Liputan6.com, Kendari - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menetapkan Direktur PT Lawu Agung Mining bernama Opan Sopwan jadi tersangka baru, kasus korupsi penjualan ore nikel di lahan PT Antam Konawe Utara. Penetapan ini, disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara Patris Yusrian Jaya, Kamis (22/6/2023).
Sebelumnya, Kejati menahan pelaksana lapangan PT Lawu berinisial GL, Selasa (20/6/2023) malam. Dia sudah ditetapkan sebagai tersangka, dua pekan sebelumnya bersama dua pimpinan perusahaan lainnya.
"Jadi, Sampai hari tersangka sudah 4 orang, besok kami panggil 2 orang lagi tersangka untuk diperiksa," ujar Patris Yusran.
Advertisement
Dua orang tersangka lain yakni, Direktur PT Kabaena Kromit Pratama berinsial AA dan General Manager PT Antam berinsial HA. Keduanya belum dilakukan penahanan. Kata Kajati, terserah penyidik apakah akan menahan atau tidak.
Baca Juga
Kata dia, tersangka berinisial OPN selaku Direktur PT Lawu agung Mining punya peran penting. OPN menjadi pihak yang menandatangani kerjasama antara perusahaan dan PT Antam.
"Dia juga menentukan klausul termasuk merekrut beberapa perusahaan sebagai mitra PT Lawu," ujarnya.
Perusahaan mitra ini, diketahui bekerjasama di lahan PT Antam sejak 2021 sampai 2023. Diketahui, ada 39 perusahaan mitra yang sempat bekerjasama dengan PT Lawu untuk mengeruk nikel di lahan PT Antam.
Perusahaan sebanyak ini, saat ini sudah masuk dalam data dan daftar panggil Kejati untuk diperiksa. Mereka diduga mengetahui proses produksi dan penjualan nikel bermasalah di lahan PT Antam Konawe Utara.
Â
Konspirasi PT Lawu di Lahan Antam
Seorang pengusaha lokal mengungkap praktik PT Lawu Agung Mining sejak 2021 hingga 2023 di lahan PT Antam, Kecamatan Mandiodo Konawe Utara. Diketahui, PT Lawu merupakan salah satu perusahaan pemegang kontrak perjanjian kerja sama (PKS) dengan PT Antam.
Dua perusahaan lainnya yakni, PT Kabaena Kromit Pratama dan Perusda Sultra. Saat ini, Direktur PT KKP dengan insial AAN sudah ikut menjadi tersangka di Kejati Sultra.
Idham, sebut salah seorang kontraktor lokal mengatakan, dia masuk dalam KSO PT Lawu. Dia menceritakan, bagaiamana alur penjualan ore nikel dari perusahaan lokal ke PT Lawu, selanjutnya Lawu menjual ke Antam.
Idham bercerita, setelah mendapat kontrak dari Antam, Lawu mempekerjakan puluhan perusahaan lokal. Lawu kemudian membeli hasil produksi ore nikel dari perusahaan lokal.
"Jumlahnya 10 dolar per metrik ton. Jumlah ini, dibayar tunai di atas tongkang oleh PT Lawu," ujar Idham.
Selanjutnya, hasil pembelian ore nikel PT Lawu, dibeli oleh Antam. Dia mendengar sejumlah informasi, PT Antam kabarnya membayar 25 dolar per metrik ke PT Lawu.
"Ketika PT Antam menjual, dokumen yang digunakan ini resmi atau tidak, itu yang kami tak tahu dan memang bukan urusan kami, kami hanya berurusan ke PT Lawu saja," ujarnya.
Saat ini, ada tuntutan masyarakat pemilik lahan yang belum diselesaikan oleh PT Lawu. Yakni, terkait biaya lahan dan hasil ore nikel yang belum dibayar oleh PT Lawu.
"Ada yang punya kargo belum dibayar, sekitar Rp700 juta. PT Lawu masih belum menyelesaikan pembayaran," ujarnya.
Asintel Kajati Sultra Ade Hendrawan memperkuat keterangan Idham. Menurut Asintel, dugaan kasus korupsi pertambangan di Konawe Utara, terkait penjualan ore nikel dalam lokasi tambang PT Antam Konawe Utara di wilayah Mandiodo. Proses jual beli ore nikel, disebut Kejati tanpa izin resmi.
"Disitu melibatkan PT Antam, perusahaan lokal, Perusda, PT Lawu," jelas Ade.
Dia memaparkan, ada penjualan sejumlah besar ore nikel dari lahan PT Antam tanpa izin. Ore nikel sebanyak ini, dijual ke sejumlah smelter di sekitar Konawe Utara. Penjualan ini, hanya sebagian kecil ke PT Antam.
"Dijual menggunakan dokumen terbang," ujarnya.
Aktivitas ini, melibatkan sejumlah penambang lainnya di Konawe Utara. Aktivitas ini, sudah dilakukan sejak 2021 hingga awal 2023.
Terkait hal ini, Direktur PT Lawu Opan Sopwan saat berupaya dikonfirmasi tidak memberikan jawaban kepada wartawan. Saat ditelepon dan dihubungi via pesan seluler, dia tidak merespons.Â
Advertisement