Liputan6.com, Yogyakarta Banyak yang memprediksi ekonomi global tahun 2023 akan memburuk dengan risiko resesi dan tingkat inflasi tinggi. Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Eddy Junarsin, mengatakan ancaman resesi global 2023 mendatang perlu adanya kebijakan ekonomi makro Indonesia lebih ketat untuk mengatasi dampaknya.
“Harapannya resesi global tidak terjadi. Mudah-mudahan koordinasi global lebih baik sehingga pemulihan menjadi lebih cepat,” kata Eddy, Rabu 14 Desember 2022.
Eddy mengatakan semua negara di dunia termasuk Indonesia telah mengalami resesi sejak awal pandemi. Kondisi ini menurut Eddy bisa menjadi penyebab krisis dan resesi pada tahun depan.
Advertisement
Baca Juga
Melihat kondisi krisis dan ancaman resesi global 2023 ini setiap negara memiliki solusi yang hampir sama, yakni bank sentral membeli surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah. Lalu dana tersebut digunakan pemerintah untuk mendongkrak agar ekonomi bisa tumbuh kembali.
“Bila krisis sudah lewat, selalu ada efek samping. Hampir sama seperti kita bila minum obat. Biasanya yang akan terjadi adalah peredaran uang yang lebih banyak, akan terjadi inflasi dan agak melonjak, seberapa lama kondisi ini terjadi, itu yang perlu diatur,” ujarnya.
Eddy menjelaskankan kondisi secara global, rata-rata inflasi negara mencapai 9,2 persen. Saat ini tingkat inflasi negara eropa akibat dampak perang Rusia dan Ukraina mencapai 10 persen sedangkan Amerika Serikat mencapai 7,1 persen.
“Negara maju seperti amerika tingkat inflasinya sampai 9 persen. Sekarang 7,1 persen. Turun 1 hingga 2,5 persen saja mereka sangat senang. Eropa sekarang (inflasi) 10 persen. Indonesia sekitar 5,42 inflasinya, lebih moderat daripada negara maju,” ujarnya.
Waspada Ancaman Resesi
Sementara tingkat pertumbuhan ekonomi yang tumbuh diangkat 5,3 rata rata per tahun dalam enam kuartal terakhir menurutnya merupakan prestasi tersendiri, pasalnya Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif dalam dua kuartal di masa awal pandemi lalu.
“Sekarang pertumbuhan menjadi positif. Tentu ini bukan cerminan hasil akhir, sebab berbagai faktor fundamental tidak selamanya kita kuat seperti yang kita bayangkan,” jelasnya.
Meski pertumbuhan ekonomi tinggi dan tingkat inflasi di angka 5 persen, pemerintah menurutnya tidak lekas berpuas diri sebaliknya tetap waspada terhadap ancaman resesi global 2023.
“Dibandingkan negara maju, kita bisa optimis sekali namun tetap hati hati. Saya kira pemerintah jura berhati hati terlihat dari pernyataan yang disampaikan berulang-ulang oleh Presiden dan menteri-menteri,” katanya.
Advertisement