Liputan6.com, Bangka - Nganggung adalah salah satu tradisi masyarakat Melayu Bangka Belitung, khususnya masyarakat yang bermukim di Pulau Bangka. Tradisi ini terus dijaga dan dilestarikan masyarakat setempat, sehingga masih eksis hingga sekarang.
Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, nganggung merupakan adat membawa makanan dari masing-masing rumah penduduk menuju ke satu tempat pertemuan besar. Biasanya, makanan tersebut dibawa ke masjid, surau, langgar, atau lapangan pada acara tertentu, seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Nisfu Sya'ban, Muharram, atau selepas shalat Idulfutri maupun Idul Adha.
Masyarakat setempat juga sering menyebut nganggung sebagai sepintu sedulang. Nama tersebut didasarkan pada setiap rumah (sepintu atau satu pintu) yang membawa 'satu dulang (sedulang), yaitu wadah kuningan maupun seng yang digunakan untuk mengisi makanan dan kemudian ditutup dengan penutup dulang atau tudung saji.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Tradisi yang telah menjadi adat Melayu Bangka ini memberikan pemaknaan kekeluargaan yang kokoh di antara masyarakat Melayu. Selain itu, tradisi ini juga menjadi sarana untuk mempererat silaturrahmi antar masyarakat.
Adapun rangkaian acara nganggung biasanya diisi dengan doa-doa maupun ceramah agama. Tema ceramah yang diangkat biasanya disesuaikan dengan momen hari pelaksanaan nganggung tersebut.
Adapun adat kenduri, sedekahan, atau syukuran di pulau Bangka tak hanya dilakukan di hari-hari besar saja, tetapi juga diadakan sehabis panen. Hal tersebut dilakukan sebagai tanda syukur atas rezeki yang berlimpah.
Tradisi ini juga merupakan wujud sikap gotong royong dan kebersamaan masyarakat dalam mengatasi masalah secara bersama-sama. Adapun makanan yang dibawa adalah makanan lengkap termasuk lauk pauk, kue, dan buah-buahan.
Cara membawa dulang atau talam berisi makanan adalah dengan meletakkannya di atas telapak tangan dan mengangkatnya setinggi bahu. Ada pula yang membawanya dengan cara menjunjung di atas kepala.
Makanan tersebut akan dinikmati bersama di akhir acara setelah acara selesai. Tradisi ini masih dilakukan, tetapi dengan beberapa perubahan karena disesuaikan dengan perkembangan zaman.
(Resla Aknaita Chak)