Liputan6.com, Garut - Para nelayan di Garut Selatan, Jawa Barat, mendukung rencana pemerintah untuk menghentikan ekspor benur atau baby lobster secara langsung ke luar negeri.
Larangan ekspor benur dinilai tepat, untuk menjaga populasi dan kelestarian lobster di kawasan pantai selatan Garut ke depan.
“Kalau benurnya habis, nanti lobster besar tingga menunggu waktu untuk punah,” ujar Heri, (35), salah satu nelayan di Desa Sancang, Kecamatan Cibalong, Garut, Minggu (20/12/2020) lalu.
Advertisement
Menurutnya, sejak larangan ekspor benur dicabut pemerintah awal tahun ini, para nelayan Garut selatan langsung mengarahkan bidikan mereka kepada segmen benur.
“Harga lobster langsung meroket, begitu pun lobster besar, sebab pasokan berkurang,” kata dia.
[bacajuga:Baca Juga](4439449 4437250 4424974)
Para nelayan seakan tak kenal lelah menangkap benur, untuk sejurus kemudian dijual kepada tengkulak yang siap menampung. “Satu hari ada yang bisa mencapai ribuan benur,” ujar dia.
Khusus di perairan pantai Karang Gajah yang identik dengan sejumlah karang terjalnya, potensi benur terbilang melimpah, hingga memancing minat nelayan datang.
“Sarangnya benur itu kan di karang, para nelayan pun siap bermalam-malam di sini,” ujar dia.
Dampaknya, banyak nelayan mampu mengubah nasib kehidupan, walaupun sesaat. “Banyak yang beli mobil pergiasan dan membangu rumah dari hasil benur lobster itu,” ujar Mumun, nelayan lainnya.
Menurut Mumun, sejak dibukanya kran larangan ekspor benur, kondisi pantai Karang Gajah, di sekitar area taman cagar alam Sandang langsung ramai.
“Setiap malam tak kurang 20-30 kapal hilir mudik di sini,” ujar dia.
Namun meskipun demikian, ia mendukung rencana ulang larangan benur lobster, untuk melestarikan potensi dan kelestarian lobster di kawaasan pantai selatan Garut.
“Lobster itu kan gampang-gampang susah, kalau yang benurnya habis, nanti yang gedenya juga habis,” kata dia.
Untuk itu, melihat besarnya dampak yang ditimbulkan dari maraknya benur lobster, ia bersama nelayan lainnya, mendukung rencana pemerintah melarangan ekspor benur.
Seperti diketahui, saat Menteri Susi Pudjiastuti menjabat, pengusaha asal Pangandaran itu langsung membuat gebrakan dengan penerbitan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/2015 tentang larang penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan dari spesies atau genus tertentu, dalam keadaan bertelur.
Tidak hanya itu, aturan tersebut melarang ekspor benur lobster Panulirus spp., kepiting Scylla spp dan rajungan dari Portunus pelagicus spp, dengan alasan pertimbangan populasi ke depan.
Namun memasuki kabinet baru di era pemerintahan Presiden Jokowi ke-2, Menteri Edhy Prabowo dari Gerindra yang menggantikan posisi Menteri Susi sejak 2019, mencabut larangan itu.
Dalam peraturan menteri (Permen) baru Nomor 12/Permen-KP/2020, tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.), di Wilayah Negara Republik Indonesia, Menteri Edhy kembali membuka klan ekspor seluasnya.
Praktis sejak itu, eksploitasi besar-besar penangkapan benur kembali merajalela, banyak perusahaan besar yang bermainan di sana, hingga akhirnya Menteri Edhy digelandang Komisi Pemberantasan Korupsi karena kasus izin ekspor benur lobster.
**Ingat #PesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.