Dilema Pembelajaran Tatap Muka 100 Persen di Sekolah Gunungkidul

Kabupaten Gunungkidul telah memulai Pembelajaran Tatap Muka (PTM) penuh alias 100 persen sejak Senin (3/1/2022) lalu. Meski demikian, pelaksanaannya memunculkan dilema, khususnya dalam penerapan protokol kesehatan (prokes).

oleh Hendro diperbarui 08 Jan 2022, 09:52 WIB
Diterbitkan 08 Jan 2022, 09:00 WIB
Siswa Lakukan pembelajaran Tatap Muka
Sejumalh siswa lakukan pemberlajaran tatap muka meski waktu terbatas dan harus terbagi menjadi 2 sesi.

Liputan6.com, Gunungkidul - Kabupaten Gunungkidul telah memulai Pembelajaran Tatap Muka (PTM) penuh alias 100 persen sejak Senin (3/1/2022) lalu. Meski demikian, pelaksanaannya memunculkan dilema, khususnya dalam penerapan protokol kesehatan (prokes).

Kepala SMP Negeri 2 Wonosari, Agus Maryanto, mengatakan secara teknis PTM penuh memang sudah dilakukan. Namun praktiknya, waktu belajar masih dibagi 2 sesi.

"Tiap sesi itu ada 6 jam pelajaran, tapi tiap jam hanya 30 menit," jelas Agus saat dihubungi.

Ia mengatakan kendala ada pada desain meja kelas yang terbagi 2 pelajar. Jika kapasitas penuh sebanyak 30 anak dalam satu kelas, konsekuensinya aturan jaga jarak jadi terabaikan.

Sedangkan, untuk menjadikan 2 ruang jadi satu kelas, tenaga serta ruangan yang ada tidak mencukupi. Walhasil, Agus akhirnya memutuskan tetap membagi sesi pembelajaran agar semua pelajar bisa masuk pada hari yang sama.

"Ini yang sekarang belum bisa kami pecahkan solusinya seperti apa," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Kepala SMPN 3 Wonosari, Lilik Haryanto, yang juga mengeluhkan hal yang sama. Bahkan, ia menyebut masalah ini dirasakan sebagian besar sekolah yang sudah melaksanakan PTM penuh.

Adapun sekolahnya memiliki sekitar 574 anak yang terbagi dalam 18 kelas. Ia mengaku dilema, sebab jika dilakukan benar-benar 100 persen, maka prokes akan sulit diterapkan.

"Kecuali jaga jarak diabaikan asal tetap pakai masker dan cuci tangan, PTM 100 persen tidak jadi masalah," jelas Lilik.

Dia mengaku juga menerapkan skema yang sama dengan SMPN 2 Wonosari. Namun, dia menilai skema tersebut justru membuat pembelajaran kurang maksimal mengingat durasinya yang pendek.

Lilik mengatakan, ia bersama para kepala sekolah lainnya akan bertemu dengan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait untuk meminta solusi atas kendala yang dihadapi.

"Kami sebisa mungkin tetap mengikuti kebijakan, hanya perlu menyesuaikan dengan kondisi yang ada," katanya.

Simak video pilihan berikut ini:

Kata Dinas Pendidikan

Sementara itu, Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Gunungkidul Winarno mengeluarkan saran pada sekolah yang kesulitan menerapkan jarak tersebut.

"Bisa dilakukan penyekatan atau membuat partisi," katanya saat dihubungi.

Partisi tersebut nantinya bisa dipasang di bagian tengah meja. Menurut Winarno cara ini bisa digunakan agar tetap ada pembatas antar pelajar meski duduk dalam satu meja yang sama.

Ia juga mengatakan upaya untuk meningkatkan efektivitas protokol kesehatan (prokes) juga sudah dilakukan. Antara lain, dengan mendistribusikan alat pengukur suhu alias thermogun.

"Terkait penggunaan partisi ini akan diinformasikan lebih lanjut ke sekolah-sekolah," ujar Winarno.

Terpisah, Kepala Bidang SMP, Disdik Gunungkidul, Tijan mengatakan akan meninjau lebih lanjut terkait kendala tersebut. Termasuk, melakukan kajian untuk solusinya.

Adapun sebagai solusi, sekolah tetap diperbolehkan membagi waktu PTM menjadi 2 sesi. Guna memastikan jarak antar pelajar sesuai ketentuan prokes Covid-19.

"Bisa digunakan melihat kondisi ruangan serta jumlah peserta didik," Tijan memungkasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya