Sekda Riau Cari Celah Bebaskan Diri dari Jeratan Kasus Korupsi

Sekda Riau Yan Prana Indra Jaya melalui kuasa hukumnya masih mencari celah untuk bebas dari jeratan korupsi yang ditangani Kejati Riau.

oleh M Syukur diperbarui 08 Jan 2021, 21:05 WIB
Diterbitkan 08 Jan 2021, 21:00 WIB
Sekda Riau Yan Prana Indra Jaya di kantor Kejati Riau beberapa waktu lalu.
Sekda Riau Yan Prana Indra Jaya di kantor Kejati Riau beberapa waktu lalu. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Riau Yan Prana Indra Jaya masih berusaha untuk lepas dari penjara. Kuasa hukumnya tengah mempertimbangkan praperadilan sebelum berkas kasus mantan Kepala Bappeda Siak itu dinyatakan lengkap oleh Kejati Riau.

Hanya saja, tim kuasa hukum Yan Prana Indra Jaya yang terdiri dari Deni Azani Latief, Ilhamdi Taufik dan Alhendri Tanjung masih menunggu keputusan dari kliennya itu. Menjelang persetujuan, kuasa hukum menyiapkan dan mengumpulkan bahan praperadilan.

Deni menyebut mengantongi tiga bukti kuat untuk menggugurkan status tersangka Yan Prana. Hanya saja, Deni belum bersedia mengungkapkan karena itu menjadi senjata di pengadilan nanti.

"Itu rahasia tim kuasa hukum, semuanya tergantung Pak Yan," kata Deni di Pekanbaru, Kamis (7/1/2021).

Deni yakin kliennya tidak seperti sangkaan Kejati Riau. Pasalnya beberapa jam usai ditahan, Yan Prana Indra Jaya menghubungi diri dan meminta segera mempersiapkan praperadilan.

"Pak Yan menelepon, Den segera siapkan praperadilan," ucap Deni menirukan perkataan kliennya itu.

Permintaan Yan Prana Indra Jaya ini membuat Deni makin kuat kliennya tak melakukan kesalahan. "Biasanya orang lain ragu-ragu, ini tidak karena ada yang mengganjal di hatinya," tegas Deni.

Simak video pilihan berikut ini:

Keyakinan Kuasa Hukum

Sebelum mengajukan praperadilan, Deni dan kawan-kawan di tim sudah mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan. Hingga kini, pihaknya belum menerima jawaban tertulis.

Dalam surat itu, Deni menjadikan pihak keluarga, dalam hal ini istri Yan Prana sebagai jaminan. Termasuk adanya penjaminan dari Gubernur Riau Syamsuar.

Di sisi lain, Deni sudah mendengar kabar adanya penolakan penangguhan penahanan yang diutarakan Kejati Riau ke media massa. Namun hingga kini, pihaknya hanya menerima surat perpanjangan penahanan Yan Prana untuk 40 hari ke depan.

"Kami terima surat perpanjangan tahanan itu pada 4 Januari, artinya memang ditolak," kata Deni.

Deni dan tim belum patah arang. Pihaknya akan mengajukan permohonan lagi. Jaminannya kali ini adalah uang, dengan harapan Kejati Riau bisa menerima permohonan itu.

Terkait dugaan korupsi sendiri, Deni menyebut Yan Prana diduga melakukan perbuatan itu pada tahun 2014 hingga 2017. Penyidik menyebut mengantongi bukti kerugian Rp1,4 miliar.

Dugaan korupsi sendiri berkaitan dengan pemotongan uang makanan, minuman, alat tulis kantor, dan kegiatan dinas lainnya.

Deni menyatakan, dugaan ini tidak pernah dilaporkan ke penegak hukum. Apalagi saat itu sudah ada audit dari Badan Pemeriksa Keuangan, di mana Kabupaten Siak meraih penghargaan pengelolaan keuangan terbaik dengan predikat WTP.

Kemudian, sambung Deni, Yan Prana pernah dipanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani karena mengelola keuangan di Kabupaten Siak dengan baik.

"Pak Yan Prana mendapat penghargaan. Jadi kasus ini sudah lama dan diangkat kembali, bukan sewaktu dia menjadi Sekda Riau," katanya.

Deni berharap masyarakat menjunjung prinsip praduga tak bersalah. Jangan ada sematan "koruptor" karena belum terbukti di pengadilan.

"Sebelum ada kekuatan hukum tetap, azaz praduga tak bersalah harus dijunjung," tegas Deni.

Kejati Siap Hadapi Praperadilan

Terpisah, Kejati Riau melalui Asisten Intelijen Raharjo Budi menyatakan siap jikalau nantinya Yan Prana melalui kuasa hukumnya mengajukan praperadilan.

"Itu hak tersangka selama berkasnya belum dilimpahkan ke pengadilan," ucap Raharjo.

Raharjo menyebut penetapan tersangka sudah sesuai dengan prosedur.

Pihaknya sudah mengantongi beberapa bukti sehingga yakin mantan Kepala Bappeda Siak itu menjadi orang bertanggungjawab dalam korupsi tersebut.

"Sesuai Keputusan Mahkamah Konstitusi, bahwa dalam hal penetapan tersangka, minimal harus ada 2 alat bukti permulaan yang cukup," kata Raharjo.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya