Ciri dan Penyebab Ripley Syndrome yang Perlu Diketahui, Salah Satunya Suka Berbohong

Ripley syndrome diambil dari nama seorang karakter dalam novel 'The Talented Mr. Ripley' pada 1955.

oleh Arie Nugraha diperbarui 12 Mar 2024, 18:00 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2024, 18:00 WIB
ilustrasi depresi, stress, sendiri, kesepian
ilustrasi depresi, stress, sendiri, kesepian. photo by unsplash

Liputan6.com, Bandung - Ripley syndrome mungkin belum terlalu familiar di telinga kita, ya? Sebenarnya, istilah ini mengarah ke tanda dan gejala yang sering ditemukan pada seseorang dengan kepribadian antisosial yang mengalami gangguan identitas disosiatif.

Ripley syndrome diambil dari nama seorang karakter dalam novel 'The Talented Mr. Ripley' pada 1955.

Dalam novel tersebut, karakter atau tokoh tersebut digambarkan sebagai seseorang yang hidup dengan identitas orang lain. Tokoh ini juga melakukan kebohongan berulang dan bersikap manipulatif.

Menurut dr Merry Dame Cristy Pane dilaman Alo Dokter, saat mengalami ripley syndrome, seseorang umumnya akan menjalani hidup dalam kebohongan dan suka memanipulasi orang lain.

"Penderita sindrom ini juga tidak merasa bersalah dengan apa yang telah dilakukannya," ujar Merry ditulis Sabtu, 9 Maret 2024.

 

Kenali Ciri-Ciri Ripley Syndrome

Orang yang mengalami sindrom ripley umumnya memiliki kepribadian antisosial dengan beberapa karakteristik khusus, yaitu:

- Melakukan kebohongan dan penipuan yang berulang.

- Bersikap manipulatif untuk mendapatkan yang diinginkan.

- Memiliki sikap arogan dan merasa lebih superior daripada orang lain.

- Melawan aturan dan mengintimidasi orang lain.

- Melakukan tindakan kriminal.

- Memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan impulsif.

- Tidak memiliki empati dan tidak bisa menghargai orang lain.

- Memiliki hubungan yang buruk dengan orang lain bahkan memiliki kecenderungan untuk menyakiti pasangan atau orang lain.

- Umumnya tidak bertanggung jawab, berperilaku agresif, seperti mudah marah, gegabah, mengancam, memaki, atau menghina.

Saat penderita mengalami gangguan disosiatif, ia juga akan menyangkal realitas, hidup pada kebohongan yang dibuat oleh dirinya sendiri, bahkan beberapa penderita akan kehilangan jati dirinya.

Nah, sesuai dengan tokoh yang digambarkan dalam novel 'The Talented Mr. Ripley', orang dengan sindrom ripley umumnya juga akan mengalami gejala-gejala yang dijelaskan di atas.

"Namun, penderita sindrom ini hidup di dalam kehidupan orang lain, memiliki kemampuan komunikasi yang baik, mampu meyakinkan orang lain tentang kebohongan yang telah dibuatnya, dan mampu menirukan orang lain dengan sangat baik," kata Merry.

Bila tidak mendapatkan perawatan, sindrom ripley dapat berkembang menjadi penyakit mental lainnya, seperti hilangnya ingatan akan masa lalu, delusi, gangguan kecemasan, dan depresi.

 

Penyebab Ripley Syndrome

Sebenarnya, belum banyak penelitian terkait dengan ripley syndrome. Namun, tanda dan gejalanya yang mengarah ke gangguan kepribadian antisosial ini umumnya bisa dipicu oleh beberapa faktor dan kondisi, seperti:

- Tuntutan yang tidak sesuai dengan kemampuan.

- Trauma masa lalu, seperti pelecehan seksual, kekerasan fisik dari orang tua, atau bencana alam.

- Citra diri yang buruk.

- Kurang kasih sayang dari orangtua.

- Riwayat keluarga dengan gangguan kepribadian antisosial dan masalah kesehatan mental lainnya.

Rerata orang dengan ripley syndrome merasakan kebahagiaan dan kepuasaan ketika berada di 'dunia'-nya. Jadi, cenderung lebih sulit bagi mereka merasa bersalah dan pulih.

"Jika Anda merasa orang terdekatmu mengalami kondisi ini, bawa mereka ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat," ungkap Merry.

Rangkaian perawatan yang bisa diberikan umumnya berupa psikoterapi serta pemberian obat-obatan untuk meredakan gejala kecemasan dan depresi yang mungkin dimiliki.

Selain itu, pasien juga mungkin perlu melakukan konseling bersama anggota keluarga dan orang terdekat untuk membantu mengontrol kondisi ini.

 

Psikoterapi untuk Kesehatan Mental

Psikoterapi adalah salah satu metode yang umum dilakukan untuk menangani berbagai masalah kejiwaan, seperti stres berat, depresi, dan gangguan cemas.

"Psikoterapi biasanya dilakukan perorangan, tapi terkadang juga bisa dilakukan secara berkelompok," sebut Merry.

Melalui psikoterapi, Merry menjelaskan psikolog atau psikiater akan membimbing dan melatih pasien untuk belajar mengenali kondisi, perasaan, dan pikiran yang menyebabkan keluhan, serta membantu pasien untuk membentuk perilaku yang positif terhadap masalah yang sedang dihadapi.

Dengan demikian, pasien diharapkan akan lebih mampu mengendalikan diri dan merespons situasi yang sulit dengan lebih baik.

 

Kondisi yang Membutuhkan Psikoterapi

Banyak anggapan yang kurang tepat atau stigma bahwa orang yang menjalani psikoterapi ke psikolog atau psikiater menandakan bahwa orang tersebut mengalami gangguan jiwa atau gila.

"Padahal, kenyataannya bukan demikian," terang Merry.

Psikoterapi ditujukan bagi siapa saja yang menyadari bahwa dirinya memiliki masalah psikologis atau berisiko tinggi mengalami gangguan mental dan berniat mencari pertolongan untuk mengatasi masalah tersebut.

Berikut ini adalah beberapa keluhan atau masalah kejiwaan yang perlu ditangani dengan psikoterapi:

- Memiliki obsesi atau kebiasaan yang sulit dihentikan, misalnya terlalu sering merapikan dan membersihkan rumah, mencuci tangan berkali-kali, hingga bolak balik ke dapur untuk memeriksa kompor gas berulang kali.

- Putus asa atau sedih yang luar biasa selama beberapa bulan

- Cemas, takut, atau khawatir yang berlebihan yang menyebabkan kesulitan dalam menjalani aktivitas atau pekerjaan sehari-hari

- Perubahan mood yang ekstrim, misalnya tiba-tiba bersemangat atau sangat sedih tanpa alasan yang jelas

- Berperilaku negatif, seperti mudah marah, penyalahgunaan zat atau narkoba, kecanduan minuman beralkohol, atau makan berlebihan

- Berkeinginan untuk bunuh diri atau menyakiti orang lain

- Halusinasi

- Mengalami penyimpangan seksual, termasuk masokisme, hingga mengganngu hubungan dengan pasangan

- Kesulitan mengungkapkan perasaan atau merasa tidak ada orang lain yang bisa memahami perasaan atau masalah yang sedang dihadapi

- Memiliki kecenderungan untuk melakukan self harm atau tindakan-tindakan yang menyakiti diri sendiri untuk melampiaskan amarah

"Seluruh keluhan itu bisa saja terjadi saat seseorang mengalami tekanan batin atau peristiwa traumatis, misalnya setelah perceraian, ada anggota keluarga atau teman dekat yang meninggal, baru saja kehilangan pekerjaan, atau baru saja menjadi korban bencana atau kekerasan," ungkap Merry.

Selain karena kejadian traumatis, Merry menuturkan beberapa gejala di atas juga kemungkinan bisa disebabkan oleh gangguan mental tertentu, seperti depresi, gangguan kepribadian, gangguan bipolar, PTSD, gangguan cemas, kepribadian ganda (dissociative identity disorder), dan skizofrenia.

 

Jenis Psikoterapi

Metode dan teknik psikoterapi yang dilakukan oleh psikolog atau psikiater ada banyak. Jenis terapi yang akan digunakan umumnya disesuaikan dengan kondisi pasien dan respons pasien terhadap psikoterapi.

Beberapa jenis psikoterapi yang cukup sering dilakukan, yaitu:

1. Terapi perilaku kognitif

Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk mengevaluasi pola pikir, emosi, dan perilaku yang menjadi sumber masalah dalam kehidupan pasien.

Setelah itu, dokter atau psikolog akan melatih pasien untuk merespons sumber masalah tersebut dengan cara yang positif.

Misalnya, jika dulu pasien sering menggunakan obat-obatan atau minuman beralkohol untuk mengatasi stres, maka dengan psikoterapi ini, pasien akan dilatih untuk merespons stres dengan aktivitas yang lebih positif, misalnya membaca buku, berolahraga, atau meditasi.

2. Terapi psikoanalitik dan psikodinamik

Jenis psikoterapi ini akan menuntun pasien melihat lebih dalam ke alam bawah sadarnya. Pasien akan diajak untuk menggali berbagai kejadian atau masalah yang selama ini terpendam dan tidak disadari.

Dengan cara ini, pasien dapat memahami arti dari setiap kejadian yang dialaminya. Pemahaman baru inilah yang akan membantu pasien dalam mengambil keputusan dan menghadapi berbagai masalah.

3. Terapi interpersonal

Jenis psikoterapi ini akan menuntun pasien untuk mengevaluasi dan memahami bagaimana cara pasien menjalin hubungan dengan orang lain, seperti keluarga, pasangan, sahabat, atau rekan kerja.

Terapi ini akan membantu pasien menjadi lebih peka saat berinteraksi atau menyelesaikan konflik dengan orang lain.

4. Terapi keluargaTerapi ini dilakukan dengan melibatkan anggota keluarga pasien, khususnya jika pasien memiliki masalah psikologis yang berhubungan dengan keluarga.

Tujuannya agar masalah yang dihadapi pasien dapat diatasi bersama dan memperbaiki hubungan yang sempat retak antara pasien dan keluarga.

5. Hipnoterapi

Hipnoterapi adalah teknik psikoterapi yang memanfaatkan hipnosis untuk membantu pasien agar bisa mengendalikan perilaku, emosi, atau pola pikirnya dengan lebih baik.

Metode psikoterapi ini cukup sering dilakukan untuk membuat pasien lebih rileks, mengurangi stres, meredakan nyeri, hingga membantu pasien berhenti melakukan kebiasaan buruknya, misalnya merokok atau makan berlebihan.

Jenis psikoterapi tertentu mungkin cocok untuk satu pasien, tetapi belum tentu efekfif jika diterapkan pada pasien yang lain.

Oleh sebab itu, Anda dianjurkan berkonsultasi dengan dokter atau psikolog untuk menentukan terapi yang sesuai dengan kondisi Anda.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya