Tidak Melulu Gelar Geber, Begini Cara Sampaikan Pesan Wayang kepada Gen Z

Pegiat budaya Jawa di Yogyakarta, Hangno Hartono, punya cara unik menyosialisasikan wayang dan budaya.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 04 Feb 2022, 19:30 WIB
Diterbitkan 04 Feb 2022, 19:30 WIB
Pegiat budaya Hangno Hartono
Hangno memamerkan lukisan-lukisan bertema wayang di Akademi Komunitas Negeri Seni dan Budaya Yogyakarta, Kamis (3/2/2022).

Liputan6.com, Yogyakarta - Pegiat budaya Jawa di Yogyakarta, Hangno Hartono, punya cara unik menyosialisasikan wayang dan budaya. Selain mendirikan rumah budaya Kahangnan di Guwosari Pajangan Bantul, Hangno juga aktif mengadakan pameran keliling dan dialog.

Masih dalam rangkaian pameran Trilogi Mencari Arjuna yang dilakukan sejak tahun 2021, Hangno memamerkan lukisan-lukisan bertema wayang di Akademi Komunitas Negeri Seni dan Budaya Yogyakarta, Kamis (3/2/2022). Di hadapan mahasiswa dan pengajar Akademi Komunitas Negeri Seni dan Budaya, Hangno memaparkan hasil risetnya terkait tokoh pewayangan, termasuk Arjuna.

“Karya Trilogi Mencari Arjuna ini berkaitan dengan buta (buto atau raksasa),” ujar Hangno.

Ia bercerita selain membuat lukisan wayang, ia juga membuat naskah teater berjudul Ruwatan Buto Angkoro. Video pementasan naskah itu diputar sebelum kegiatan dialog berlangsung.

Dalam karya-karya Trilogi Mencari Arjuna, Hangno menampilkan tiga sekuel, yakni Ketemu Buta, Para Kesatria, dan Arjuna.

“Dalam sekuel pertama ditampilkan sifat-sifat dan wajah-wajah buta yang dimaknai sebagai kuasa non moralis,” ucap Hangno.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Tidak Ada Dendam

Sementara pada sekuel kedua, ia menilai tokoh-tokoh dalam dunia wayang menarik untuk dipelajari dan menjadi teladan. Salah satunya, dunia wayang tidak mengenal benar atau salah. Nilai-nilai lebih kerap dikaitkan dengan hal-hal moralis.

Ia mencontohkan, dalam kisah Baratayudha, Kurawa dikalahkan Pandawa. Namun, tidak serta-merta Kurawa musnah, melainkan dihidupkan kembali untuk dididik.

“Tidak ada dendam dalam dunia wayang,” kata Hangno.

 Puncaknya di sekuel ketiga berjudul Arjuna. Ia memaparkan alasan mengapa perlu mencari Arjuna.

Bagi Hangno, Arjuna sebagai simbol kepemimpinan melalui konsep cakravartin yang artinya melingkupi cakrawala. Kepemimpinan tidak hanya melindungi bumi (Prajapati), melainkan juga berkaitan dengan ekologi atau menjaga alam semesta (Bumipati).

Ia menilai konsep ini juga sidah diterapkan dalam dunia keraton. Selain mengayomi rakyat, pemimpin juga memuliakan bumi. Misal, dengan mengadakan berbagai tradisi dan ritual yang berhubungan dengan menjaga keseimbangan alam.

“Ide kepemimpinan masala lalu juga berbicara tentang kehidupan, Arjuna yang dikisahkan beristri banyak menjadi simbolisasi tanggung jawab seorang pemimpin,” tutur Hangno.

 

Melestarikan Budaya

Sementara, Direktur Akademi Komunitas Negeri Seni dan Budaya Supadmo mengapresiasi pameran dan dialog wayang yang menjadi bagian dari sarasehan dan temu kangen unjuk kreativitas malam Jumat Legi.

“Media wayang sebenarnya bisa dikenali masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari alat makan yang gagangnya berbentuk tokoh wayang sampai bus Trans Jogja yang ada wayangnya,” kata Supadmo.

Kendati demikian, ia tidak menampik ada stagnasi pelestarian wayang ke generasi selanjutnya. Oleh karena itu, kegiatan dialog seperti ini harus lebih sering diadakan supaya pesan-pesan dalam pewayangan bisa tersampaikan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya