Jembatan Lingkar Lapoili, Sepotong Maldives di Sudut Buton Selatan

Jembatan Lapoili di Buton Selatan, menawarkan wisata laut yang menyerupai Maldives.

oleh Ahmad Akbar Fua diperbarui 14 Des 2021, 06:00 WIB
Diterbitkan 14 Des 2021, 06:00 WIB
Jembatan Lapoili di Buton Selatan, menawarkan wisata laut yang menyerupai maldives.(Foto Om Daru Pemprov)
Jembatan Lapoili di Buton Selatan, menawarkan wisata laut yang menyerupai maldives.(Foto Om Daru Pemprov)

Liputan6.com, Kendari - Kabupaten Buton Selatan, meskipun baru berdiri secara resmi memisahkan diri dari Kabupaten Buton sejak 2014, tetapi memiliki wisata alam yang tak kalah dengan daerah lainnya di pulau berjuluk 1.000 benteng itu. Beberapa bulan ini, ada salah satu spot wisata yang sudah menarik perhatian.

Namanya, jembatan lingkar Lapoili Desa Wawoangi, Kecamatan Sampolawa. Jembatan ini, dibangun tepat di sudut tebing laut yang berada di pesisir desa.

Berlokasi di bawah bebatuan karst, dahulu, tempatnya tersembunyi dan tak banyak diketahui orang luar. Dilihat sepintas, jembatan yang berada di pesisir ini, mirip desain jembatan dan vila yang ada di Maldives. Tempatnya menghadap laut lepas dan pegunungan, air laut yang biru, mirip dengan wisata mahal di negara yang terletak di bagian selatan India itu.  

Kata warga setempat, dahulu, lokasinya, hanya tempat pemandian biasa yang kerap didatangi warga kampung. Belum mendapatkan nama atau julukan khusus, warga desa malah memakai lokasi ini sebagai tempat menambatkan perahu usai seharian melaut di sekitar Teluk Sampolawa Buton Selatan.

Namun, sejak 2018, pihak desa mulai mengubah wilayah ini. Awalnya, ada jalan masuk ke dalam lokasi. Kemudian, perlahan dibangun jembatan sepanjang sekitar 300 meter lebih.

Bahan jembatan, dari kayu yang tahan air laut. Bahan rangka dan kusen, diambil dari hutan yang masih lebat di sekitar desa. Jika diamati dari ketinggian, desainnya mirip sebuah roda raksasa.

Mengambil gambar foto atau video menggunakan drone, akan tampak roda raksasa berwarna pelangi terapung diatas perairan.

Di atas jembatan, kita bisa melepas pandangan ke arah Teluk Sampolawa. Ada banyak perahu dan kapal tradisional yang parkir di lokasi ini pada sore hari menjelang petang.

Ada beberapa spot berenang dan snorkeling di bawah jembatan. Pengunjung berusia dewasa dan anak-anak bisa merasakan birunya air laut Lapoili. Spot berenang ini, ada yang sedalam satu meter lebih, hingga sedalam hampir 3 meter.

Nyaris tak ada sampah plastik yang mengapung di sekitar perairan. Selain kesadaran warga soal sampah yang tinggi, populasi penduduk juga masih sedikit.

Di wilayah Buton Selatan, tak seperti kondisi laut di daerah Sulawesi Tenggara lainnya, kondisi lautnya masih berwarna biru dan tak bercampur lumpur. Pengunjung bahkan masih bisa melihat dasar laut jika cuaca sedang cerah.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Rute ke Jembatan Wawoangi

Jembatan Lapoili di Buton Selatan, menawarkan wisata laut yang menyerupai maldives.
Jembatan Lapoili di Buton Selatan, menawarkan wisata laut yang menyerupai maldives.

Mengunjungi jembatan lingkar Buton selatan di Desa Wawoangi, Kecamatan Sampoala Kabupaten Buton Selatan, memakan waktu sekitar 20 menit dari ibu kota Kabupaten Buton Selatan, Batauga.

Sedangkan jika dari Kota Baubau, sekitar 40 menit. Jalan yang dilalui cukup bagus, meskipun berkelok-kelok, khas di daerah pesisir.

Di Wawoangi, tidak ada hotel dan penginapan. Namun, keramahan warga setempat, siap menampung wisatawan atau pendatang yang akan menginap selama satu malam.

Ide Jembatan Lingkar

Jembatan Lapoili di Buton Selatan, menawarkan wisata laut yang menyerupai maldives.
Jembatan Lapoili di Buton Selatan, menawarkan wisata laut yang menyerupai maldives.

Jembatan Lingkar mulai dibangun sejak 2018. Saat itu, Kepala Desa Lapoili, La Ode Abdul Halim SH yang pertama menuangkan ide ini, awalnya hanya berencana membangun jembatan lingkar. Namun, melihat potensi wisata yang ada, dia bersama warga kemudian memutuskan membangun gazebo dan vila.

"Vila dan gazebo ini, kami bangun agar nanti di masa depan pengunjung dan wisaawan yang mau menginap," ujar La Ode Abdul Halim.

Dia menyebut, anggaran pembangunan jembatan keseluruhan berasal dari dana desa. Jika jadi sesuai rencana, akan menghabiskan sekitar Rp 2,3 miliar.

"Kalau untuk pembangunan jembatan saja, sudah mencapai 80 persen. Masih akan ada vila 5, 7 gazebo dan 1 restoran," jelas Abdul Halim.

Dia merinci, menggunakan dana desa sebesar 20 persen. Dari keseluruhan dana desa tahun 2021, sebanyak Rp1,8 miliar, masih ada kebutuhan yang lebih besar.

"Warga penerima BLT harus diberikan haknya. Tahun ini, dari 1.200 orang lebih warga kami, ada 70 orang warga penerima BLT, tahun lalu ada 100 orang lebih," katanya.

Masalah lainnya, pemerintah daerah belum memberikan perhatian maksimal pada pembangunan jembatan. Hanya ada jalan sekitar 200 meter yang dibangun pemda menuju lokasi. Sedangkan, untuk konstruksi, belum ada bantuan berarti.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya