Orangutan Berstatus Kritis, Harus Hidup di Hutan

Tanggal 19 Agustus diperingati sebagai Hari Orangutan Internasional. Ketua Dewan Kehutanan Daerah Sumatera Utara (DKD Sumut) Panut Hadisiswoyo menegaskan, hewan primata dengan status kritis itu harus hidup di hutan.

oleh Reza Efendi diperbarui 12 Agu 2022, 20:37 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2022, 20:37 WIB
Orangutan Sumatera di Bukit Lawang
Orangutan Sumatera di Bukit Lawang, Langkat, Sumut (Dokumentasi: Pemandu Wisata Dian Gunawan)

Liputan6.com, Medan Tanggal 19 Agustus diperingati sebagai Hari Orangutan Internasional. Ketua Dewan Kehutanan Daerah Sumatera Utara (DKD Sumut) Panut Hadisiswoyo menegaskan, hewan primata dengan status kritis itu harus hidup di hutan.

Hal itu disampaikan Panut saat konferensi pers yang digelar Sumatera Tropical Forest Journalism (STFJ) dalam rangka memperingati Hari Orangutan Internasional di Kafe Rumah Kita, Jalan STM, Kota Medan, Jumat (12/8/2022).

"Orangutan harus tetap di hutan, menjadi penjaga hutan, penjaga ekosistem hutan. Kondisi orangutan harus diperjuangkan agar tidak punah," tegas Panut.

Upaya mengatasi kritis orangutan tidak mudah. Diakui Panut, berbagai tekanan kerap dihadapkan dalam upaya menghentikan perburuan dan perdagangan hewan dengan nama latin Pongo itu.

Hewan endemik Indonesia ini sendiri terdiri dari orangutan sumatera (Pongo abelii), orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis) dan orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus).

"Orangutan tidak dalam keadaan baik-baik saja, dan tantangan semakin besar. Dengan tekanan sangat tinggi dari berbagai aspek, kebutuhan perluasan lahan untuk pembangunan, perkebunan, jalan, juga lainnya," terang Panut.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Ancaman Perburuan Masih Sangat Tinggi

Orangutan saat dilakukan karantina oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah II Gorontalo (Arfandi/Liputan6.com)
Orangutan saat dilakukan karantina oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah II Gorontalo (Arfandi/Liputan6.com)

Disebutkan Panut, ancaman dari perburuan dan perdagangan orangutan saat ini masih sangat tinggi. Hari Orangutan Internasional bisa dijadikan momentum bahwa orangutan hidup di hutan, bukan sebagai peliharaan atau satwa untuk dieksploitasi.

Panut juga menentang soal penangkaran bagi orangutan. Hal tersebut tidak diperlukan karena kondisi orangutan saat ini masih bisa diselamatkan. Apalagi penangkaran orangutan tidak memiliki dasar untuk diberlakukan.

"Orangutan populasinya masih bisa diselamatkan di hutan, tidak perlu penangkaran," tegasnya.

Diterangkan Panut, dari rentang waktu 2002 sampai 2022, di Sumatera yang bisa diselamatkan untuk direhabilitasi berkisar sekitar 350 sampai 400 individu, dan berhasil dilepasliarkan kembali ke habitatnya.

Ada yang dilepaskan di Jantho, Aceh Besar, lebih dari 150, dan ada juga di Jambi, Bukit 30, sekitar 150-an individu. "Jadi, ada sekitar 350-an orangutan yang berhasil diselamatkan," ujarnya.

Kasus Perburuan Orangutan

Bayi Orangutan Lahir di Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta
Bayi orangutan di Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta lahir pada 4 Juni 2021 dini hari dengan berat badan 1,57 kilogram. (dok. Twitter/@KementerianLHK)

Pegiat lingkungan, Reginna Safri, yang hadir sebagai pembicara menjelaskan, kasus perburuan dan perdagangan orangutan sumatera di Aceh sejak 2019 sampai 2020 sangat menarik perhatian.

Pada 10 Maret 2019, 1 individu anak orangutan sumatera di Desa Bunga Tanjung, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Aceh, mati karena malnutrisi saat dievakuasi ke karantina di Sumut.

Lalu, bangkai 1 individu orangutan sumatera jantan berusia 25 tahun ditemukan mati di Desa Rantau Gedangan, Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil, pada 22 Oktober 2019.

"Penyebab kematiannya belum diketahui," sebutnya.

Kemudian, orangutan sumatera jantan berusia 2 tahun mati saat pengobatan akibat sengatan listrik dan luka bakar di Desa Aleu Pineung Timur, Kecamatan Langsa Timur, Kota Langsa, pada 25 April 2020.

Pada 20 September 2020, orangutan sumatera jantan juga ditemukan mati di Desa Keuranji, Kecamatan Kita Bahagia, Aceh Selatan, dengan 148 peluru di seluruh tubuh.

"Ini semua menjelaskan jika kasus perburuan dan perdagangan satwa yang dilindungi masih sangat tinggi," terangnya.

Menarik Perhatian

Orangutan
Orangutan di Bukit Lawang

Direktur Sumatera Tropical Forest Journalism (STFJ) Rahmad Suryadi menegaskan, perburuan dan perdagangan orangutan sumatera masih tinggi. Hal ini menilik dari sejumlah kasus yang berhasil diungkap aparat terkait.

STFJ mencatat, sejumlah kasus perburuan dan perdagangan orangutan yang menarik perhatian antaranya kasus individu orangutan sumatera di rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin.

Juga kasus perdagangan 2 anak orangutan sumatera yang melibatkan anak di bawah umur, yang kasusnya telah disidangkan. Rahmad berharap, mudah-mudahan kasus ini memberikan efek jera.

"Catatan kita pada 23 Juli 2022 kematian orangutan sumatera di Gayo Lues yang diduga dianiaya. Kasusnya masih dalam penyelidikan. Kami mencatat kasus perburuan dan perdagangan orangutan masih sangat marak," Rahmad menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya