Liputan6.com, Kutai Kartanegara - Ada yang tak biasa di Pusat Rehabilitasi Orangutan Samboja Lestari di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Fokus untuk merehabilitasi orangutan kini terganggu penyerobotan lahan dan penambangan batubara.
Borneo Orangutan Survival Foundation atau biasa disebut Yayasan BOS kini harus memikirkan ancaman perambahan itu. Fokus mereka tak lagi merehabilitasi satwa dilindungi itu, namun juga memikirkan ancaman perambahan.
“Tolong bantu ya, agak frustasi hadapi tambang batubara dan mafianya,” kata CEO Yayasan BOSF Jamartin Sihite kepada liputan6.com, Senin (20/6/2022).
Advertisement
Baca Juga
Jamartin pantas frustasi, sebab ada 124 orangutan di Samboja Lestari yang sedang direhabilitasi. Ada pula 72 beruang madu yang sedang dirawat dan berjuang agar bisa kembali ke hutan.
Dia menjelaskan, Pusat Rehabilitasi Orangutan Samboja Lestari yang dikelola Yayasan BOS dibangun dengan lanskap yang mendukung upaya rehabilitasi itu. Luasan areal juga diperhitungkan agar orangutan bisa menjalani proses rehabilitasi sebaik mungkin.
Padahal, kata Jamartin, luasan Samboja Lestari juga kecil. Hanya 1.763, 72 hektar yang terbagi ke empat kelurahan di Kecamatan Samboja.
“Tambang batubara masih jalan dan katanya ada surat ijin mereka di areal Yayasan BOS. Sementara rumor dikembangkan kalau habis masa sertifikat hak guna, maka masyarakat dan tambang bebas masuk,” kata Jamartin.
Upaya perambahan memang mulai terjadi sejak Kementerian Desa mengklaim lahan Yayasan Bos sebagai Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Setelah masyarakat masuk, perambahan bertambah luas dengan alasan klaim masyarakat.
Transaksi jual beli tanah pun terjadi. Tak lama berselang, tambang batubara masuk.
“Bisa saja (kasus ini) dimainkan perusahaan tambang batubara sehingga (Yayasan BOS) konflik dengan rakyat dan mereka panen,” sebut Jamartin.
Simak video pilihan berikut:
Legalitas Lahan
Manager Program Regional Kaltim Borneo Orangutan Survival Foundation Aldrianto Priadjati menjelaskan, lahan yang dimiliki Yayasan BOS memiliki Sertifikat Hak Pakai (SHP). Sertifikat ini didapat dari Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara atas nama Yayasan Penyelamatan Orangutan di Wanariset I Samboja.
Sertifikat Hak Pakai ini berlaku sejak 19 Februari 2004 hingga 9 Februari 2024 atau selama 20 tahun dengan luasan 994,34 hektar.
“Karena kami berbadan hukum berupa yayasan, maka kami hanya bisa memiliki SHP, tidak bisa memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM),” kata Aldrianto.
Yayasan BOS juga membeli lahan milik masyarakat dengan cara mencicil secara bertahap berdasarkan bukti kepemilikan. Lahan tersebut kemudian berstatus SKT dari Kecamatan Samboja dengan total luasan 536,57 Hektar.
Adapula lahan berstatus LA, LB, LC, dan SHM namun tidak terlalu luas dibandingkan lahan lainnya milik Yayasan BOS yang berstatus SHP dan SKT Kecamatan.
Saat membuka kawasan ini, lahan di Samboja Lestari masih gersang. Yayasan BOS kemudian menanam pohon dengan tujuan penggunaan untuk rehabilitasi orangutan.
“Kami waktu itu tidak asal tanam. Menanam tanaman yang mendukung program rehabilitasi. Sekarang sebagian besar sudah ditebang,” sebut Aldrianto.
Masalah kemudian muncul pada tahun 2019 saat masyarakat mulai merambah. Masalah makin pelik saat Kementerian Desa mengklaim SHP milik Yayasan BOS sebagai HPL.
“Klaim HPL dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinnggal dan Transmigrasi di lahan milik kami sebanyak 537,9 hektar atau 30,67 persen dari areal Yayasan BOS,” papar Aldrianto.
Dia kemudian mempertanyakan munculnya dua hak pengelolaan di lahan yang sama.
“Peta HPL yang resmi yang mana?” katanya sambil memaparkan pemetaan lahan Yayasan BOS dan kawasan HPL yang diklaim Kementerian Desa.
Akibat Klaim itu, sambungnya, masyarakat mulai mengklaim lahan lainnya yang terus masuk ke lahan milik Yayasan BOS. Klaim lahan disertai perambahan dengan menebang pohon yang ditanam sejak 20 tahun lalu.
“Pemotongan pohon yang kami tanam 20 tahun lalu, pembukaan dan pembakaran lahan, serta penanaman dengan kelapa sawit sebagai tanaman dominan,” sebutnya.
Adapula penjualan lahan yang diklaim masyarakat tadi. Tak hanya itu, sejak tahun 2020 lalu, 168,78 hektar kini diklaim tambang batubara.
“Ada banyak alat berat di areal kami, pembukaan lahan sudah dilakukan, tumpukan batubara sudah terlihat,” keluh Aldrianto.
Advertisement
Pusat Rehabilitasi yang Terancam
Jamartin Sihite sangat berharap, Menteri dan Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang yang baru ini bisa bersikap tegas menyelamatkan Pusat Rehabilitasi Orangutan di Samboja Lestari. Jika dibiarkan, ancaman terhadap upaya rehabilitasi akan terus berlangsung.
Jamartin menyebut pihaknya sudah melaporkan penyerobotan ini ke pihak yang terkait. Mulai dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinnggal dan Transmigrasi, BPN, hingga kepolisian.
“Posisi Samboja Lestari tak jauh dari kawasan IKN Nusantara. Kita berharap ada penyelesaian serius mengingat IKN dibangun dengan konsep Kota Hutan,” sebut Jamartin.
Aldrianto Priadjati menjelaskan, pengembangan kawasan Samboja Lestari selalu mengedepankan daya dukung program rehabilitasi orangutan. Ekosistem di Samboja Lestari harus memperlihatkan hutan yang sesungguhnya kepada orangutan sebelum dilepasliarkan ke habitat aslinya.
“Akibat perambahan ini, banyak materi enrichment untuk orangutan yang semakin berkurang. Apalagi setelah dirambah, masyarakat menanam kelapa sawit yang cukup rakus unsur hara dan air, serta menyebabkan ekosistem terganggu,” kata Aldrianto.
Hingga hari ini, upaya perambahan masih terus terjadi yang dilakukan masyarakat. Beriringan dengan aktivitas masyarakat itu, aktivitas tambang batubara pun terus berlanjut.
Sejumlah papan nama perusahaan tambang batubara pun berdiri tanpa malu di lahan milik Samboja Lestari, tempat orangutan belajar agar bisa kembali ke hutan. Orangutan yang masuk ke pusat rehabilitasi adalah orangutan yang kehilangan sifat liarnya.
Sifat liar tersebut bisa hilang karena konflik dengan manusia. Adapula yang menjadi korban perburuan karena dianggap hama.
Orangutan Minta Tolong
Bujang, orangutan jantan, duduk santai menikmati sore di sebuah pulau buatan di dalam kawasan Samboja Lestari. Tempat duduknya adalah drum plastik yang digantung di antara batang kayu ulin.
Yayasan BOS sengaja membuat pulau buatan sebagai bagian dari tahapan rehabilitasi orangutan. Pulau ini merupakan sebuah lahan dengan membuat sungai kecil di sekelilingnya.
Tak jauh dari Bujang, tampak Ani, orangutan betina, sedang bermain di salah satu dahan. Beberapa kali Ani mencoba bergeser ke dahan lainnya.
Saat liputan6.com menyapa, Bujang bereaksi dengan mencoba mendekat. Tak berapa lama, orangutan yang sedang direhabilitasi ini sudah berada di tepi sungai.
“Bujang memang suka sekali mendekat kalau ada orang, apalagi perempuan,” kata Isna, seorang staf di Yayasan BOS.
Tak jauh dari mereka berdua, terdengar suara beruang madu yang juga sedang bermain. Sahut-sahutan dua hewan endemik Kalimantan itu menghias sore di Samboja Lestari.
Mereka tentu tak sadar, jika tempat mereka belajar ini sedang terancam klaim lahan, perambahan, dan tambang batubara. Upaya rehabilitasi mereka agar bisa segera kembali “pulang” bisa terhambat jika tidak ada upaya serius mengatasi ancaman tersebut.
Kepada Menteri dan Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang yang baru, orangutan sedang meminta tolong.
Advertisement