Kado Buruk untuk Warga yang Menolak 'Stockpile' Batu Bara saat Hari Jadi Jambi

Suara tuntutan ratusan warga di Kota Jambi dan Kabupaten Muaro Jambi yang menolak stockpile batu bara tak ditanggapi Pemprov Jambi. Saat mereka menggelar aksi unjuk rasa yang bertepatan dengan rapat Paripurna HUT Jambi ke-67, mereka tidak diizinkan masuk ke halaman gedung DPRD Provinsi Jambi.

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 07 Jan 2024, 04:00 WIB
Diterbitkan 07 Jan 2024, 04:00 WIB
Aksi menolak stockpile batu bara
Ratusan warga berunjuk rasa menolak rencana pembangunan stockpile batu bara, Sabtu (6/1/2024). Aksi unjuk rasa yang bertepatan dengan peringatan hari jadi Provinsi Jambi ke-67 itu tak ditanggapi pemerintah. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)

Liputan6.com, Jambi - Pada Sabtu (06/1/2024) bertepatan dengan hari jadi Provinsi Jambi ke-67 yang seharusnya menjadi suka cita, justru berbuah kekecewaan warga. Ratusan massa aksi yang hendak menyampaikan aspirasi penolakan industri stockpile batu bara di wilayah pemukiman di Aur Kenali, Kota Jambi, diabaikan pemerintah.

"Bapak gubernur dan bapak ibu anggota dewan, kalian kalau sudah pemilu selalu ngetuk pintu rumah kami minta dipilih. Ngasih duit. Sekarang kami ngadu atas permasalahan kami, pintu gerbang tidak dibuka," kata Hernayati, seorang pendemo dari emak-emak menyampaikan aspirasinya.

Ratusan warga dari Kelurahan Aur Kenali, (Kota Jambi) Mendalo Laut, Mendalo Darat (Muaro Jambi), berunjuk rasa di gedung DPRD Provinsi Jambi. Mereka menolak pembangunan stockpile batu bara yang akan dikerjakan PT Sinar Anugerah Sukses (SAS).

Aksi itu berlangsung ketika Gubernur Jambi, Al Haris, dan Ketua DPRD Provinsi Jambi, Edi Purwanto, menghadiri sidang paripurna DPRD Provinsi Jambi, memperingati HUT ke-67 Provinsi Jambi.

Namun dalam aksi unjuk rasa itu, warga tertahan di pintu gerbang. Warga di larang masuk ke halaman gedung. Barigadi polisi rapat mencegah massa memasuki komplek perkantoran itu.

"Di hari ulang tahun Jambi yang bahagia ini, kami malah mendapat kado buruk dari pemerintah. Suara kami tidak di dengar," kata Hernayati.

Hernayati yang kini tinggal di komplek perumahan Arza 4 Desa Mendalo Laut, Muaro Jambi, khawatir jika rencana pembangunan stokcpile batu bara itu terealisasi. Sebab jarak antara rumah dengan stockpile itu sangat dekat.

Mereka khawatir dan tak habis pikir nantinya atas dampak lingkungan yang akan ditimbulkan. Dia juga was-was akan masa depan anak-anak dan cucunya kelak kalau menghirup debu batu bara.

Ibnu Kholdun, seorang pengacara yang rumahnya dekat dengan stokcpile itu juga khawatir. Jika berkaca dengan daerah lain, stockpile memberi dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan untuk warga di sekitarnya. 

"Kalau tidak kita tolak mulai dari sekarang proyek yang akan menyengasarakan rakyat ini akan berjalan," kata Ibnu.

Ihwal hukum dan regulasi sebut Ibnu, pembangunan stockpile batu bara melanggar aturan. Menurut dia sesuai dengan Perda RTRW Kota Jambi, lokasi pembangunan stockpile batu bara itu diperuntukkan untuk pemukiman, pertanian, dan bukan untuk industri pertambangan.

"Tidak dapat dipungkiri bahwa aktivitas industri batu bara ini menimbulkan banyak permasalahan yang merugikan warga. Apalagi ini belum dibangun sudah banyak aturan yang dilanggar," kata Ibnu.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Buah Relasi Pengusaha dan Penguasa

Aksi warga menolak stockpile batu bara
Ratusan warga berunjuk rasa menolak rencana pembangunan stockpile batu bara, Sabtu (6/1/2024). Aksi unjuk rasa yang bertepatan dengan peringatan hari jadi Provinsi Jambi ke-67 itu tak ditanggapi pemerintah. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)

Sementara itu, Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi Abdullah memandang permasalahan stockpile dan jalan khusus batu bara ini adalah buah dari relasi antar pengusaha dan penguasa. 

Abdullah mengatakan, pemerintah tidak semestinya mengutamakan dan memaksakan investasi yang mengancam keselamatan warga. Penolakan stockpile yang dilakukan warga Aur Kenali, Mendalo Laut, dan Mendalo Darat itu menurut Abdullah, adalah gerakan penyelamatan lingkungan hidup yang perlu dikuatkan.

Abdullah menambahkan, UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan gamblang di dalam mekanisme digunakan istilah "daya dukung dan daya tampung" lingkungan hidup. Mekanisme ini merupakan salah satu bentuk "safe guard".

"Membicarakan hak dengan mengukur instrumen mutu lingkungan hidup berdasarkan Hak Asasi Manusia, di dalam Pasal 28H ayat (1) UU 1945, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan," kata Abdullah.

Ketua RT 23, Kelurahan Aur Kenali, Thawaf Ali, masyarakat satu kelurahan dan dua desa di Kota Jambi dan Muaro Jambi, tegas menolak pembangunan stockpile di wilayah tersebut. Penolakan ini kata dia, didukung oleh 24 Ketua RT, pengurus masjid, tokoh pemuda, dan pengurus lembaga adat. "Aksi ini kami lakukan untuk menyelamatkan ruang hidup, kesehatan, dan keselamatan masyarakat dan generasi penerus kami," ujar Thawaf.

Total investasi PT SAS untuk pembangunan jalan khusus dan pelabuhan TUKS di Provinsi Jambi mencapai Rp1,7 triliun, dimana dari nilai tersebut terbesarnya ada pada pembangunan jalan khusus sepanjang 108 KM.

“Sedangkan untuk pembangunan TUKS nilai investasinya tidak terlalu besar. Investasinya penanaman modal asing (PMA) dari Inggris,” kata Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Provinsi Jambi Donny Iskandar. 

Kapasitas Stockpile 70.000 Metrik Ton

Foto udara lokasi stockpile batu bara
Foto udara menunjukan lokasi yang akan diperuntukan untuk pembangunan TUKS termasuk di dalamnya stockpile di kawasan Aur Duri Kota Jambi. (Liputan6.com/adit/gresi plasmanto)

PT SAS adalah Sinar Anugerah Sukses--perusahaan pertambangan batu bara di Provinsi Jambi yang akan membangun jalan khusus dan stockpile batu bara di Aur Kenali, Kota Jambi. Berdasarkan data Minerba One Map Indonesia (MODI) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) disebutkan bahwa sebagian besar saham PT SAS digenggam oleh PT Artha Nusantara Mining sebesar 99,75 persen. Sementara PT Artha Nusantara Resources mengempit 0,25 persen saham.

Perseroan yang bergerak di bidang pertambangan itu juga ditunjuk sebagai pelaksana pembangunan jalan khusus angkutan batu bara. Selain membangun jalan khusus sepanjang 108 kilometer, perseroan juga akan membangun Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) seluas 70 hektare yang didalamnya termasuk stockpile.

Namun belakangan diketahui izin TUKS PT SAS tak sesuai. Di dalam data Terminal Khusus (Tersus) dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) Provinsi Jambi yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan Kepelabuhan di Provinsi Jambi, perusahaan ini memiliki tipe terminal yaitu TUKS. Namun bidang usaha yang tercatat dalam izinnya adalah untuk sektor pertanian. Hal ini menuai gejanggalan, padahal perusahaan sendiri bergerak dibidang pertambangan.

Lokasi pembangunan stockpile bersinggungan dengan dua unit mesin instalasi pengolahan air PDAM (intake) milik Pemkot Jambi dan Pemkab Muaro Jambi. Mesin penyedot air itu berkapasitas 250 liter per detik dan menyuplai kebutuhan air bersih bagi ratusan ribu warga Kota Jambi.

Selain di kelilingi rumah warga dan juga bersinggungan dengan intake PDAM, di sekitar lokasi pembangunan stockpile itu juga terdapat sawat dan hamparan padang rumput untuk warga menggembala ternaknya.  

Berdasarkan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang diterbitkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jambi pada 2015, PT SAS akan membangun Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) seluas 70 hektare. Dari luasan tersebut, untuk pembangunan stockpile dialokasikan seluas 2 hektare. 

Masih menurut dokumen AMDAL, stockpile seluas 2 hektre itu mempunyai kapasitas daya tampung batu bara sebesar 70.000 metrik ton. Dalam sehari, akan dilakukan pengangkutan batu bara sebesar 2.667 metrik ton, sehingga stockpile itu akan mampu menampung selama 14 hari kegiatan pengangkutan batu bara dari lokasi pit tambang.

Hasil pengangkutan batu bara dari pit tambang itu dibongkar dan ditimbun ke dalam stockpile. Selanjutnya dari stockpile, batu bara dimuat ke dalam ponton melalui belt conveyor dengan panjang 400 meter dan kapasitas yang terpasang mencapai 300 metrik ton per jam.

Sebelumnya usai menggelar pertemuan dengan Gubernur Jambi Al Haris, Direktur PT SAS Fauzan, mengaku bingung dengan penolakan warga karena pembangunan apapun belum dimulai. Dia juga menepis kekhawatiran soal keberadaan batu bara membuat polusi dan membahayakan kesehatan.

“Kita enggak ngerti jawabnya, di sana masih tanah kosong. Yang ditolak apa? kita perizinan semua sudah lengkap. Kepentingan kami hanya menjalankan investasi, soal penolakan itu kepentingan pemerintah Provinsi Jambi,” kata Fauzan.

Menanggapi aksi unjuk rasa, Gubernur Jambi Al Haris ketika dikonfirmasi wartawan usai rapat paripurna HUT Jambi itu mengatakan persoalan penolakan warga harus dihadapi. "Kita hadapi karena izin bukan dari saya izin keenangan pusat semuanya dan lokasi tanah itu milik PT SAS," kata Haris.

Pemprov Jambi kata Haris, tak punya kewenangan membatalkan izin stockpile tersebut. Dia mempersilakan warga untuk menggugat ke pengadilan.

Haris bingung akan penolakan warga. Sebab belum ada bukti dampak lingkungan karena memang belum dibangun dan beroperasi stockpile tersebut. 

"Saya kira semuanya hanya sebuah ketakutan, kecuali sudah kita lihat nampak masalahnya, debunya, saya kira masih mereka-reka ini," ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya