5 Prosesi Peringatan Kenaikan Tahta Raja Yogyakarta Sultan HB X

Masa kepemimpinan Sultan HB X saat ini memasuki tahun ke-33 bertahta. Berdasarkan penanggalan Jawa, pada tahun ini peringatan bertahta Sultan HB X atau tingalan jumenengan dalem jatuh pada Sabtu Pon 29 Rejeb Tahun Jumakir 1954 atau tepatnya pada Sabtu (13/3/2021).

oleh Switzy Sabandar diperbarui 13 Mar 2021, 20:00 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2021, 20:00 WIB
20160724- Sri Sultan Hamengkubuwono X- Sultan HB X- GKR Hemas-Jakarta- Johan Tallo
Sri Sultan Hamengkubuwono X memberikan pidato saat acara Halal Bihalal dengan warga Yogya di Jakarta di rumah dinas Wakil Ketua DPD GKR Hemas, Jakarta, Minggu (24/7). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Yogyakarta - Masa kepemimpinan Sultan HB X saat ini memasuki tahun ke-33 bertahta. Berdasarkan penanggalan Jawa, pada tahun ini peringatan bertahta Sultan HB X atau tingalan jumenengan dalem jatuh pada Sabtu Pon 29 Rejeb Tahun Jumakir 1954 atau tepatnya pada Sabtu (13/3/2021). 

Naik tahta Sultan HB X bermula saat ia masih bergelar KGPH Mangkubumi. Lalu, dinobatkan menjadi raja ke-10 Keraton Yogyakarta pada 7 Maret 1989. Namanya pun secara otomatis berubah menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Beragam kegiatan atau prosesi mewarnai peringatan Raja Yogyakarta naik tahta ini. Berikut rangkaian kegiatan Tingalan Jumenengan Dalem Sultan HB X yang dilakukan setiap tahun seperti yang dikutip dari Tepas Tandha Yekti Keraton Yogyakarta.

1. Ngebluk

Ngebluk atau membuat adonan apem dilakukan dua hari menjelang upacara Hajad Dalem Labuhan (27 Rejeb). Hanya para wanita kerabat keraton serta Abdi Dalem Keparak yang dipimpin permaisuri dan putri yang boleh mengikuti kegiatan ini.

Mengapa disebut Ngebluk? Proses mencampur adonan dilakukan dengan pengadukan adonan sampai menimbulkan bunyi “bluk”. Setelah adonan jadi, kemudian dipindahkan ke dalam gentong berurukan besar dan didiamkan semalaman sampai adonan mengembang.

Pada saat yang bersamaan, Abdi Dalem Keparak bertugas ntuk mengeluarkan layon sekar atau bunga sajian yang sudah layu dari Gedhong Prabayeksa atau gedung penyimpanan pusaka. Layon sekar menjadi salah satu uba rame yang dilabuh.

2. Ngapem (28 Rejeb)

Ngapem dilakukan keesokan hari setelah ngebluk (28 Rejeb). Ngapem artinya membuat apem, yakni kue basah berbentuk bulat.

Apem berasal dari bahasa Arab afwan yang artinya maaf atau ampun. Apem menjadi simbol permohonan ampun kepada Tuhan.

Apem dibikin menjadi dua ukuran, apem biasa dan apem besar atau Apem Mustaka. Apem Mustaka disusun setinggi badan sultan.

Apem-apem ini akan dibagikan saat acara Sugengan atau peringatan bertahtanya Sultan HB X.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Persiapan Ubarampe

3. Mempersiapkan Ubarampe (28 Rejeb)

Masih pada 28 Rejeb, Abdi Dalem Reh Widyabudaya bertugas menyiapkan ubarampe labuhan. Ubaremape meliputi, seperangkat pakaian yang pernah digunakan Sultan, seperangkat pakaian untuk laki-laki dan perempuan, potongan kuku dan potongan rambut Sultan serta layon sekar.

Ubarame dicek kelengkapannya di Bangsal Manis dan diinapkan di Gedhong Prabayeksa.

4. Sugengan (29 Rejeb)

Pada hari penobatan Sultan (29 Rejeb) diadakan Sugengan. Selamatan yang dihadiri kerabat keraton dan abdi dalem.

Upacara permohonan doa kepada Tuhan untuk keselamatan Sultan dan Keraton Yogyakarta ini diadakan di Bangsal Kencana.  Seusai doa, apem dan nasi golong lengkap dibagikan kepada semua yang hadir.

Pada hari ini pula, ubarampe dibawa ke Bangsal Srimanganti untuk disemayamkan semalaman sebelum dilabuh.

5. Labuhan

Labuhan digelar sehari setelah Sugengan (30 Rejeb). Ubarampe disiapkan dari diarak untuk diberangkatkan ke empat petilasan, yakni Parangkusumo, Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan Dlepih Khayangan.

(Evi Nur Afiah)

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya