Bukit Menumbing, Saksi Sejarah Perjuangan Pemimpin Indonesia pada Masa Lampau

Tahura Menumbing berfungsi sebagai kawasan konservasi alam yang menyimpan beragam kekayaan hayati.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 16 Agu 2023, 00:00 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2023, 00:00 WIB
Kepingan Sejarah Indonesia di Bangka
Rumah Pengasingan di Bukit Menumbing

Liputan6.com, Bangka - Bukit Menumbing adalah sebuah dataran tinggi di Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung, yang memiliki keterkaitan erat dengan perjalanan sejarah perjuangan di Indonesia. Bukit setinggi hampir 500 mdpl ini juga merupakan bagian dari Taman Hutan Raya (Tahura) Gunung Menumbing.

Tahura Menumbing berfungsi sebagai kawasan konservasi alam yang menyimpan beragam kekayaan hayati. Tepat di kawasan puncak, berdiri tiga bangunan, salah satunya berukuran lebih besar dan bertingkat.

Bangunan tersebut adalah kastil atau tempat peristirahatan yang dibangun oleh perusahaan timah kolonial, Banka Tin Winning Bedrijft (BTW) pada 1927. Kastil ini resmi digunakan pada 28 Agustus 1928 dan Pesanggrahan Menumbing menjadi bangunan utama di sana.

Bangunan utama ini memiliki 25 kamar dan diperuntukkan bagi para petinggi BTW saat berlibur. Mengutip dari indonesia.go.id, tokoh-tokoh pemimpin Indonesia pada masa lalu pernah diasingkan Belanda ke Muntok dan menempati Pesanggrahan Menumbing.

Saat peristiwa Agresi Militer II oleh tentara Belanda meletus pada 19 Desember 1948, Belanda menguasai Yogyakarta. Mereka menangkap tokoh-tokoh nasional, seperti Sukarno, Sutan Sjahrir, Agus Salim.

Penangkapan yang terjadi pada 22 Desember 1948 itu membuat para tokoh diasingkan ke Berastagi menggunakan pesawat B-25. Selanjutnya, Mohammad Hatta, Ali Sastroamidjojo, Mohammad Roem, Ass'at, Soerjadi Soerjadarma, dan AG Pringgodigdo diasingkan ke Muntok pada 31 Desember 1948.

Mereka menjadi rombongan pertama yang masuk ke Muntok sebelum ditempatkan di kastil BTW. Sementara itu, Belanda mengirim Soekarno bersama Agus Salim, Mohammad Roem, dan Ali Sastroamidjojo untuk diasingkan ke Muntok pada 6 Februari 1949.

Mereka ditempatkan di Pesanggrahan Menumbing, yakni Soekarno ditempatkan di kamar 12, Mohammad Roem di kamar 12-A, dan Agus Salim di kamar 11. Selama masa pengasingan di Menumbing, tokoh-tokoh pemimpin bangsa tetap sibuk berjuang lewat jalur diplomasi.

Mereka menyiapkan berbagai konsep penyusunan strategi perundingan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Keyakinan Soekarno pun membuahkan hasil.

Pada 17 April 1949, Indonesia duduk bersama dengan Belanda untuk menyelesaikan niat kolonial untuk pengembalian kedaulatan. Perjanjian yang diwakilkan kepada kedua pemimin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen, itu kemudian dikenal sebagai Perjanjian Roem-Roijen.

 

Soekarno Kembali

Usai Perjanjian Roem-Roijen, pada 6 Juli 1949, Sukarno kembali dari pengasingannya di Muntok ke Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota sementara Republik Indonesia. Selanjutnya, pada 13 Juli 1949, perjanjian penting tersebut disahkan oleh pemerintahan sementara Republik Indonesia.

Melihat pentingnya Pesanggrahan Menumbing dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, maka pada 2010 ditetapkan sebagai salah satu benda, situs, atau kawasan cagar budaya. Kastil peninggalan kolonial itu dijadikan sebagai cagar budaya peringkat nasional.

Sejak beberapa tahun belakangan, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi Kemendikbudristek menata kembali kawasan ini untuk dijadikan museum. Sejumlah peninggalan penting pun dipamerkan di Pesanggrahan Menumbing, seperti surat-surat Soekarno saat berada di kamar pengasingannya, tempat tidur, meja kursi, hingga buku-buku bacaan para pemimpin bangsa.

Selain itu, ada juga mobil sedan hitam produksi pabrik otomotif asal Amerika Serikat buatan 1938. Sebuah pelat nomor polisi BN 10 masih tersemat di bagian depan mobil yang warnanya mulai terlihat sedikit kusam.

Mobil yang dipinjamkan dari BTW itu dijadikan kendaraan operasional Bung Hatta selama 17 hari di pengasingan. Mobil itu dikendarai untuk keperluan beribadah ke masjid atau melakukan rapat dengan Bung Karno di Wisma Ranggam, sekitar 16 km dari Menumbing.

Sejak 2021, pihak BPCB Jambi merenovasi Pesanggrahan Menumbing, seperti sebuah galeri atau ruang tata pamer bertajuk Cahaya Kebangsaan. Terdapat dua patung tembaga proklamator Indonesia di ruang tengah bangunan itu.

Bagian latar belakang patung ditampilkan efek multimedia berisi kutipan dari tokoh-tokoh yang pernah diasingkan di sini. Foto-foto lawas ditampilkan layaknya sebuah pameran karya seni.

Selain museum, Tahura Menumbing juga memiliki keindahan flora dan fauna. Sebuah penelitian dari Fakultas Kehutanan IPB University mencatat terdapat koleksi fauna di Tahura Menumbing, di antaranya sekitar 94 jenis burung, 14 jenis binatang amfibi, 25 jenis reptil, dan 11 jenis mamalia.

Hewan-hewan itu di antaranya kijang, tupai terbang, babi hutan, kucing hutan, monyet ekor panjang, ular, burung puyuh, punai, elang, dan pelatuk. Selain fauna, kawasan ini juga dihiasi aneka tumbuhan, termasuk pohon pala raksasa berusia 150 tahun yang bibitnya berasal dari Maluku. Bukit Menumbing juga menyajikan aneka flora khas dataran tinggi, seperti pinus, pakis, anggrek hutan, dan lainnya.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya