Perjalanan 5 Abad Gudeg Jadi Ikon Kuliner Yogyakarta

Umumnya, saat mendengar kata gudeg pasti langsung teringat dengan kota Yogyakarta.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 15 Jul 2021, 12:00 WIB
Diterbitkan 15 Jul 2021, 12:00 WIB
Kampung Gudeg Wijilan - Yogyakarta
Kampung Gudeg Wijilan - Yogyakarta. (@Andi Rosita Dewi)

Liputan6.com, Yogyakarta - Umumnya, saat mendengar kata gudeg pasti langsung teringat dengan kota Yogyakarta. Ya, gudeg merupakan santapan khas kota pelajar ini.

Siapa sangka santapan berbahan dasar nangka muda ini ternyata sudah ada sejak 1500-an.

Dalam bukunya yaitu Kuliner Yogyakarta: Cerita di Balik Nikmatnya, Rifqa Army menjelaskan munculnya gudeg bersamaan dengan dibangunnya Kerajaan Mataram Islam pada 1500.

Ternyata terdapat nilai sejarah di balik penggunaan nangka muda sebagai bahan dasar gudeg ini.

Kisahnya berawal dari pembangunan Kerajaan Mataram Islam di sebuah alas, yaitu alas Mentaok di daerah Kotagede. Pembangunan kerajaan tersebut mengakibatkan ditebangnya berbagai pohon yang tumbuh di alas tersebut, seperti pohon melinjo, nangka, kelapa, tangkil.

Masyarakat saat itu lantas memanfaatkan bahan yang ada. Salah satu tumbuhan yang dimanfaatkan adalah buah nangka muda yang kemudian dimasak untuk dijadikan santapan bagi para pekerja.

Saat itu, olahan gudeg harus dibuat sebanyak mungkin untuk memenuhi kebutuhan para pekerja. Akhirnya digunakanlah tempat untuk memasak berukuran besar serta alat pengaduk besar. Alat pengaduk tersebut bentuknya mirip seperti dayung perahu.

Salah satu proses pembuatan gudeg yaitu mengaduk bahan supaya tercampur rata. Proses mengaduk tersebut saat itu disebut dengan hangudek atau anggudeg. Dari proses tersebut akhirnya muncul kata gudeg yang menjadi nama masakan ini.

 

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Santapan Pangeran Jawa

Gudeg merupakan santapan yang juga diceritakan dalam kitab karya sastra Jawa, yaitu Serta Centhini. Dalam karya sastra tersebut tercatat pada 1600-an, Raden Mas Cebolang melancong dan singgah di padepokan Pangeran Tembayat.

Pada saat yang sama, terdapat seorang tamu yang juga berkunjung di padepokan Pangeran Tembayat. Ia adalah Ki Anom. AKhirnya Pangeran Tembayat menyajikan gudeg sebagai jamuan untuk Ki Anom.

Serat Centhini juga menuliskan gudeg merupakan makanan rakyat di daerah Jawa termasuk Yogyakarta pada saat itu. Gudeg masih menjadi masakan rumahan kala itu. Hingga awal abad ke-19, gudeg belum banyak diperjualbelikan.

Sampai akhirnya pada masa Presiden Sukarno membangun universitas di Yogyakarta 1940-an gudeg mulai dikenal. Universitas tersebut adalah Universitas Gadjah Mada. Pembangunan universitas tersebut kemudian memunculkan sentra Gudeg Mbarek di kawasan Bulaksumur, Sleman, Yogyakarta.

Pada tahun 1970-an sentra gudeg tersebut mengembangkan usahanya. Sentra gudeg baru kemudian dibangun di Wijilan yang berada di kawasan sebelah timur Keraton Yogyakarta.

 

Penulis: Nurul Fajri Kusumastuti

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya