Sejarah Loji Gandrung, Bangunan Peninggalan Belanda yang Jadi Ikon Surakarta

Bangunan ini awalnya tempat tinggal Johannes Augustinus Dezentje, saudagar perkebunan gula dan tuan tanah ternama.

oleh Panji Prayitno diperbarui 31 Agu 2022, 01:00 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2022, 01:00 WIB
Cerita Loji Gandrung Bangunan Peninggalan Belanda Jadi Ikon Surakarta
Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menyulap rumah dinas wali kota menjadi pasar takjil setiap Sabtu dan Minggu selama bulan Ramadan.(Liputan6.com/Fajar Abrori)

Liputan6.com, Jakarta Surakarta merupakan kota dengan sejuta pesona masa lampau yang ditandai oleh banyaknya bangunan tua peninggalan Kolonial Belanda. 

Salah satunya dikenal sebagai Loji Gandrung dan menjadi kediaman resmi Wali Kota Surakarta. Loji Gandrung adalah bangunan seluas 3.500 meter persegi (m2) dan menjadi bagian dari kompleks rumah dinas seluas 6.295 m2.

Letaknya di Jl Brigjen Slamet Riyadi nomor 261, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan. Arsitekturnya paduan budaya Eropa dan Jawa yang menghasilkan gaya Indische.

Sentuhan budaya Jawa terlihat dari atap sirap kayu berbentuk segi lima dan bagian puncaknya ada menara semu berkaca patri.

Seperti dikutip dari website resmi Pemerintah Kota Surakarta, bangunan ini awalnya tempat tinggal Johannes Augustinus Dezentje, saudagar perkebunan gula dan tuan tanah ternama di Ampel, Boyolali. Ia hidup antara 1797 hingga 1839. 

Tinus, begitu Dezentje akrab disapa, adalah anak dari August Jan Caspar, seorang pejabat militer Kolonial Belanda yang terkenal saat itu dan punya hubungan baik dengan Keraton Kasunanan Surakarta.

Tinus membangun tempat tinggal besarnya itu pada 1830 atau setelah ia menikahi salah seorang anggota keluarga Keraton Kasunanan Surakarta bernama Raden Ayu Cokrokusumo. Ia tak lain saudara perempuan Sunan Paku Buwono IV pada 1819. 

Itu adalah pernikahan kedua Tinus, setelah kematian istri pertamanya, Johanna Dorothea Boode, pada 1816 sesaat setelah melahirkan anak pertama mereka.

Desain bangunan rumah Tinus meniru bangunan-bangunan megah di Belanda. Teras memanjang dan luas ditambah ukuran daun pintu dan jendela besar-besar serta langit-langitnya sangat tinggi. 

Saat itu, tempat tinggal Tinus lebih mirip sebagai benteng dibandingkan sebuah rumah lantaran dikelilingi tembok tinggi dan pos penjagaan.

Untuk membedakannya, ia memperbanyak pekarangan dan taman hijau serta di teras rumah dipasangi seperangkat alat musik gamelan. Setelah selesai dibangun dan ditempati dua tahun kemudian, Tinus acap mengundang relasinya mengadakan acara di rumah besarnya itu.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Loji Gandrung

Seringnya acara pesta digelar Tinus di rumah besarnya membuat masyarakat sekitar menyebut kegiatan itu sebagai gandrungan, kata dalam Bahasa Jawa yang artinya tergila-gila atau menyukai. 

Seiring berjalannya waktu, rumah Tinus itu dikenal juga sebagai Loji Gandrung. Kata loji sendiri artinya rumah besar, bagus, dan berdinding tembok dan aslinya berasal dari Bahasa Belanda, loge.

Posisi Loji Gandrung yang berada di tengah kota membuat bangunan ini menjadi favorit pada masanya. Ketika Jepang menduduki Surakarta, mereka jadikan bangunan itu markas pusat pimpinan pasukan. 

Jenderal Gatot Subroto pernah memakai tempat ini untuk menyusun strategi militer menghadapi Agresi Militer II Belanda bersama sekutu pada 1948-1949.

Saat itu, Gatot Subroto adalah gubernur militer untuk wilayah Daerah Istimewa Surakarta dan sekitarnya. Itulah sebabnya saat ini di halaman depan bangunan, tepat di atas kolam, terdapat patung Gatot Subroto. 

Loji Gandrung juga pernah dimanfaatkan Komandan Brigade V, Letkol Slamet Riyadi untuk mempersiapkan Serang Umum pada 1949. Kedua pahlawan nasional itu telah menjadikan Loji Gandrung sebagai pusat penyusunan kekuatan untuk mempertahankan kemerdekaan.

Sisa-sisa masa lampau tak hanya dinikmati dari arsitektur bangunannya. Sebagian benda-benda furniturnya masih dipertahankan, misalnya, kursi antik yang ada di ruang tamu, lengkap dengan foto ukuran besar Presiden RI pertama, Sukarno. 

Foto Sukarno juga menghiasi kamar tidur utama, satu dari dua kamar di Loji Gandrung. Letaknya di sebelah kanan dari ruang tamu. 

Satu dipan ukuran besar dan lemari hias yang kesemuanya terbuat dari kayu jati menghiasi ruang kamar. Salah satu kamar dikenal sebagai Ruang Sukarno karena beberapa kali dipakainya untuk beristirahat saat mengunjungi kota yang punya nama lain Solo itu. 

Di kamar Sukarno itu, diletakkan juga seperangkat piano. Sejak disepakati sebagai cagar budaya pada 3 Mei 2013, Pemerintah Kota Surakarta kemudian menyiapkan bangunan wisma dua lantai di belakang Loji Gandrung sebagai rumah dinas baru untuk wali kota. 

Rumah dinas baru itu mulai ditempati pada Agustus 2020. Loji Gandrung punya dua sayap bangunan, yaitu sayap barat untuk kantor staf wali kota dan sayap timur untuk menerima tamu. Di bagian belakang ada aula untuk menggelar pertemuan.

Loji Gandrung sempat menjalani revitalisasi pada 2 Juni 2017 dan rampung akhir 2018. Kegiatan itu meliputi perbaikan atap sirap yang rapuh dan keropos dimakan rayap. 

Sebuah kolam besar lengkap dengan patung Gatot Subroto terbuat dari bahan logam warna kemerahan juga turut dihadirkan.

Pagar pembatas kompleks Loji Gandrung dengan trotoar jalan juga dibongkar supaya tidak ada jarak dengan publik. Wali Kota Gibran Rakabuming Raka pada Februari 2022 lalu mengumumkan bahwa Loji Gandrung terbuka untuk dikunjungi masyarakat. 

Fasilitas aulanya dapat dipakai sebagai tempat pertemuan masyarakat dan tidak dikenai biaya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya