Tangan Ajaib Seniman Garut, Sulap Sampah Eceng Gondok Jadi Lukisan Menawan

Sampah eceng gondok di tangan seniman Apih asal Garut bisa disulap menjadi lukisan pemandangan alam yang menawan.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 19 Feb 2021, 06:00 WIB
Diterbitkan 19 Feb 2021, 06:00 WIB
Seniman Syam Al Yasin, (65) atau yang biasa dipanggil Apih di kalangan pelukis asal kota dodol Garut, di depan sebuah lukisan berbahan sampah eceng gondok, lumut dan rating pohon yang berada di kawasan wisata Situ Bagendit, Garut, Jawa Barat.
Seniman Syam Al Yasin, (65) atau yang biasa dipanggil Apih di kalangan pelukis asal kota dodol Garut, di depan sebuah lukisan berbahan sampah eceng gondok, lumut dan rating pohon yang berada di kawasan wisata Situ Bagendit, Garut, Jawa Barat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Eceng gondok dan tanaman air lainnya di kawasan wisata air Situ bagendit, Garut, Jawa Barat, yang kerap menjadi masalah karena jumlahnya terlalu banyak, justru menjadi berkah di tangan seniman asal Garut yang satu ini.

Syam Al Yasin namanya. Pria 65 tahun yang biasa dipanggil Apih di kalangan seniman lukis Garut itu mengatakan, dari eceng gondok di Situ Bagendit, dirinya bisa menghasilkan lukisan pemandangan alam yang menawan. Katya barunya itu menjadi semacam kritik sosial, perlunya mengendalikan dan mengelola sampah dengan tepat.

"Sebenarnya tidak hanya eceng gondok, tetapi bisa teratai, lumut dan lainnya," ujarnya, Kamis (18/2/2021).

Pengelola gerai lukisan Bosas (Bojong Dalam Sadulur Salembur) itu mengatakan, pengelolaan sampah berbasis lingkungan, perlu diterapkan seluruh lapisan masyarakat agar memberikan manfaat.

"Alam itu bisa mensejahterakan, bisa juga malah menyengsarakan, tergantung kita semua," ujar dia.

Penggunaan bahan baku sampah eceng gondok dan lumut hijau air Situ Bagendit, memberikan kritik sosial pentingnya pengelolaan sampah yang tepat, namun tidak menghilangkan pesan tersembunyi sebagai seniman, untuk menghasilkan karya yang ciamik.

"Intinya bagaimana dari sampah bisa menjadi petuah, bisa menjadi berkah, menjadi rupiah bahkan bisa menjadi masalah," kata dia.

Ia mencontohkan, dalam pembuatan lukisan 'Pembalakan Liar', puluhan tanaman liar eceng gondok plus campuran lumut, mampu menyuguhkan sebuah lukisan yang indah menggambarkan praktek perusakan lingkungan yang dilakukan manusia.

"Coba yang merusak alam itu siapa?" ujarnya kembali bertanya.

Apih menyatakan seluruh sampah alam yang berada di lingkungan sekitar, bisa menjadi sebuah karya yang menakjubkan, tidak hanya lukisan namun karya seni lainnya dengan hasil menakjubkan, salah satunya lukisan eceng gondok.

"Ada ranting pohon, batang, daun atau sumber sampah alam lainnya bisa kita optimalkan dengan sentuhan karya seni," katanya.

 

 

**Ingat #PesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

SImak juga video pilihan berikut ini:

Sampah Alami

Sebuah lukisan berbahan sampah eceng gondok, lumut dan rating pohon yang berada di kawasan wisata Situ Bagendit, Garut, Jawa Barat.
Sebuah lukisan berbahan sampah eceng gondok, lumut dan rating pohon yang berada di kawasan wisata Situ Bagendit, Garut, Jawa Barat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Dalam praktiknya, eceng gondok dan lumut yang telah dikeringkan, kemudian ditempelkan dalam kanvas yang telah dibubuhi lukisan mengenai pemandangan alam.

"Hanya bagian tertentu yang tidak ditempeli bahan campuran eceng gondok sesuai dengan tema yang akan kita angkat," ungkap Apih.

Hasilnya sungguh menakjubkan, replika alam dalam bentuk mini itu, mampu menyuguhkan sebuah lukisan yang indah penuh makna. "Tak lupa kami juga bubuhi warna yang disesuaikan dengan tema lingkungan," ujarnya.

Tak pelak dengan keahliannya itu, Apih kerap mendapatkan tawaran melukis mengenai lingkungan di beberapa daerah di Jawa Barat.

"Saya sebenarnya ingin pameran tunggal, namun terkendala soal biaya," ujarnya sedikit curhat sambil tersenyum ramah.

Bagi Apih menghasilkan sebuah lukisan yang indah dari bahan sampah lingkungan, bisa menjadi media yang apik dalam menyalurkan idealisme, termasuk kritik sosial bagi masyarakat.

"Sebentar lagi saya mau membuat lukisan dari tanaman supa (jamur), artinya supaya faham kehidupan, supaya kenal alam dan lainnya," ujar pelukis menyuka filsafat tersebut.

Sementara soal harga hasil keringatnya, ia tidak meminta harga yang terlampau tinggi. Baginya sebuah lukisan yang indah namun syarat makna, lebih utama dari sebuah nilai harga penjualan lukisan.

"Yang sulit itu kepuasan batin, soal harga bisa dinegoisasikan," katanya.

Namun berkaca dari pengalaman sebelumnya, beberapa lukisan berbahan sampah organik yang telah ia buat, dihargai di kisaran Rp 1 -5 juta untuk satu lukisan.

"Tapi sekali lagi bukan Apih yang buat  itu (harga), tapi mereka yang memberikan harga," ujarnya bangga.

Rencananya, setelah revitalisasi kawasan wisata air Situ Bagendit selesai dilaksanakan, Apih kembali membuka gerai lukisannya di salah satu kawasan wisata kebanggaan warga Garut tersebut.

"Tentu dengan tampilan yang lebih segar dan berwarna, doakan saja," katanya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya