Kisah Mansur dan Upaya Penyelamatan Terumbu Karang di Pesisir Kutai Kartanegara

Mansur pernah dituduh gila dan melakukan pekerjaan sia-sia karena berupaya menyelamatkan terumbu karang di Kutai Kartanegara.

oleh Abdul Jalil diperbarui 31 Agu 2022, 10:46 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2022, 04:25 WIB
Bukit Terumbu Karang
Terumbu karang di Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara berupa bukit. (foto: Jalil)

Liputan6.com, Kutai Kartanegara - Mansur pernah disebut gila karena berusaha menyelamatkan terumbu karang di pesisir Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara. Tak sedikit yang berkata demikian karena kegigihannya menjaga terumbu karang sisi utara Delta Mahakam itu.

Dia masih ingat saat seseorang menyebut upayanya itu sebagai tindakan sia-sia. Secara ekonomi memang upaya penyelamatan terumbu karang tak menghasilkan rupiah sepeser pun.

“Dulu saya pernah dibilang melakukan pekerjaan sia-sia ketika mulai bercerita tentang penyelamatan terumbu karang. Mereka bilang, untuk apa urus terumbu karang, tidak ada hasilnya,” kenang Mansur kepada liputan6.com, Senin (29/8/2022).

Mansur hanya tersenyum mendengar itu. Baginya, tidak ada ruang berdebat karena memang hanya butuh pembuktian sebagai jawaban terbaik.

Mansur adalah Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas Perikanan (Pokmaswas) Bina Lestari yang berbasis di Kecamatan Muara Badak. Kelompok ini dibentuk atas inisiatif masyarakat yang sadar akan pentingnya kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan.

Sejak 1990-an, Mansur sudah menjadi nelayan tangkap di Muara Badak. Hasil yang didapatnya dari melaut terus menurun.

“Tak jauh dari bibir Pantai Pangempang ini, masih bisa melihat terumbu karang. Tempat saya memasang jaring perangkap ikan itu cukup dekat dari Pantai Indah Kurma,” katanya.

Saat melaut kala itu, seringkali Mansur melihat nelayan menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan. Paling banyak adalah bom ikan.

“Saya sudah kasih peringatan, kalau saya pasang jaring di situ jangan dibom. Malah mereka angkatkan parang mengancam. Oh, mereka mengancam saya seolah bilang jangan kami dilarang mengebom,” ujarnya.

Mansur sakit hati karena tak bisa berbuat banyak. Ada marah dan dendam tersimpan di lubuk hati paling dalam mengingat profesinya sebagai nelayan terancam karena hasil melaut menurun drastis.

“Makin ke sini, para nelayan juga mengeluh, mereka harus jauh ke laut untuk mendapatkan hasil tangkapan yang banyak,” kata Mansur.

Tahun 2000 dia melamar menjadi guru di sebuah Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Muara Badak. Dia memilih menjadi guru olahraga, meski honorer, untuk menghindari rasa sakit hatinya itu.

Suatu hari di tahun 2009, Mansur kedatangan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kutai Kartanegara untuk membentuk Pokmaswas. Sebelum dia terima dan bersedia menjadi ketua, Mansur berusaha mempelajari tujuan pembentukan kelompok ini.

“Setelah saya lihat Tupoksi-nya, eh kebetulan bisa untuk balas dendam. Saya lakukan monitoring rutin, koordinasi dengan dinas dan aparat penegak hukum, alhamdulillah tertangkap semua,” ujar Mansur bersemangat.

Sayangnya, upaya balas dendam itu tak menyelamatkan ekosistem laut yang terlanjur rusak. Sisa-sisa bom ikan masih nampak jelas di beberapa kawasan di lepas pantai Muara Badak, termasuk di beberapa spot terumbu karang.

Dia kemudian berkenalan dengan Mukhlis Efendi, dosen di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman. Pada tahun 2013, petualangannya memetakan seluruh terumbu karang yang ada di pesisir Muara Badak pun dimulai.

“Dari hasil survey kami, tidak sampai 30 persen terumbu karang yang tersisa. Sisanya rusak parah,” kata Mukhlis Efendi.

Terbaru, ada sekitar 25 spot terumbu karang yang sudah ditemukan. Terumbu karang tersebut berbentuk bukit dan tersebar satu sama lain.

Tentu saja, Mansur mengakui upaya penyelamatan itu tak bisa dilakukan sendiri. Bantuan itu pun datang, salah satunya dari Pertamina Hulu Sanga Sanga yang memiliki wilayah kerja di Kecamatan Muara Badak.

“Kita dibantu pelatihan sertifikasi open water diveng dan advance diveng untuk beberapa orang di Muara Badak serta bantuan beberapa alat penyelaman,” kata Mansur.

 

Misi Penyelamatan

Terumbu Karang Muara Badak
Beginilah keindahan bawah laut di pesisir Kabupaten Kutai Kartanegara yang sempat rusak akibat bom ikan. (foto: istimewa)

Bantuan pelatihan dan alat penyelaman yang diterima Pokmaswas Bina Lestari kemudian menjadi modal awal untuk upaya penyelamatan terumbu karang. Misi penyelamatan pun dimulai tak hanya dengan transplantasi terumbu karang, namun juga memberikan pemahaman kepada nelayan untuk ikut menjaga eksosistem pesisir.

“Upaya itu harus pararel antara menyelamatkan terumbu karang dan ekosistem mangrove, dengan sosialisasi kepada masyarakat terutama nelayan,” kata Mansur.

Mansur mengakui, bantuan banyak pihak seperti dari Pertamina Hulu Sanga Sanga sangat membantu upaya konservasi terumbu karang. Terlebih lagi, bantuan sosialisasi juga menjadi bagian penting untuk memastikan upaya penyelamatan tidak terganggu aktivitas illegal fishing.

“Bagaimana bisa mempercepat pulihnya kondisi terumbu karang kalau sendiri, harus banyak yang terlibat. Kalau satu instansi saja, Pokmaswas misalnya, itu kan sangat terbatas sumber dayanya,” ujarnya.

Head Of Communication Relation and CID Zona 9 Pertamina Sub Holding Upstream Regional 3, Elis Fauziyah menjelaskan, upaya Pertamina Hulu Sanga Sanga memang bertujuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan ini bernama Program Jaga Pesisir yang dijalankan bersama-sama di Pertamina Sub Holding Upstream Regional 3.

Meski wilayah kerja tak bersinggungan langsung dengan kawasan pesisir, namun kehidupan masyarakat Muara Badak sepenuhnya bergantung kepada ekosistem pesisir. Berdasarkan pemetaan sosial yang dilakukan, upaya penyelamatan ekosistem pesisir termasuk prioritas.

“Ada dua pendekatan community development yang kita lakukan di area ring 1 kita, ada potensi atau permasalahan. Kami melihat terumbu karang di Muara Badak ini sebagai potensi sekaligus permasalahan,” kata Elis melalui sambungan telepon, Selasa (30/8/2022).

Elis menjelaskan, penyelamatan terumbu karang sangat penting mengingat laut menjadi salah satu sumber utama pendapatan masyarakat. Terumbu karang yang baik akan memudahkan masyarakat menangkap ikan dengan hasil melimpah.

“Kami kolaborasi dengan komunitas khususnya di area Muara Badak dengan membangun apartemen ikan, rumah terumbu karang, pos pengawas untuk terumbu karang itu sendiri. Sebab perlu juga dikuatkan aspek pengawasannya,” tambahnya.

Di sisi lain, Pertamina Hulu Sanga Sanga juga berkolaborasi dengan berbagai komunitas menggelar beragam sosialisasi penyelamatan lingkungan. Program tersebut berjalan beberapa tahun belakangan ini beriringan dengan transplantasi terumbu karang.

Modul Spyder

Pantai Muara Badak
Mansur bersama kapalnya sedang mengawasi perairan Muara Badak. (foto: Jalil)

Elis Fauziyah memandang, kolaborasi dengan Pokmaswas Bina Lestari masih banyak hal yang harus dikerjakan. Sejumlah program pun dicanangkan salah satunya transplantasi terumbu karang dengan modul spyder.

“Tahun ini kita coba lakukan salah satu kegiatan lagi transplantasi terumbu karang dengan modul spyder yaitu metode jaring laba-laba. Ekspektasi kita bersama mudah-mudahan dengan modul ini bisa membuat terumbu karang lebih tumbuh, sehingga bisa bisa menjadi habitat ikan,” kata Elis.

Sejauh ini, transplantasi terumbu karang di Muara Badak menggunakan media meja tanam. Diharapkan dengan modul spyder semakin memperbanyak upaya transplantasi.

“Dengan menjaga terumbu karang, masyarakat juga bisa improve secara ekonomi dan menjaga aspek perikanan, dalam hal ini perikanan tangkap,” ujar Elis.

Dosen di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Mukhlis Efendi menjelaskan, modul spyder tak berbeda dengan metode transplantasi terumbu karang lainnya.

“Itu bentuk lain dari transplantasi. Hanya saja bukan berupa meja, namun berupa batang besi yang dirangkai seperti jaring laba-laba kemudian dilapis resin dan pakai pasir,” kata Mukhlis.

Setiap metode transplantasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Pemilihan modul spyder, kata Mukhlis, diharapkan bibit terumbu karang bisa tumbuh lebih cepat karena melengketkan pasir laut di media penempelannya.

“Ini adalah modifikasi lagi tapi masih masuk kategori transplantasi. Jadi yang berbeda itu hanya tempat mengikatnya saja,” sambungnya.

Sementara metode konvensional, tambah Mukhlis, bentuknya seperti meja. Sedangkan modul spyder bentuknya seperti jaring laba-laba.

“Kita berterima kasih atas rencana Pertamina Hulu Sanga Sanga dengan modul spyder ini untuk memperkaya upaya transplantasi yang sudah kami lakukan. Harapannya tentu saja ini bisa berkelanjutan,” ujarnya.

Upaya Pengawasan

Pantai Muara Badak
Selain memiliki pantai yang indah, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara juga menyimpan terumbu karang yang indah.

Upaya penyelamatan terumbu karang kini mulai membuahkan hasil. Kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kawasan pesisir mulai tumbuh.

“Beberapa nelayan mulai memiliki profesi sampingan yakni menjadi pemandu para pemancing. Warga yang hobi memancing akan menyewa kapal nelayan sekaligus menjadi pemandu di mana spot terbaik untuk memancing,” kata Mansur.

Bahkan para nelayan sudah ikut membangun spot memancing sendiri dengan menurunkan apartemen ikan di pesisir Muara Badak. Hal itu dilakukan secara mandiri karena masyarakat sadar potensi kelautan sangat besar ketika dijaga dengan baik.

“Sebenarnya yang lebih penting dari upaya penyelamatan terumbu karang saat ini adalah pengawasan,” sebutnya.

Dia menjelaskan, terumbu karang memiliki upaya memperbaiki dirinya sendiri asalkan dijaga dari aktivitas yang merusak. Upaya transplantasi menjadi daya dukung perbaikan itu.

“Kalau kita mau melakukan penanaman atau transplantasi terumbu karang, kita sanggupnya seberapa banyak, sih. Biaya dan tenaga yang dikeluarkan pasti sangat besar,” kata Mansur.

Saat ini Pokmaswas Bina Lestari sedang mematangkan upaya pengawasan rutin. Sebuah kapal khusus sedang disiapkan.

“Kita sekarang fokus menjaga (terumbu karang) yang ada saja. Kalau kita jaga, terumbu karang akan berkembang dengan baik,” katanya sambil memindahkan balok kayu di sisi Kantor Pokmaswas menuju sebuah kapal yang sedang dikerjakan.

Gayung pun bersambut. Pertamina Hulu Sanga Sanga sedang menyiapkan program pengawasan itu. Sebuah kolaborasi yang baik demi mengembalikan ekosistem terumbu karang.

Mansur kemudian melanjutkan ceritanya tentang seseorang yang dulu menyebutnya melakukan pekerjaan sia-sia. Suatu hari dia bertemu orang itu di pinggir pantai baru-baru ini.

“Dia bilang, kok enak ya sekarang mencari ikan?” katanya menirukan pertanyaan orang yang ditemuinya.

Mansur sempat tersenyum sebelum melanjutkan ceritanya. Seolah ada sesuatu yang ia simpan selama ini akhirnya bisa diungkapkan saat itu.

“Ya itulah hasil dari terumbu karang,” katanya dengan suara sedikit kencang diakhiri tawa lepas.

Mansur sedang menikmati hasil dari proses yang diperjuangkannya selama ini. Meski masih jauh dari harapan, setidaknya upayanya selama satu dekade terakhir mulai bisa dinikmati hasilnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya