KKI Warsi: Berkurangnya Luas Hutan Jadi Biang Kerok Bencana di Sumbar

Data Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi menyebut, dalam tiga tahun terakhir jumlah hutan di Sumatera Barat berkurang drastis.

oleh Novia Harlina diperbarui 26 Des 2019, 15:00 WIB
Diterbitkan 26 Des 2019, 15:00 WIB
Banjir Bandang Solok Selatan
Penampakan aktivitas tambang emas ilegal di Kawasan Hutan Lindung Sungai Batanghari Kabupaten Solok Selatan. (Dokumentasi BNPB/ Istimewa)

Liputan6.com, Padang - Hutan di Sumatera Barat semakin berkurang dari tahun ke tahun. Data Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi menyebut, dalam tiga tahun terakhir jumlah hutan di Sumatera Barat berkurang drastis. Dari 2017 hingga 2019 setidaknya 23.352 hektare tutupan hutan hilang di Ranah Minang.  

Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Rudi Syaf kepada Liputan6.com Rabu (25/12/2019) mengatakan, berkurangnya luas tutupan hutan itu menyebabkan semakin tingginya potensi bencana alam seperti banjir, banjir bandang, hingga longsor di Sumatera Barat.

Rudi Syaf mengatakan, tutupan luas hutan yang berkurang hingga puluhan ribu hektare tersebut disebabkan banyak faktor, di antaranya pertambangan emas ilegal, pembukaan lahan kelapa sawit, dan pembalakan liar.

"Aktivitas tersebut marak terjadi di daerah Kabupaten Solok Selatan, Dharmasraya, Sijunjung, Kepulauan Mentawai dan Pesisir Selatan," ujarnya.

Tutupan hutan akan memiliki dampak dan perubahan terhadap lingkungan dan merugikan manusia, di antaranya pada kerusakan ekologi dan hilangnya plasma nutfah, serta berkurangnya cadangan biodiversity krusial.

Tidak hanya itu, penurunan tutupan hutan juga menyebabkan kekeringan yang kerap terjadi di Kabupaten Dharmasraya, Limapuluh Kota, Pasaman, Pesisir Selatan, Sijunjung, Solok, Solok Selatan, Tanah Datar, Kota Padang, dan Bukittinggi.

Penurunan tutupan hutan juga memicu pencemaran sumber sungai hingga ke daerah hilir, terjadinya perubahan iklim, dan konflik satwa. Tak hanya itu, banyak juga masyarakat yang kehilangan mata pencaharian akibat bencana, meningkatkan angka kemiskinan, menurunkan kualitas hidup akibat krisis pangan dan air bersih.

"Meski tidak terlalu signifikan dibandingkan provinsi lainnya, namun tentunya persoalan ini harus segera disikapi secara bersama, agar tidak semakin merusak lingkungan dan membawa dampak jangka panjang," kata Rudi.

Rudi menyebut Sumatera Barat memiliki luasan kawasan hutan mencapai 2.342.893 hektare atau 55,39 persen dari luas administrasi Provinsi Sumbar.

Namun data tutupan hutan Sumbar pada 2017 berkurang menjadi 1.895.324 hektare, dan terus berkurang pada 2019 menjadi 1.871.972 hektare.

"Luas tutupan hutan Sumbar saat ini hanya tersisa 44 persen dari wilayah Provinsi Sumbar atau terjadi penurunan seluas 23.352 Ha dalam kurun waktu tiga tahun terakhir," ujar Rudi saat menyampaikan Hasil Kajian Catatan Akhir Tahun KKI Warsi.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Perhatian Bersama

Sementara Ketua DPRD Sumatera Barat Supardi mengatakan, terkait maraknya dugaan tambang emas ilegal di sejumlah daerah harus menjadi perhatian bersama.

"Tidak hanya pemerintah, namun juga pihak penegak hukum karena tambang emas ilegal merupakan kewenangan kepolisian," ujarnya.

Sumatera Barat, kata Supardi harus menjaga alamnya yang cukup luas ini agar tidak terjadi bencana alam berulang seperti beberapa tahun terakhir.

Selain itu, lanjutnya Sumatera Barat terkenal akan keindahan alamnya dan menjadi destinasi wisata tidak hanya oleh wisatawan nusantara namun juga mancanegara, sehingga keseimbangan ekosistem harus dijaga.

"Bagaimana wisatawan akan datang lagi jika wisata alam yang dikunjunginya tidak lagi menarik," tambahnya

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya