DPR Sahkan Perppu Cipta Kerja Jadi Undang-Undang, Fraksi PKS dan Demokrat Menolak

DPR akhirnya mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi undang-undang.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 21 Mar 2023, 12:02 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2023, 12:02 WIB
DPR RI menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani, Selasa (21/3/2023).
DPR RI menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani, Selasa (21/3/2023). (Liputan6.com/Delvira Hutabarat)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR di Jakarta, Selasa (21/3/2023).

"Kami akan menanyakan kembali kepada seluruh peserta sidang, apakah rancangan undang-undang tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya Ketua DPR RI Puan Maharani kepada seluruh peserta rapat paripurna.

"Setuju," jawab Anggota DPR peserta Rapat Paripurna ke-19 DPR RI Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023.

Pada kesempatan itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan hadirnya Undang-Undang Cipta Kerja perlu dipertahankan oleh pemerintah terlebih di tengah situasi perekonomian yang dilanda ketidakpastian.

Berbagai turunan UU Cipta kerja menjadi program dan kebijakan yang mempercepat pemulihan perekonomian setelah pandemi COVID-19.

"Pemerintah bersama para menteri terkait mengucapkan terima kasih dan penghargaan semoga Perppu Cipta kerja ini yang telah ditetapkan menjadi undang-undang bermanfaat besar untuk memitigasi dampak dinamika perekonomian," ujarnya.

Namun, dua dari sembilan fraksi DPR yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan menolak penetapan perppu tersebut menjadi undang-undang.

Sebelumnya, dalam Rapat Pleno Badan Legislasi DPR RI pada Rabu (15/2/2023) menyetujui untuk membawa Perppu Cipta Kerja dibawa ke rapat paripurna agar selanjutnya dapat disahkan menjadi undang-undang.

Buruh Menolak

Sebelumnya, Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyampaikan, bahwa pihaknya mengecam keras dan menolak sikap Badan Legislatif DPR RI yang setuju membawa Perppu Cipta Kerja untuk disahkan menjadi Undang-Undang di dalam Sidang Paripurna. Sebagai bentuk penolakan, buruh pun siap untuk menggelar aksi besar-besaran.

Menurutnya, sikap DPR bertentangan dengan keinginan masyarakat luas, termasuk di dalamnya kelas pekerja.

"Beberapa waktu lalu Litbang Kompas menyebut bahwa mayoritas publik atau 61,3 persen responden menilai penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tidak mendesak. Dengan demikian, DPR yang mengesahkan Perppu menjadi undang-undang mewakili siapa?" Kata Said Iqbal.

Said Iqbal menyebut, ada 9 point yang disorot oleh kaum buruh terhadap isi Perppu Cipta Kerja. Pertama adalah terkait dengan upah minimum.

"Perppu kembali kepada upah murah dan tidak lazim. Di situ dikatakan upah minimum kabupaten/kota dapat ditetapkan oleh Gubernur. Kata ‘dapat’ mengandung arti bisa ditetapkan, bisa juga tidak. Sehingga di sini tidak ada kepastian terhadap UMK,” ujarnya.

Selain itu, upah minimum kenaikkannya berdasarkan inflansi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Menurut Said Iqbal, indeks tertentu di dalam pasal upah minimum tidak dikenal dalam Konvensi ILO. Yang dikenal adalah, upah minimum kenaikannya didasarkan pada living cost dan yang kedua berdasarkan makro ekonomi, dalam hal ini inflansi, dan pertumbuhan ekonomi. Tidak ada indeks tertentu.

“Hal lain yang ditentang dari upah minimum adalah hilangnya Upah Minimum Sektoral (UMS) dan adanya pasal yang menganulir pasal sebelumnya, yaitu formula kenaikan upah minimum bisa berubah sesuai keadaan ekonomi,” tegas Said Iqbal.

Hal kedua yang disorot buruh adalah mengenai outsourcing. Di mana Perppu Cipta Kerja menyebutkan, jenis pekerjaan yang diperbolehkan outsourcing akan ditentukan dalam Peraturan Pemerintah. Dengan demikian, Negara telah melegalkan perbudakan modern. Ini sekaligus menempatkan negara seperti agen outsourcing.

“Yang boleh menentukan, jenis pekerjaan mana yang bisa di outsourcing dan mana yang tidak boleh adalah pemerintah. Itu artinya, Negara menempatkan dirinya sebagai agen outsourcing. Seharusnya pembatasan outsourcing dilakukan melalui undang-undang,” ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya