelestarian kawasan hutan dan peningkatan ekonomi masyarakat.

"Angin segar pengelolaan hutan oleh masyarakat melalui berbagai skema perhutanan sosial, menunjukkan angka peningkatan tutupan hutan," ujar Rudi.

Ia menyebut pada 2020, tutupan hutan di areal perhutanan sosial dampingan KKI Warsi mengalami peningkatan luasan menjadi 64.780 hektare. Dalam rentang 2019 sampai 2020 terjadi peningkatan tutupan hutan di kawasan perhutanan sosial seluas 521 hektare, dan tidak ada yang mengalami pengurangan tutupan.

Jika diakumulasi, lanjutnya sejak tahun 2017 hingga 2020 telah terjadi peningkatan tutupan hutan di kawasan perhutanan sosial seluas 987 hektare.

Fokus sebaran wilayah peningkatan tutupan hutan pada tahun 2020, jelasnya ada pada areal perhutanan sosial yang meliputi Hutan Nagari Sariak Alahan Tigo di Kabupaten Solok, Hutan Nagari Lunang serta Hutan Nagari Kampung Baru Korong nan Ampek (KBKA) di Kabupaten Pesisir Selatan.

"Melalui pemanfaatan hutan sosial ini, masyarakat di sekitar hutan bisa berdaya secara ekonomi," ia menambahkan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya